Selasa, 28 Agustus 2018

Resume Buku Metodelogi Penelitian



NAMA : RAHAYU
KELAS : PAI 4 B
B.STUDI : METODOLOGI PENELITIAN
DOSEN PENGAMPU : Dr. Heru Setiawan, S. Pd. I, M. Pd. I
Sumber : E-book, Metodologi Penelitian Kualitatif Dr. Ibrahim, MA
STAI An-Nadwah Kuala Tungkal
 
Text Box: [Type the document title]


 



















  1. Paradigma Kualitatif

Dari banyak definisi yang diberikan, dapat dipahami bahwa paradigma penelitian adalah cara pandang, kepercayaan, asumsi, konsep, proposisi, atau persepsi yang mendasari pikiran dan cara kerja dalam penelitian (lihat misalnya Bogdan & Biklen, 1982; Harmon, 1970; Capra, 1996). Jadi paradigma penelitian kualitatif adalah cara pandang, kepercayaan, asumsi, konsep, proposisi, atau persepsi mengenai cara kerja penelitian yang bersifat naturalistik, dengan pendekatan subjektif, serta penilaian interpretif dan kontekstual.

Dari sisi asumsi, paradigma penelitian kualitatif memandang bahwa kenyataan dibangun secara sosial, karenanya bersifat konplek, saling terkait, tidak bisa diukur secara matematis. Sebaliknya memerlukan pendekatan dari dalam (emik) dalam prosesnya.

Dari sisi maksud, paradigma penelitian kualitatif berpandangan bahwa memahami realitas sosial yang dinamis mesti dilakukan secara kontekstual, interpretif dan bersifat subjektif. Dari sisi pendekatan, paradigma penelitian kualitatif dimulai dari lapangan dan berakhir dengan hipotesis (pernyataan ilmiah) dan teori lapangan (grounded), dengan peneliti sebagai instrumen utamanya, untuk mencari pola, pluralism dan kompleksitas, serta diolah secara naratif dan deskriptif. Naratif bermakna penjelasan dan uraian dengan kata atau kalimat, bukan numeric atau pointer, atau angka-angka. Deskriptif bermakna memaparkan sedetil dan selengkap mungkin mengenai realitas yang dikaji.

Dari sisi peranan peneliti, paradigma penelitian kualitatif menempatkan peneliti sebagai terlibat secara pribadi dalam keseluruhan proses penelitian, dalam sebuah relasi yang bersifat empatik. Dari sisi desain, paradigma penelitian kualitatif menyakini bahwa perencanaan penelitian sifatnya umum, garis besar saja, pleksibelitas, dan mungkin berubah atau mengalami perkembangan dan penyempurnaan bersamaan dalam proses penelitian.

Dengan memahami paradigma penelitian kualitatif di atas, bukan saja membantu kita untuk memahami cara kerja dalam melakukan penelitian kualitatif, melainkan juga memberikan pengetahuan terhadap perkembangan paradigma penelitian ini di tengah paradigma penelitian lainnya.

Jensen (1991) dalam Mulyana (2003: ix) mengemukakan dua alasan historis yang memicu perkembangan paradigma penelitian kualitatif, yakni; pertama, kondisi internal dalam komunitas ilmiah yang mempertanyakan daya eksplanatori pendekatan empiris konvensional dalam ilmu-ilmu sosial. Kedua, kondisi eksternal di luar komunitas ilmiah yang terkait dengan perubahan dan dinamika sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya yang memerlukan daya adaptasi, termasuk pengaruh perkembangan teknologi komunikasi dan informasi modern.

Senada dengan Jensen, Guba dan Lincoln (2009: 129- 145) sesungguhnya juga telah memberikan satu pandangan kritis terhadap faktor yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan paradigma penelitian kualitatif dalam sejarah ilmiah, yakni kritik internal dan kritik eksternal.

Kritik internal (intraparadigma) muncul atas ketidak-puasannya dengan paradigma penelitian ketika itu yang terkesan melepaskan konteks dari realitas yang dikaji, mengabaikan makna dan tujuan dari sebuah perilaku yang diamati, memisahkan teori utama dari konteks lokal dengan pendekatan emik kepada pendekatan etik, cendrung menyeragamkan data (kasus) umum terhadap kasus individual (generalisasi), serta mengesampingkan dimensi penemuan dalam penelitian.

Kritik eksternal (ekstraparadigma) muncul atas ketidak-percayaan akan paradigma penelitian ketika itu yang cendrung ketidak-saling-bergantungannya fakta dan teori dimana sesungguhnya fakta itu sarat akan teori, fakta itu sarat nilai, karenanya hubungan peneliti dengan orang yang diteliti mesti dilihat sebagai saling mempengaruhi.

 

 

 

 

 

 

 

  1. Karakteristik Penelitian Kualitatif

  1. Perbedaan dari sisi aksioma

Aksioma adalah pandangan dasar, yang meliputi realitas, hubungan peneliti dengan yang diteliti, hubungan variabel, kemungkinan generalisasi dan pranan nilai.

