Minggu, 31 Desember 2017

Koleksi Hadiah Ulang Tahun


Oleh : Rahayu Nf

Namaku Ira, ini adalah hari ulang tahunku yang ke-20 tahun. Tepat menjelang tahun baru tanggal 31 Desember, Tapi aku benar-benar kesepian karena rumahku tak ada orang. Kemana mereka, padahal hari ini harusnya spesial untuk ku. Tapi rumahku kosong dan hanya aku sendirian.

Malam hari menjelang tahun baru, hujan dengan derasnya.
Aku duduk termenung di depan jenjela kamar, ku ingat kejadian tadi pagi.

-
Saat itu suasana sangat ceria, tapi ada sesuatu yang kurang. Karena ibuku sedang berangkat liburan.
Hanya ada aku, Aida (kakakku) dan Frischa (keponakanku).
Kami saling bercanda dan bermain bersama. Aida memberikan sebuah bunga, tapi sayangnya aku tak suka bunga, namun aku menghargai pemberiannya dan aku letakkan di atas kulkas dapur , Frischa memberikanku kado kecil sebagai hadiah ulang tahun, kubuka dan kudapati isinya berupa cincin berlian sungguh indah. Namun sayang, cincin itu tak sesuai di ukuran jariku. ya, terlalu besar untukku.
Kemudian kuberikan cincin itu kepada Aida dan Aida menyukainya.

Kami bercanda sampai siang hari dan tiba-tiba kepalaku pusing lalu kami memutuskan untuk tidur bersama. Menjelang tidur, aku berfikir bahwa tak ada kado menarik dihari ulang tahunku.
-
-
-

Aku terbangun dari lamunanku, dan malam ini hujan semakin deras. Rumahku masih terasa sepi. Ah, kurasa ada orang diluar.
Ku lari keluar dan kubuka pintu, ahh hujan makin deras saja, kutemui sesuatu di depan pintu.
Oh ternyata kau,..si Kucing hitam.
Dengan basah kuyup berdiri didepan pintu membawa sebuah kotak. Ya, kado ulang tahunku dengan pita merah yang tersambung ke ikatan lehernya. Ah..Mungkin kucing ini membawa kado ini dengan cara menyeret menggunakan pita dilehernya, fikirku.

**
Kubuka kado itu dan kutemui isinya sebuah pisau bebentuk runcing berpita merah menyala.
oh..
Kubawa kedapur..
Ku gantung di samping kulkas diantara beberapa pisau lainnya,
"Koleksi bertambah"
-
Kupandang diatas kulkas, kurapikan taburan kelopak bunga diatas kulkas. Tak sengaja kusenggol kulkas terbuka dan terjatuh beberapa isinya, salah satunya adalah sebuah potongan tangan dengan sebuah cincin berlian dijarinya.

Ahh..sungguh indah pemandangan merah ini..

*tamat*

Jumat, 29 Desember 2017

Api Cinta dan Perjuangan Hidup

Langkah demi langkah yang kau jalani kini semakin jauh.
Penuh teka teki.
Ada yang ditingkatan normal, sedang, bahkan paling sulit.
Namun semuanya harus kau pecahkan.
Semak belukar yang kau lewati,
Bahkan kau hampir tertusuk tajamnya duri.
Tapi kau yakinkan niatmu dengan tujuan awalmu.
Meski telah banyak lecet ditubuhmu akibat goresan-goresan kecil disetiap sudut yang kau lewati.
Nikmati jerih payah ini sayang..
Kuyakin Kau akan mendapatkan indahnya balasan dari perjuanganmu.

Disetiap kau derapkan langkah kakimu,
Disitu pula banyaknya burung gagak yang terbang mengirimu,
Mereka berkicau seolah menjatuhkanmu,
Mereka berkicau seolah merendahkanmu,
Mereka berkicau seolah berkata perjuanganmu tak berguna.
Sayang, Jangan kau lihat burung-burung gagak itu.
Itu adalah hiasan yang menemanimu ketika kamu melangkah meraih cita-cita..
Mereka tak bisa dimusnahkan,
Tapi merekalah yang akan menyaksikan kesuksesan dirimu nanti..

Teruslah melangkah,
Kau tidak sendirian sayang,
Tanpa kau sadar aku mengiringimu,
Tanpa kau sadar aku memelukmu,
Tanpa kau sadar aku bersamamu,
You're not alone, you're not alone, you're not alone..