Sifat realitas.

Terdapat perbedaan yang jelas antara penelitian kualitatif dengan kuantitatif dalam memandang relitas, gejala atau objek yang diteliti. Kuantitatif dengan paradigma positivistiknya memandang realitas itu sebagai sesuatu yang kongkrit, dapat diamati dengan panca indera, dapat dikatagorikan menurut jenis, bentuk, warna, dan prilaku, tidak berubah, dapat diukur dan diverifikasi. Sementara penelitian kualitatif dengan paradigma postpositivistiknya atau interpretifnya memandang realitas atau objek sebagai dinamis, hasil konstruk pemikiran dan interpretasi terhadap gejala yang diamati, utuh (holistic) dan bersipat satu kesatuan tidak dapat dilihat secara parsial dan terpisah. Realitas dalam penelitian kualitatif tidak hanya yang tampak (teramati) sebagaimana pada kuantitatif, melainkan sampai di balik yang tampak (tak teramati).

Contohnya memancing; Pada penelitian kuantitatif hanya akan menafsirkan bahwa memancing adalah kegiatan mencari ikan. Sedangkan penelitian kualitatif bukan hanya melihat memancing sebagai pekerjaan mencari ikan, melainkan mencari alasan mengapa ia memancing, untuk apa ia memancing dan sebagainya (Sugitono, 2013:11)

Hubungan peneliti dengan yang diteliti

Penelitian kuantitatif percaya bahwa kebenaran itu di luar dirinya (independen), karena itu hubungan antara peneliti dengan yang diteliti harus dijaga jaraknya (terpisah). Sementara penelitian kualitatif meyakini bahwa kebenaran itu terikat oleh konteks, karena itu interaksi yang baik dengan sumber data mesti dibangun, bahkan secara mendalam. Keyakinan inilah yang menempatkan peneliti sebagai human instrument dan sekaligus key instrument dalam berbagai teknik pengumpulan data.

 

  1. Perbedaan dari sisi proses penelitian

Dari sisi proses, perbedaan penelitian kualitatif dengan kuantitatif juga dapat dilihat dengan jelas. Beberapa perbedaan dari sisi proses dapat dijelaskan sebagai berikut. Titik berangkat penelitian.

Penelitian kuantitatif berangkat dari pengetahuan yang jelas (teoritis) dan sudah pasti. Karenanya penelitian ini sering juga dikenal dengan pengujian teori. Seorang peneliti kuantitatif bukan saja harus memahami persoalan yang akan diteliti dalam bentuk rumusan masalah, melainkan juga harus menguasai teori-teori tertentu yang terkait dengan persoalan (masalah) yang akan diteliti. Dengan kata lain, seorang peneliti kuantitatif ibaratkan seorang pekerja bangunan yang bukan saja sudah siap dengan konsep bangunan yang akan dikerjakannya, melainkan juga sudah siap dengan seluruh peralatan dan perlengkapan kerjanya. Dan pada akhirnya, hasil pekerjaan tersebut akan mengikuti konsep bangunan yang telah dipikirkan dengan perlengkapan dan alat yang telah disiapkan sebelumnya.

Sementara penelitian kualitatif adalah sebaliknya. Bogdan (dalam Sugiyono, 2013: 19) mengumpamakan peneliti kualitatif sebagaimana orang yang mau piknik, yang baru tahu tempat tujuan piknik, tapi belum tahu secara detil (pasti) apa-apa yang menarik di tempat itu. Ia baru tahu detilnya setelah sampai di tempat piknik, setelah melihat secara langsung situasi dan kondisi objek. Peneliti kualitatif juga dapat diibaratkan seperti orang asing yang mau melihat pertunjukan wayang kulit. Ia belum tahu apa, mengapa dan bagaimana wayang kulit itu. Ia baru tahu setelah melihat, mengamati dan menganalisis dengan serius pertunjukan wayang kulit itu. Dari pengalaman inilah ia dapat melaporkan dan mendeskripsikan apa dan bagaimana kesenian wayang kulit itu. Deskripsi inilah yang akhirnya dapat menjadi konsep atau teori mengenai bentuk, hakikat dan makna kesenian wayang kulit. Karena itulah penelitian kualitatif disebut sebagai penelitian yang bermula dari lapangan dan berakhir dengan menemukan teori atau konsep baru.

 

 

Cara kerja penelitian

Sebagaimana titik berangkat penelitiannya yang jelas, cara kerja dalam penelitian kuantitatif pada hakikatnya adalah untuk membuktikan secara jelas dan pasti mengenai aspek-aspek tertentu atau variabel, atau hubungan diantara variabel tersebut dalam penelitian. Karena itu, sifat kepastian yang harus dipenuhi dalam proses penelitian kuantitatif bukan saja menyangkut variabel (masalah yang diteliti), melainkan pilihan strategi, metode, dan teknik yang digunakan. Sifat matematis dengan uji statistik menjadi ciri utama dalam proses penelitian kuantitatif. Dengan proses inilah peneliti kuantitatif dapat membuktikan kebenaran asumsi teoritis (hipotesis) yang dibangunnya dalam sebuah penelitian. Karena itulah, cara kerja dalam penelitian kuantitatif lebih dikenal dengan pendekatan objektivitas dan positivistik.