Sepercik nyala api terkadang membakar dihatimu,
Semoga tak menjadi racun tragedi di perjalanan cita-citamu yang semakin membara..
Kau harus yakin, kau akan menikmati syhmponi kehidupan yang didambakan setiap insani di dunia ini.

Biarkan orang berkata apa,
Tapi kau harus sadar, bahwa langit dan bumi akan menjadi saksi atas perjuanganmu.

Kau tidak sendirian.
29 Desember 2017

Sabtu, 16 Desember 2017

Kewajiban Manusia Terhadap Al-Qur’an


MAKALAH

Al Qur’an Hadits

 Kewajiban Manusia Terhadap Al-Qur’an

Dosen Pengampu: Nur Habibullah,  S.Pd.I, M. Pd

 


 

 

Disusun Oleh: Kelompok 7

  1. Rahayu                               : NIM (16.11.2130 )
  2. Ratnasari Dewi M             : NIM (16.11.2133)

 

 

PAI III B

 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AN–NADWAH

 

KUALA TUNGKAL

 

TAHUN AKADEMIK 2017


BAB I
PENDAHULUAN
 
A.      Latar Belakang
Sekolah sebagai lembaga sosial yang diselenggarakan dan dimiliki oleh masyarakat, harus memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Sekolah mempunyai kewajiban secara legal dan moral untuk selalu memberikan penerangan kepada masyarakat tentang tujuan-tujuan, program-program, kebutuhan dan keadaannya, dan sebaliknya sekolah harus mengetahui dengan jelas apa kebutuhan, harapan dan tuntutan masyarakat. Makin majunya pengertian masyarakat akan pentingnya pendidikan anak-anaknya, maka merupakan kebutuhan vital bagi sekolah dan masyarakat untuk menjalin kerjasama. Kerjasama tersebut dimaksudkan demi kelancaran pendidikan di sekolah pada umumnya, dan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada khususnya.
 
B.    Rumusan Masalah
  1. Apa yang dimaksud dengan mengimani Al-Qur’an?
  2. Bagaimana cara membaca Al-Qur’an dengan baik?
  3. Bagaimana cara memahami Al-Qur’an?
  4. Bagaimana cara mengamalkan Al-Qur’an?
  5. Bagaimana cara menyampaikan Al-Qur’an?
C.     Tujuan Penulisan Makalah
  1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan mengimani Al-Qur’an.
  2. Untuk mengetahui bagaimana cara membaca Al-Qur’an.
  3. Untuk mengetahui bagaimana cara memahami Al-Qur’an.
  4. Untuk mengetahui bagaimana cara mengamalkan Al-Qur’an.
  5. Untuk mengetahui bagaimana cara menyampaikan Al-Qur’an.

 
BAB II
PEMBAHASAN
  1. Mengimani Al-Qur’an
    Al-Qur’anul-karim adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Rasulullah saw., termasuk ibadah bagi orang yang membacanya, dan dibatasi oleh beberapa surah, orang yang memindahkan bacaannya kepada  kita merupakan pemindahan bacaan yang mutawatir (bersambung sanadnya kepada rasulullah).
    Al-Qur’anul karim ini adalah kitab yang jelas antara yang hak (benar) dan yang batil (tidak benar), yang diturunkan dari yang Maha bijaksana dan Maha Terpuji, yang merupakan mukjizat yang kekal selama-lamanya yang berlaku untuk semua zaman dari masa (waktu), yang diwariskan Allah kepada bumi dan orang-orang yang ada didalamnya.
    Al-Qur’anul karim adalah tali agama Allah yang sangat kuat dan jalan yag lurus, cahaya serta petunjuk kepada kebenaran dan menuju kepada jalan yang lurus. Didalamnya (Al-Qur’an) diceritakan kejadian-kejadian masa lalu (lampau) dan juga diceritakan hukum (peraturan-peraturan) diantara masa lalu dan masa sekarang, serta masa yang akan datang. Barangsiapa yang mencari petunjuk selain Al-Qur’an maka Allah akan menyesatkan dan barangsiapa yang berkata dengan Al-Qur’an maka perkataan tersebut adalah benar. Barangsiapa yang menghukumi dengan Al-Qur’an, maka akan terwujud keadilan (bersifat adil) dan barangsiapa yang berdoa dengan Al-Qur’an maka sungguh akan diberikan petunjuk kepada jalan yang lurus.
    Al-Qur’anulkarim adalah hujjah (sumber yang dapat dipercayai kebenarannya) Nabi yang terakhir, dan lisan agama yang tulus, undang-undang syariat Islam, kamus bahasa Arab. Al-Qur’an merupakan teladan (contoh) dan pemimpin (imam) bagi kita didalam hidup ini, dengan Al-Qur’an kita diberi petunjuk, kembali kepada Al-Qur’an kita dalam menegakkan hukum. Kita beramal dengan Al-Qur’an dalam melaksanakan perintah Allah SWT serta menjauhi segala larangan-Nya.[1]
    Menurut bahasa iman artinya percaya, sedangkan menurut arti  kita imani tanpa ada keraguan sedikitpun didalamnya. Tersebut dalam kitab Shahih Muslim dari Tamim Ad-Dari ra, ia menyampaikan bahwa Rasulullah Saw bersabda:
    الدَّيْنُ النَّصِيْحَةُقُلْنَا لِمَنْ؟ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَا بِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ
    “Agama adalah nasihat. Kami bertanya: “Bagi siapa?” Rasulullah Saw menjawab: “kepada Allah, kitab, dan Rasul-Nya: bagi para pemimpin dan seluruh kaum muslimin.” (HR.Imam Muslim)
     