Sementara cara kerja dalam penelitian kualitatif lebih bersifat mengalir, berproses, menyesuaikan dengan situasi dan kondisi lapangan (konteks alamiah/naturalistik), dan bersifat spesifik (khas). Penelitian kualitatif tidak menguji teori atau hipotesis, melainkan mengamati, memahami dan menafsirkan realitas secara baik, cermat, konprehenshif, dan mendetail hingga diperolehnya sebuah pemahaman atau tafsiran yang baik dan sistematis mengenai realitas yang diteliti. Dengan kata lain, tidak ada ukuran yang jelas dan pasti (matematis dan statistik) dalam penelitian kualitatif. Yang ada adalah tafsiran subjektif peneliti dalam memahami dan menafsirkan realitas yang diteliti. Mulai dari penentuan fokus hingga pemilihan metode dan teknik adalah bersifat alamiah (natural). Karena itu, penelitian kualitatif juga dikenal dengan pendekatan subjektif dan naturalistik.

Titik akhir penelitian

Sub bahasan di atas sesungguhnya telah memberikan bayangan mengenai perbedaan titik akhir (tujuan/ending) darikedua penelitian tersebut. Pada penelitian kuantitatif, tujuan akhir atau ending yang harus didapatkan adalah pembuktian mengenai variabel atau hubungan variabel yang telah diungkapkan sejak dari rumusan masalah hingga hipotesis (dugaan teoritis). Penelitian dianggap selesai jika telah mampu menjawab ada atau tidaknya hubungan variabel dalam penelitian, terbukti atau tidaknya dugaan teoritis (hiptesis) yang telah dibangun selama penelitian dijalankan melalui uji validitas dan reliabelitas data, dengan pendekatan matematis dan statistik.

Dengan kata lain, penelitian kuantitatif dianggap selesai jika pertanyaan dalam rumusan masalah sudah terjawab dengan jelas berdasarkan teori yang digunakan, hipotesis yang dibangun, langkah kerja yang sistematis (proses kerja kuantitatif ), dan terbukti secara teoritis (uji statistik).

Sementara pada penelitian kualitatif, penelitian dianggap berakhir (selesai) jika persoalan yang menjadi fokus penelitian sudah dapat dijelaskan secara sistematis dan konprehenshif, rinci dan mendalam. Dengan kata lain, penjelasan naratif dan deskriptif yang detil, rinci, sistematis, argumentatif, jelas dan mudah dipahami menjadi kekuatan hasil penelitian kualitatif. Karena itu, proses pemilahan data dan informasi yang baik (mulai dari reduksi, display dan verifikasi) hingga uraian yang baik dan sistematis menjadi bagian integral dan tak terpisahkan dalam menentukan kualitas hasil penelitian kualitatif.

Apa yang menjadi jawaban dari pertanyaan penelitian, baik utama (mayor research) maupun penjabaran (minor research) dapat dijelaskan secara baik, detil, jelas dan konprehenshif menjadi ukuran berakhirnya penelitian kualitatif. Dengan demikian, jawaban naratif dan deskriptif mengenai fokus penelitian (mayor dan minor research) itulah yang menjadi titik akhir (ending) dari sebuah penelitian kualitatif.

Pernyataan Aksiomatik Penelitian Kualitatif

Pernyataan aksiomatik, adalah sebuah kongklusi pemahaman yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan mengenai paradigma dan karakteristik penelitian kualitatif. Pernyataan aksiomatik ini diharapkan dapat menjadi panduan dalam memahami hakikat paradigma dan karakteristik penelitian kualitatif.

Jelasnya, apa yang disebut sebagai paradigma penelitian kualitatif adalah sekumpulan kepercayaan, konsep, cara pandang & asumsi-asumsi terhadap realitas yang diteliti dan cara kerja penelitian yang bersifat alamiah (naturalistic), subjektif dan menyeluruh (holistic). Paradigma inilah yang menuntun cara kerja seorang peneliti dan sekaligus menjadi acuan akhir (ending) dari sebuah penelitian yang dilakukan. Karena itu, paradigma itu perlu dipahami dengan baik oleh setiap peneliti dengan cara antara lain mengenal karakteristik atau ciri dari suatu penelitian yang akan dilakukan. Kaitannya dengan penelitian kualitatif, maka karakteristik atau ciri atau sifat penelitian kualitatif mutlak dikenal dan kuasai sebelum dan ketika melakukan penelitian kualitatif di lapangan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

MASALAH DAN FOKUS PENELITIAN

 

Meneliti adalah mengungkap fakta. Melalui penelitian seseorang berupaya menemukan, menjelaskan dan menguraikan suatu fakta, peristiwa dan atau realitas. Karena itu, setiap penelitian yang baik semestinya berangkat dari realitas adanya persoalan yang tampak, yang dengan dan karena persoalan itulah munculnya keinginan/keharusan untuk dilakukan penelitian (Kaelan, 2012: 65). Artinya bahwa, penelitian yang baik tidaklah berangkat dari suatu dugaan belaka, angan-angan, hayalan atau halusinasi, apalagi mimpi. Penelitian yang baik mesti berangkat dari realitas atau sesuatu yang nyata, jelas persoalannya, sehingga diperlukan solusi atau jawaban yang jelas dan juga nyata melalui proses penelitian ilmiah.

Terkait dengan realitas nyata sebagai titik berangkat sebuah penelitian ilmiah, Immanuel Kant, seorang filosof Jerman yang hidup tahun 1724-1804 M, telah mengingatkan adanya dua realitas dalam kehidupan ini, yakni realitas phenomena dan realitas neumena. Realitas phenomena adalah realitas yang dapat dibuktikan secara jelas, nyata dan kongkrit. Karenanya relitas ini menjadi lahan kajian dunia ilmiah, termasuk penelitian. Sementara realitas neumena adalah realitas yang abstrak dan tak dapat dibuktikan secara jelas, nyata dan kongkrit oleh ilmu pengetahuan. Karenanya realitas ini tidak bisa didekati atau dikaji secara ilmu pengetahuan ilmiah. Realitas neumena ini hanya dapat didekati dengan keyakinan iman.

Dalam konteks penelitian pun, realitas phenomena lah yang mesti menjadi titik berangkat kajian. Bahkan realitas tersebut harus tampak dengan jelas persoalannya. Bukan dugaan belaka, hayalan, angan-angan, halusinasi dan mimpi.

Sebagai titik berangkat sebuah penelitian, realitas ini dapat dilihat dari hubungan antara dua faktor atau lebih. Dalam persoalan kemanusiaan misalnya, bangsa Indonesia dikenal dengan masyarakatnya yang agamis, relegius dan ramah yang mestinya dalam prakteknya juga mencerminkan pandangan hidupnya yang bersumber pada nilai-nilai dan aturan keagamaan. Namun dalam kenyataannya terdapat banyak penyimpangan perilaku hidup masyarakatnya seperti korupsi, kolusi, nepotisme meraja lela, manipulasi, kekerasan dan tindak kejahatan lainnya masih banyak terjadi. Realitas di atas memunculkan persoalan, mengapa bisa terjadi keadaan yang demikian? Apa yang salah dengan masyarakat bangsa yang demikian? Disinilah muncul pentanyaan dasar yang bisa menjadi titik berangkat sebuah penelitian sosial keagamaan.

Masalah dan Fokus

Ada dua istilah penting dalam sebuah penelitian, yang sesungguhnya menjadi penentu (substansi) baik atau tidaknya sebuah penelitian, yakni masalah dan fokus. Masalah (problem) sesungguhnya tidak sama dengan fokus (focused). Meskipun dalam realitasnya, masalah dan fokus seringkali digunakan untuk mencirikan suatu penelitian kuantitatif atau kualitatif. Artinya bahwa, untuk penelitian kuantitatif, masalah dan rumusan masalah menjadi istilah yang khas, sebagaimana fokus menjadi karakteristik pada penelitian kualitatif. Sederhananya, istilah masalah dan rumusan masalah banyak digunakan oleh peneliti kuantitatif. Sedangkan istilah fokus banyak digunakan untuk penelitian kualitatif.

Meskipun kedua istilah tersebut (masalah dan fokus) memiliki makna yang berbeda, dan digunakan sebagai sebuah ciri penelitian sebagaimana di atas, akan tetapi keduanya tidak bisa dipisahkan. Keduanya senantiasa melengkapi satu sama lain. Karena itu, untuk memulai kajian ini, penting difahami definisi kedua istilah ini dalam penelitian kualitatif.

Masalah menurut Moleong (2006: 93) adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang menimbulkan tanda tanya dan dengannya memerlukan upaya untuk mencari sesuatu jawaban. Dalam definisi yang umum, apa yang disebut dengan masalah itu adalah ketika adanya hubungan yang tidak wajar antara dua faktor: des sein (harapan) dengan das sollen (kenyataan). Atau ketika didapat adanya ketidak-sesuaian hubungan antara realitas dengan idealitas. Kesenjangan inilah yang lazimnya menjadi kata kunci masalah untuk sebuah penelitian.