    Ulama jumhur telah bersepakat, bahwa yang dimaksud dengan kata “Nasihat bagi Allah..” adalah mengajak seluruh kaum muslimin agar beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt.
    Sebagaimana firmanNya,
    ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (٢
    الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (٣
    وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ (٤
    Artinya: “.Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa
    (QS. al-Baqarah : 2)
    (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.
    (QS. al-Baqarah: 3)
    Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
    (QS. al-Baqarah: 4)
     
     Jadi iman kepada kitab suci Al-Qur’an adalah percaya bahwa Al-qur’an merupakan kalamullah yang tidak serupa dengan kalam manusia, tak seorangpun mampu menandingi-Nya. Kita sebagai umat Islam wajib mengagungkan Al-Qur’an mengakui keagungannya, membenarkan isi kandungannya, berfikir keajaibannya, melaksanakan segala hukum dan patuh pada ketetapannya.
    Imam Al-Hafidz , Abu Fadhal Al-Qadhi, berkata: “Barangsiapa menganggap kecil terhadap Al-Qur’an atau ingkar berita-beritanya, hukum-hukum dan segala yang telah ditetapkannya, maka ia menjadi orang kafir. Demikian juga jika ingkar kepada kitab Zabur, Taurat, dan Injil, maka hukumnya kafir.” Sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasullullah Saw:“Meragukan isi Al-Qur’an adalah perbuatan kufur.” (HR. Abu Dawud).[2]
     
     
  2. Cara Membaca Al-Qur’an
    Allah SWT telah mensyariatkan kepada orang yang membaca Al-Qur’an untuk mengetahui dan menetapkan tata cara membaca Al-Qur’anul-Karim, dimana pertama kali Allah SWT menyuruh Nabi Muhammad SAW untuk membaca Al-Quranul-Karim, sebagaimana firman-Nya,
     
    ...وَرَتِّلِ الْقُرْءَانَ تَرْتِيْلاً
    Artinya: “...Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.” (Al-Muzzammil: 4)
     
     
     
    Artinya : “Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (Al A’raaf :204)
    Maksudnya: jika dibacakan Al Quran kita diwajibkan mendengar dan memperhatikan sambil berdiam diri, baik dalam sembahyang maupun di luar sembahyang, terkecuali dalam shalat berjamaah ma'mum boleh membaca Al Faatihah sendiri waktu imam membaca ayat-ayat Al Quran.
     
    Ayat tersebut mengandung arti bahwa dalam membaca Al-Qur’anul-Karim kita harus membacanya dengan tumaninah dan tadabbur (memperhatikan isinya) dan membacanya secara terus menerus, yaitu membaca tarqiq bila bacaan itu termasuk bacaan yang harus dibaca tarqiq dan dibaca tebal (tafkhim) bilamana bacaan itu termasuk bacaan tafkhim. Juga dibaca pendek apabila bacaan itu harus dibaca pendek; yang dibaca panjang dipanjangkan; yang dibaca jelas (izh-har) maka harus dibaca jelas; yang dibaca dengung maka harus dibaca dengung; yang dibaca samar (ikhfa) harus disamarkan. Dan, huruf yang dibaca harus sesuai dengan tempat keluarnya (makhrijul huruf) dan janganlah mencampuradukkan antara satu dengan yang lainnya (misalnya, bacaan izh-har harus dibaca izh-har jangan dibaca ikhfa, dan lainnya).
    Ummu Salamah ra berkata: “Bacaan Rasulullah Saw adalah suatu bacaan yang jelas huruf-hurufnya.” (HR.Abu Dawud dan Nasa’i). [3]
     
     
     
     
     
     
    Dari keterangan diatas, memberikan pengertian bahwa dalam membaca Al-Qur’an tidak bisa terlepas dari ilmu tajwid, karena keterangan yang tadi telah dibukukan dalam ilmu tajwid. Oleh karena itu, membaca Al-Qur’an tanpa mengetahui ilmu tajwid maka bacaan tersebut sulit disebut bacaan yang benar, bahkan termasuk bacaan yang salah daan bacaan yang salah akan berakibat dosa. Sementara, perbuatan dosa harus ditinggalkan bila ingin membaca Al-Qur’an supaya tidak berdosa dan mendapat pahala, mari  kita bersama mempelajari ilmu tajwid secara keseluruhan.[4]
     
     
  3. Memahami Al-Qur’an
    Perlu kiranya menjadi catatan bagi setiap orang yang membaca Al-Qur’an hendaknya dalam membacanya tidak sekedar membaca saja, akan tetapi harus disertai dengan penuh perhatian. Tadabbur (menyimak), khusyuk’ dan mendalami segala apa yang terkandung dalam ayat tersebut. Sebab dengan cara yang demikian ini akan dapat membuka kalbu dan sekaligus dapat memancarkan sinarnya. Banyak diantara ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang hal itu, antara lian adalah firman Allah SWT:
     
    أَ فَلاَ يَتَدَ بَّرُونَ الْقُرْآنَ
    Artinya: “Tidaklah mereka perhatikan Al-Qur’an.” (An-Nisa:82)
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
    Artinya : “Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan” (QS. Ar Rad : 17)
    Allah mengumpamakan yang benar dan yang bathil dengan air dan buih atau dengan logam yang mencair dan buihnya. Yang benar sama dengan air atau logam murni yang bathil sama dengan buih air atau tahi logam yang akan lenyap dan tidak ada gunanya bagi manusia.
     
    Firman-Nya yang lain:
    كَتَابُ أَنْزَ لنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكُ لِّيَدَّ بَّرُوا ءَ ايَاتِهِ وَلِيَتَذَ كَّرَأُولُوا الأَ لْبَابِ
    Artinya: “Inilah kitab yang kami turunkan kepadamu yang mengandung berkah, supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya menjadikan pelajaran bagi orang-orang yang berakal.” (Shad: 29).
    Ayat tersebut juga masih dikuatkan dengan beberapa hadist dan fatwa para ulama salaf. Ada beberapa peristiwa yang berkaitan dengan membaca Al-Qur’an, antara lain adalah: bahwa ada sekelompok ulama salaf yang membaca satu ayat Al-Qur’an secara diulang-ulang dan memperhatikan artinya hingga datang waktu malam berikutnya. Ada juga yang sampai meninggal dan Al-Qur’an masih disampingnya. Peristiwa lain sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bahaz bin Al-Hakim, bahwa Zirarah bin Abi Aufa, pernah menjadi imam pada shalat fajar. Lalu ketika bacaannya sampai pada ayat:
    “Apabila ditiup terompet, maka hari itulah amat susah.” (Al-Muddatsir:8-9).
    Tiba-tiba ia jatuh dan meninggal pada saat itu.
    Imam Ahmad bin Abil Hawari telah meriwayatkan dari Imam Abul Qasim Al-Junaid ra. Ia berkata:
    “Apabila Al-Qur’an itu dibaca dihadapannya, hatinya begitu tersentuh sehingga ia menjerit merasakan maknanya.”
    Sementara Imam As-Sayyid Al-Jalil Ibrahim Al-Khawash ra, berkata: “Obat yang dapat menyembuhkan penyakit hati itu ada lima macam:
  1. Membaca Al-Qur’an dengan penuh perhatian dan penghayatan.
  2. Mengosongkan isi perut (tidak makan minum berlebih-lebihan).
  3. Qiyamul Lail (bangun diwaktu malam untuk bermunajat kepada Allah SWT).
  4. Bertadharru’ (bermunajat) kepada Allah saat menjelang sahur.
  5. Bergaul dengan orang-orang yang baik.
    Mengulang-ulang ayat yang dibaca dan sekaligus mendalami isi kandungannya. Banyak hadist Rasulullah Saw dan atsar dari ulama salaf yang memerintahkan hal itu. Kami telah meriwayatkan dari Abu Dzar ra, ia berkata: “Pada suatu kesempatan, Rasulullah Saw membaca suatu ayat dan mengulang-ulangnya hingga datang waktu pagi. Adapula ayat yang beliau baca adalah:
    إِ نْ تُعَذِّ بْهُمْ عِبَا دُ كَ
    Artinya: “Jika Allah mengazab mereka, maka sesungguhnya mereka itu hambamu.” (Al-Maidah:118) HR. Nasa’i dan Ibnu Majah
    Dari Tamim Ad-Dari ra, ia berkata, bahwa Rasulullah Saw mengulang-ulang membaca ayat Al-Qur’an hingga pagi hari. Ayat yang beliau Saw baca adalah:
    أَمْ حَسِبَ الَّذِيْنَ اجْتَرَحُوْاالسَّيِّئَاتِ أَنْ نَجْعَلَهُمْ كَا لَّذِيْنَ آمَنُوْا وَعَمِلُوْااصَّالِحَاتِ
    Artinya: “Apakah orang-orang yang berbuat kejahatan itu mengira bahwa Kami akan menjadikan mereka sama dengan orang-orang yang beriman dan beramal shaleh.” (Al-Jatsiyah:21).
     