Sementara fokus (focused) secara bahasa bermakna titik api (terang, jelas), pusat perhatian (Echol & Shadily, 2000: 250). Fokus juga bisa dimaknai sebagai sasaran, titik pusat, arah atau orientasi, dan pilihan. Dengan demikian, fokus penelitian dapat dipahami sebagaimana makna asal kata tersebut, yakni: 1) sebagai objek yang dipilih untuk dijadikan sasaran penelitian. 2) sebagai titik pusat dimana penelitian akan diarahkan atau dilakukan. 3) sebagai arah atau orientasi penelitian yang akan dilakukan. 4) sebagai pilihan aspek, orientasi, atau objek dalam sebuah penelitian.

Karena itu, fokuslah sesungguhnya yang akan mengarahkan seorang peneliti akan mengamati apa, mengkaji apa dan melibatkan siapa. Bahkan menurut Moleong (2006: 115), seorang peneliti pasti memiliki orientasi dalam setiap penelitian yang dilakukannya, baik teoritis maupun paradigmanya, baik karena pengetahuan maupun dengan pengalamannya.

Fokus dalam penelitian kualitatif bersifat terbuka, artinya tidak ada keharusan bagi seorang peneliti untuk menganut suatu orientasi teori arau paradigma tertentu. Fokus lebih ditentukan oleh pilihan subjektif seorang peneliti. Fokuslah yang menjadi pembatas masalah dalam penelitian. Karena itu, menentukan fokus dan merumuskannya menjadi titikberangkat bagi sebuah penelitian kualitatif.

Perumusan Masalah dalam Penelitian

Merumuskan masalah apa yang akan diteliti merupakan pekerjaan utama dalam penelitian, sebab ia menjadi titik berangkat sebuah penelitian dilakukan. Jelasnya sebuah masalah dalam penelitian akan membantu bagi seorang peneliti untuk memilih fokus apa yang akan dikaji. Dalam prakteknya, ada beberapa istilah yang terkait dengan apa yang disebut sebagai masalah dalam penelitian kualitatif, yakni: problematik, keistimewaan, keunikan, dan kekinian.

Problematik bermakna adanya persoalan atau permasalahan dalam hubungan-hubungan faktor, atau suatu keadaan dimana kenyataan tidak berwujud sebagaimana yang diharapkan. Keadaan inilah yang umumnya digunakan dalam definisi masalah di atas, dimana terjadinya situasi kesenjangan antara realitas (kenyataan-des sein) dengan idealitas (harapan-das sollen), sehingga memerlukan jawaban (pencarian solusi) terhadap situasi tersebut. Artinya, jika ada situasi dan kondisi yang problematik seperti itu, maka itu disebut sebagai adanya masalah, dan dapat dilakukan penelitian.

Keistimewaan bermakna adanya situasi yang luar biasa, monumental dan mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan situasi pada umumnya. Sesuatu itu dianggap istimewa jika di dalamnya terdapat nilai-nilai lebih dibandingkan dengan situasi dan kondisi yang lazim. Karena itu, keistimewaan ini menjadi sebuah pertimbangan untuk mengatakan sesuatu itu dapat disebut masalah, dan penting dilakukan penelitian.

Keunikan (unik) bermakna adanya situasi dan kondisi yang tidak lazim, bahkan terkesan tidak normal, karena sangat berbeda dengan realitas pada umumnya. Bahkan sesuatu yang disebut unik ini memiliki sifat yang aneh, dan mengherankan. Karena keunikan, keanehan dan ketidak-laziman inilah maka sesuatu itu bisa disebut sebagai masalah, dan dapat dilakukan penelitian.

Kekinian atau aktual bermakna situasi dan kondisi yang sedang berlangsung, yang sedang menjadi perhatian dan daya tarik banyak orang. Dengan kata lain, sesuatu yang bersifat kekinian biasanya dicirikan dengan sifat aktualitas (hangat dibicarakan), diperhatikan banyak orang, bahkan sesuatu yang diperdebatkan (kontroversi). Jika terdapat situasi dan kondisi kekinian seperti itu, maka itu dapat disebut sebagai permasalahan dan dapat dilakukan penelitian.

Terkait dengan perumusan masalah dalam penelitian, Kaelan (2012: 70-71) dalam bukunya Metode Penelitian Kualitatif Interdisipliner menulis tiga bentuk yang lazim digunakan berdasarkan level of explanation, yakni:

  1. Rumusan masalah yang bersifat deskriptif, yang memandu peneliti untuk mengungkapkan atau melukiskan situasi sosial, budaya dan keagamaan secara menyeluruh, dengan segala aspeknya.
  2. Rumusan masalah yang bersifat komparatif, yang memandu peneliti membandingkan suatu konteks sosial, budaya dan keagamaan tertentu dengan konteks sosial, budaya dan keagamaan lainnya.
  3. Rumusan masalah yang bersifat asosiatif atau hubungan, yang memandu peneliti untuk mengkonstruksi hubungan antar situasi sosial, budaya dan keagamaan satu dengan lainnya. Hubungan yang dimaksud dapat berupa hubungan simetris (setingkat-bersamaan), hubungan kausalitas (sebab akibat), ataupun hubungan resiprokal (saling mempengaruhi).
    PENDEKATAN DAN METODE
     