    Dari Ubadah bin Hamzah ra, ia berkata: “Aku pernah masuk rumah Asma’, saat itu ia mengulang-ulang ayat 27 surat At-Thuur:
    “Allah telah memberi karunia atas kamu dan menghindarkan kamu dari azab neraka.”
    Aku berhenti sambil mendengarkan ayat itu dan lama aku menunggu, tetapi ia tetap mengulang-ulang, lalu aku pergi belanja ke pasar dan kembali lagi, ternyata ia masih mengulang-ulang bacaan itu dan dilanjutkan dengan berdo’a.[5]
     
     
  1. Mengamalkan Al-Qur’an
    Sebagai pedoman hidup, Al-Qur'an merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. M.Quraish Shihab mengatakan bahwa yang dimaksud petunjuk adalah petunjuk agama atau syari'at, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur keselamatan hidup dari dunia dan akhirat. Peraturan yang merupakan petunjuk ke jalan yang lurus. Sebagaimana Firman Allah swt. dalam Al-Qur'an (Surat Al-Isra' (17) : 9)
    Artinya: “Sesungguhnya Al-Qur'an memberi petunjuk ke jalan yang lurus dan
                    memberi kabar gembira kepada orang-orang yang mengerjakan amal sholeh bagi mereka adalah pahala yang besar”.
    Artinya : “Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar[518]." Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya). (QS. Al An’aam : 151)
    Maksudnya yang dibenarkan oleh syara' seperti qishash membunuh orang murtad, rajam dan sebagainya.
    Mengingat demikian pentingnya peran Al-Qur'an dalam memberikan dan mengarahkan kehidupan manusia, maka belajar membaca, memahami, dan menghayati Al-Qur'an untuk kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari merupakan kewajiban bagi umat Islam.[6] Mempelajari Al-Qur’an itu merupakan keharusan bagi setiap umat Islam mulai dari membaca, menulis dan seterusnya. Memperbanyak membaca AlQur’an merupakan pekerjaan yang disukai Allah, sehingga seorang muslim memiliki hati yang hidup dan diterangi dengan petunjuk Allah. Agama Islam mendorong umatnya untuk menjadi umat yang pandai, agar menjadi pandai umat Islam harus menuntut ilmu. Ilmu adalah sebuah bekal untuk kehidupan baik di dunia maupun di akhirat. Kewajiban umat Islam untuk menuntut ilmu tercantum dalam hadits.
    Rasulullah saw. bersabda:
    ...  َﻃَﻠُﺐ اْﻟِﻌْﻠِﻢ َﻓِﺮﻳَﻀٌﺔ َﻋَﻠﻰ ُآﻞ ُﻣْﺴِﻠﻢ
    Artinya : “Mencari ilmu adalah fardhu bagi setiap orang Islam,...” (H.R Ibnu Majah).[7]
     