    Secara bahasa, pendekatan berasal dari kata dekat yang dibubuhi dengan imbuhan pen dan an sehingga menjadi pen-dekat-an. Jika kata dekat diartikan sebagai sesuatu yang berada pada posisi yang tak berjarak, bahkan menyatu, maka pendekatan adalah setiap upaya yang dilakukan untuk menjadi sesuatu dalam posisi yang tak berjarak atau menyatu. Dengan kata lain pendekatan dapat diartikan sebagai upaya mendekati sesuatu dengan cara atau teknik tertentu, dan dengan maksud tertentu pula, supaya tidak ada jarak yang memisahkan antara satu aspek dengan aspek lainnya.
    Dalam kamus Bahasa Inggris, pendekatan disebut dengan approach yang berarti mendekati, mendatangi, tindakan permulaan, menemui, menjelang, jalan menuju, menghampiri (Echols & Shadily, 2000: 35). Dengan demikian approach atau pendekatan adalah setiap tindakan atau upaya yang ditempuh untuk mendekati, mendatangi, memulai, menemui, menjelang, menuju, atau menghampiri sesuatu yang dimaksudkan.
    Dalam konteks penelitian, approach atau pendekatan itu dapat dipahami sebagai upaya atau tindakan yang disiapkan dan dilakukan untuk memulai proses penelitian, dimana dengan upaya dan tindakan tersebut dapat membantu memudahkan peneliti dalam menjalankan proses penelitian yang dilakukan. Dengan makna tersebut dapat dipahami
    pendekatan bukanlah sesuatu yang hendak dihasilkan (tujuan) dari penelitian, melainkan upaya atau tindakan pendahuluan yang dipercaya dapat membantu memudahkan peneliti sampai pada pekerjaan (hasil) yang sesungguhnya dari penelitian yang akan dilakukan. Yang pasti, pilihan pendekatan akan menjadi dasar bagi pilihan tindakan (metode) lainnya dalam penelitian. Karena itu, pendekatan selalunya menjadi bagian pertama yang harus direncanakan dan dipilih oleh peneliti dalam menentukan metodologi (cara kerja) penelitian yang akan dilakukan.
    Sementara pengertain metode dapat ditemukan dalam banyak disiplin ilmu, di dunia pendidikan misalnya ada metode mengajar, metode belajar dan sebagainya (Hisyam Zaini, dkk, 2002). Dalam ilmu komunikasi ada metode menyampaikan pesan, metode berbicara (speaking method) dan sebagainya (Devito, 1997; Deddy Mulyana, 2001). Begitupun dalam penelitian, kita mengenal metode penelitian yang bermakna cara-cara yang ditempuh, dilakukan atau dilalui dalam penelitian. Ini sesuai dengan makna metode yang berasal dari dua kata, meta dan hodos. Meta bermakna melalui, hodos bermakna jalan yang dilalui atau cara yang ditempuh. Dengan demikian metode dapat diartikan sebagai cara atau jalan yang ditempuh. Dalam konteks penelitian, metode dapat dimaknai sebagai cara-cara yang dilakukan dalam menempuh (jalan) suatu penelitian.

Dengan kata lain, apapun bentuknya, setiap penelitian pasti akan menggunakan cara-cara tertentu yang akan ditempuh atau dilakukan dalam proses penelitiannya, baik sebagai tahapan, proses, maupun tujuan akhir. Sebagai tahapan, metode dalam penelitian bermakna cara-cara tertentu yang terkait dengan tahapan dalam penelitian (a.l. tahapan pra lapangan, lapangan hingga pasca lapangan). Sebagai proses, metode dalam penelitian bermakna cara-cara tertentu yang terkait dengan proses penelitian dari awal hingga akhir (a.l. merencanakan, memilih fokus, mengumpulkan data, menganalisis dan menulis laporan/selesai). Sebagai hasil, metode dalam penelitian bermakna cara-cara tertentu yang terkait dengan tujuan penelitian untuk mendeskripsikan, menguji coba (eksperimen), menjelajah dan menemukan lebih lanjut (eksploratif) atau memperjelas bahkan memprediksi (eksplanatif), dan atau menemukan pemecahan masalah (problem solving) dan sebagainya.

Ringkasnya, sebuah penelitian dikerjakan dengan cara-cara tertentu yang dihendaki oleh peneliti, mulai dari menentukan pendekatan penelitian (lihat pilihannya dalam ragam pendekatan dalam penelitian), kemudian menetapkan pilihan metode (lihat juga pilihannya dalam pembahasan ragam metode dalam penelitian), hingga kegiatan teknis yang dilaksanakan dalam penelitian (lihat pilihannya dalam pembahasan Teknik Pengumpulan Data).