    Hadits di atas menjelaskan bahwasanya bagi setiap individu yang
    beragama Islam baik laki-laki maupun perempuan, muda ataupun tua,  dalam
    keadaan normal ataupun berkebutuhan khusus (diffabel) berkewajiban untuk
    menuntut ilmu. Kewajiban menuntut ilmu tidak ada batasan dan dilakukan
    sepanjang hayat (long life education).    
          
                   
  2. Mendakwahkan Al-Qur’an
    Surat An Nahl : 125
    ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan Hikmah[8] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
 
 
Artinya :” Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali Imran : 104)
Ma'ruf Maksudnya segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang diserukan kepada manusia ialah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW berupa Al-Qur’an Sunnah, dan pelajaran yang baik; yakni semua yang terkandung di dalamnya berupa larangan-larangan dan kejadian-kejadian yang menimpa manusia (di masa lalu). Pelajaran yang baik itu agar dijadikan peringatan buat mereka akan pembalasan Allah Swt. (terhadap mereka yang durhaka). Firman Allah Swt.
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. (An-Nahl: 125)
Yakni terhadap orang-orang yang dalam rangka menyeru mereka diperlukan perdebatan dan bantahan. Maka hendaklah hal ini dilakukan dengan cara yang baik, yaitu dengan lemah lembut, tutur kata yang baik, serta cara yang bijak.
Adapun firman Allah Swt.:
Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang sesat dari jalan-Nya. (An-Nahl: 125)
Maksudnya, Allah telah mengetahui siapa yang celaka dan siapa yang berbahagia di antara mereka, dan hal tersebut telah dicatat di sisi-Nya serta telah dirampungkan kepastiannya. Maka serulah mereka untuk menyembah Allah, dan janganlah kamu merasa kecewa (bersedih hati) terhadap orang yang sesat di antara mereka. Karena sesungguhnya bukanlah tugasmu memberi mereka petunjuk. Sesungguhnya tugasmu hanyalah menyampaikan, dan Kamilah yang akan menghisab.
Dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya:
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi. (Al-Qasas: 56)
Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 272)[9]
Ayat tersebut di atas (QS. An-Nahl:125), dipahami oleh sementara ulama sebagai menjelaskan tiga macam metode dakwah yang harus disesuaikan dengan sasaran dakwah. Terhadap cendekiawan yang memiliki pengetahuan tinggi diperintahkan menyampaikan dakwah dengan hikmah yakni berdialog dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian mereka. Terhadap kaum awam, diperintahkan untuk menerapkan mau’izhah yakni memberi nasihat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf pengetahuan mereka yang sederhana. Sedang terhadap Ahl al-Kitab dan penganut agama-agama lain yang diperintahkan adalah jidal/perdebatan dengan cara yang terbaik yaitu dengan logika dan retorika yang halus, lepas dari kekerasan dan umpatan.[10]
Begitu juga dalam sebuah hadist diterangkan,
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
Artiya: “Sebaik-baiknya dari kamu sekalian ialah orang yag mempelajari (belajar) Al-Qur’an dan mau mengajarkannya.” (HR.Bukhari).
 