Pendekatan dalam Penelitian

Dalam konteks bicara pendekatan dalam penelitian, ada banyak istilah yang sering digunakan secara beragam pada banyak sumber tulisan mengenai metodologi penelitian, diantaranya jenis, ragam dan bentuk penelitian. Penggunaan istilah tersebut apabila dikaitkan dengan pilihan pendekatannya akan sangat membingungkan bagi peneliti pemula. Sebagai contoh pendekatan kualitatif, yang terkadang kita temukan dengan menggunakan istilah jenis penelitian kualitatif. Terkadang disebut sebagai ragam penelitian kualitatif. Dan terkadang juga bentuk penelitian kualitatif.

Semua istilah itu sesungguhnya beda, namun tidak mudah menjelaskan perbedaan masing-masingnya, apalagi jika sudah dilekatkan pada pilihan kualitatif atau kuantitatif atau kombinatif. Sebab kebanyakan dalam penjelasannya sama saja apa yang diistilahkan dengan pendekatan kualitatif dengan apa yang disebut jenis penelitian kualitatif, atau bentuk penelitian kualitatif, atau ragam penelitian kualitatif. Yang pasti; jenis, bentuk dan ragam penelitian tidaklah sama dengan pendekatan. Karena itu dalam tulisan ini hanya digunakan secara konsisten istilah pendekatan sebagaimana makna yang diinginkan dalam definisi di depan tadi.

Ragam Pendekatan dalam Penelitian

Sama halnya dengan keragaman istilah yang sering digunakan oleh banyak penulis metodologi penelitian, ada banyak pendekatan dalam penelitian. Prof. Burhan Bungin misalnya menulis dalam bukunya Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi bahwa berdasarkan pendekatan, ada sepuluh macam penelitian, yang meliputi longitudinal, cross-sectional, kualitatif, kuantitatif, grounded, survey, studi kasus, assessment, evaluasi dan aksi. Penjelasan lebih lanjut terhadap sepuluh macam penelitian dan pendekatan dalam penelitian dimaksud, sila rujuk tulisan Bungin (2013: 28-32). Dengan kata lain, sepuluh macam penelitian tersebut sama pula artinya dengan sepuluh pendekatan dalam penelitian, dimana dua diantaranya akan dibahas secara spesifik dalam kajian ini, termasuk kombinasi keduanya.

  1. Pendekatan Kualitatif
    Pendekatan kualitatif adalah cara kerja penelitian yang menekankan pada aspek pendalaman data demi mendapatkan kualitas dari hasil suatu penelitian. Dengan kata lain, pendekatan kualitatif (qualitative approach) adalah suatu mekanisme kerja penelitian yang mengandalkan uraian deskriptif kata, atau kalimat, yang disusun secara cermat dan sistematis mulai dari menghimpun data hingga menafsirkan dan melaporkan hasil penelitian. Karena itu menurut Prof. Burhan Bungin, pendekatan kualitatif adalah proses kerja penelitian yang sasarannya terbatas, namun kedalaman datanya tak terbatas. Semakin dalam dan berkualitas data yang diperoleh atau dikumpulkan maka semakin berkualitas hasil penelitian tersebut (Bungin, 2013: 29).
    Menurut Kaelan (2012: 10-16), pendekatan kualitatif dalam penelitian dicirikan dengan kesadaran bahwa dunia dengan berbagai persoalan sosial bersifat nyata, dinamis dan bersifat multidimensional, karena tidak mungkin dapat didekati dengan batasan-batasan yang bersifat eksakta (pasti dan matematis). Lebih lanjut menurutnya, manusia pada hakikatnya lebih banyak berkaitan dengan kualitas, yang oleh karenanya pendekatan kualitatif adalah bersifat alamiah (natural), kontekstual, mengutamakan perspektif emic, bersifat deskriptif dan berorientasi proses, mengutamakan data langsung dan purposive, dengan analisis induktif yang berlangsung selama proses penelitian, dimana penelitinya berperan sebagai alat utamanya (key instrument).

Sementara menurut Moleong (2006: 31), pendekatan kualitatif adalah mekanisme kerja penelitian yang berasumsi bahwa subject matter suatu ilmu sosial adalah amat berbeda dengan subject matter dari ilmu fisik/alamiah dan mempersyaratkan tujuan yang berbeda untuk inkuiri dan seperangkat metode penyelidikan yang berbeda pula. Cara kerjanya bersifat induktif, yang berisi nilai-nilai subjektif, holistik dan berorientasi pada proses. Karena itu menurutnya, pendekatan kualitatif bertujuan untuk memahami fenomena sosial melalui gambaran yang holistik dan memperbanyak pemahaman mendalam tentang suatu objek yang diteliti.

Merencanakan penelitian dengan pendekatan kualitatif sesungguhnya membawa peneliti pada rencana kerja penelitian yang bersifat deskriptif, naratif melalui uraian kata, naturalistik/ alamiah, holistik, kontekstual, mendalam, interpretif dan subjektif, dengan logika induktif dan berbagai ciri kerja lainnya pada penelitian kualitatif.