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
Kalaulah tidak semua anggota masyarakat dapat melaksanakan fungsi dakwah, maka hendaklah ada di antara kamu wahai orang-orang yang beriman segolongan umat, yakni kelompok yang pandangan mengarah kepadanya untuk diteladani dan didengar nasihatnya yang mengajak orang lain secara terus-menerus tanpa bosan dan lelah kepada kebajikan, yakni petunjuk-petunjuk Ilahi, menyuruh masyarakat kepada yang makruf, yakni nilai-nilai luhur serta adat istiadat yang diakui baik oleh masyarakat mereka, selama hal itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai Ilahiyah dan mencegah mereka dari yang munkar; yakni yang dinilai buruk lagi diingkari oleh akal sehat masyarakat. Mereka yang mengindahkan tuntunan ini dan yang sungguh tinggi lagi jauh martabat kedudukannya itulah orang-orang yang beruntung, mendapatkan apa yang mereka dambakan dalam kehidupan dunia dan akhirat.[11]
Ayat-ayat diatas secara tegas memerintahkan kita untuk melaksanakan dakwah Islam. Perintah tersebut ditunjukkan dalam bentuk kata perintah (fi’il amr) yaitu dengan kata “serulah” (ادع) sedangkan dalam surat Ali Imran ayat 104 kata perintahnya berupa “Dan hendaklah ada di antara kamu sekelompok orang yang menyeru….” (ولتكن). Perintah yang pertama lebih tegas daripada perintah yang kedua. Perintah pertama menghadapi subjek hukum yang hadir, sedangkan subjek hukum dalam perintah kedua tidak tidak hadir (in absentia). Selain itu, pesan dari perintah pertama lebih jelas, yakni “berdakwalah”, sedangkan pesan dari perintah kedua hanya “hendaklah ada sekelompok orang yang berdakwah”.
Dalam kaidah Ushul Fikih disebutkan “Pada dasarnya, perintah itu menunjukkan kewajiban (al-Ashl fi al-amr li al-wujub)”. Dengan demikian sangat jelas bahwa perintah berdakwah dalam kedua ayat tersebut adalah perintah wajib.[12]

 
BAB III
PENUTUP
 
  1. Kesimpulan
    Al-Qur’anul-karim adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Rasulullah saw., termasuk ibadah bagi orang yang membacanya, dan dibatasi oleh beberapa surah, orang yang memindahkan bacaannya kepada  kita merupakan pemindahan bacaan yang mutawatir (bersambung sanadnya kepada rasulullah).
    Obat yang dapat menyembuhkan penyakit hati itu ada lima macam:
  1. Membaca Al-Qur’an dengan penuh perhatian dan penghayatan.
  2. Mengosongkan isi perut (tidak makan minum berlebih-lebihan).
  3. Qiyamul Lail (bangun diwaktu malam untuk bermunajat kepada Allah SWT).
  4. Bertadharru’ (bermunajat) kepada Allah saat menjelang sahur.
  5. Bergaul dengan orang-orang yang baik.
    Mengulang-ulang ayat yang dibaca dan sekaligus mendalami isi kandungannya. Banyak hadist Rasulullah Saw dan atsar dari ulama salaf yang memerintahkan hal itu
  1. Saran
    Dengan selesainya penulisan makalah ini, maka penulis mengharap kepada pembaca sekiranya menemukkan kesalahan pada makalah ini untuk memperbaikinya. Sebab penuls bukanlah orang sempurnya yang tidak lepas dari sifat kekeliruan, sehingga penulis juga biasa melakukan kesalahan. Dan jika ada sesuatu yang biasa dijadikan bahan kajian oleh pembaca maka penulis akan merasa termotivasi. Saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun semangat penulis akan selalu ditunggu oleh penulis.


[1] Otong Surasman,”Metode Insan”, Gema Insani. Jakarta, 2002, hlm. 15-16
[2] Imam Nawawi,”Etika Ahlul Qur’an”. Pustaka Mantika, Solo. 1997, hlm.148
[3]Ibid.,hlm.82
[4] Otong Surasman,op. cit hlm. 22-23
[5] Imam Nawawi,op. cit. Hlm. 75-78
[6] Abuddin Nata, M.A.,” Al-Qur'an dan Hadits”, (Jakarta Utara, PT RajaGrafindo Persada,,1993, hlm. 55-56.
[7] Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Ibnu Majah, “Terjamah Sunan Ibnu Majah Jilid 1”, (Semarang: CV. Asy Syifa’, 1993), hlm. 181-182.
 
[9] Ibnu Kasir,”Tafsir Ibnu Kasir”, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2002. hlm. 292-293.
[10]M. Quraish Shihab, “Tafsir Al-Mishbah Volume 7”, Jakarta: Lentera Hati, 2002, hlm 385-386.
[11] M. Quraish Shihab, “Tafsir Al-Mishbah Vol 2”, Jakarta: Lentera Hati, 2007, hlm. 173
[12] Moh. Ali Aziz, “Ilmu Dakwah", Jakarta: Kencana, 2008. hlm: 147.

Renungkanlah !!! Apa itu cinta??

Renungkanlah!!!!Apa itu cinta?? Apakah telapak tanganmu berkeringat, jantungmu berdetak cepat, dan suaramu tercekat saat berada di dekatnya...