Jelasnya, pendekatan kualitatif adalah mekanisme kerja penelitian yang berpedoman penilaian subjektif nonstatistik atau nonmatematis, dimana ukuran nilai yang digunakan dalam penelitian ini bukanlah angka-angka atau skor, melainkan katagorisasi nilai atau kualitasnya. Secara hasil, pendekatan kualitatif memberikan panduan yang sangat spesifik dan rinci terhadap hasil penelitian, ia bersifat subjektif dan transferability. Karenanya tidak mungkin adanya generalisiasi dalam penelitian kualitatif.

  1. Pendekatan Kuantiatatif

Jika penelitian kualitatif menitik-beratkan pada pendalaman data sebagai aspek yang dipentingkan, maka penelitian kuantitatif lebih mementingkan pada kemampuan merekam data sebanyak-banyaknya dari populasi yang luas, untuk kemudiaan dianalisis dengan menggunakan rumus-rumus statistik dan komputer (Bungin, 2013: 29). Berdasarkan perbedaan kedua penelitian tersebut, dapat difahami beberapa hal yang menjadi ciri pendekatan penelitian kuantitatif, diantaranya titik tekan penelitian, objek penelitian, dan cara menganalisis data.

Dari sisi titik tekan penelitian, pendekatan kuantitatif memberikan fokus penelitiannya kepada keluasan populasi dan sampel penelitiannya dengan mengandalkan data yang sebanyak-banyaknya dari populasi dan sampel yang luas itu. Artinya, semakin besar jumlah populasi dan sampel yang dikaji akan semakin baik dalam penelitian kuantitatif. Karena itu, penelitian kuantitatif dikenal sebagai pendekatan populasi dan atau sampling yang digunakan untuk menggeneralisasi hasil penelitiannya.

Dari sisi objek penelitiannya, populasi atau sampel dalam penelitian kuantitatif dapat ditentukan dengan jelas sebelum penelitian dilakukan. Bahkan sebuah kemestian untuk menentukan besaran dan jumlah populasi dan atau sampel yang akan dijadikan objek penelitian. Karena itu, objek yang akan diteliti pada penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif mesti jelas (siapa dan besaran jumlahnya), termasuk perangkat-perangkat penelitiannya seperti instrumen pengumpulan data dan sebagainya. Singkatnya, dengan pendekatan kuantitatif, penelitian dijalankan sesuai dengan rencana dan kelengkapan alat apa yang telah disiapkan sebelumnya dengan matang dan terencana secara sistematis. Karena itu penelitian kuantitatif juga dikenal sebagai pendekatan penelitian yang terstruktur dan objektif (berdasarkan alat yang terverifikasi).

Dari sisi cara menganalisis, penelitian dengan pendekatan kuantitatif mengandalkan cara kerja matematis, statistika dan komputerisasi. Artinya bahwa, semua data yang dihasilkan dalam penelitian dikerjakan sebagai kumpulan angka, dan penilaian matematis, yang dapat dihitung secara statistical. Dalam proses penghitungan atau analisis, pendekatan penelitian kuantitatif juga menggunakan rumus-rumus statistik yang sifatnya baku, termasuk dalam cara kerja di komputerisasi semacam SPSS dan sebagainya. Karena itu, dari sisi ini penelitian kuantitatif disebut sebagai pendekatan penelitian yang objektif, penelitian yang cara kerja dan hasilnya dapat diuji dan diverifikasi secara sama oleh siapapun karena menggunakan teknik dan rumusan statistik yang jelas (baku). Karena itulah Moleong (2006: 55-56) menyimpulkan maksud penelitian kuantitatif sebagai bersifat generalisasi, prediksi dan penjelasan kausalitas. Dimana dari sisi pendekatannya dimulai dengan hipotesis dan teori, dengan cara manipulasi dan control, bersifat deduktif, analisis komponensial, eksperimentasi, menggunakan indikator numerical dan sebagainya.

Dengan demikian jelas bahwa pendekatan kuantitatif sangat berbeda dengan pendekatan kualitatif, baik dari sisi bentuk penelitian, paradigma berpikirnya, cara kerja, titik perhatian, memandang data, hingga proses analisis dan tujuan penelitiannya. Karena itu pendekatan kuantitatif menjadi satu-satunya pendekatan penelitian yang selalu dibandingkan secara via a vis dengan pendekatan kualitatif dalam sejarah ilmu pengetahuan ilmiah. Bahkan sampai pada pertentangan yang dahsyat diantara keduanya (lihat Deddy Mulyana, 2003). Namun demikian, tentu tidak saatnya lagi kedua pendekatan ini harus dipertentangkan sebagaimana dalam sejarahnya. Sebab pada hakikatnya, kedua pendekatan ini sesungguhnya saling menguatkan, memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Meskipun memiliki perbedaan paradigma dan cara kerja yang jelas, sebagian besar pakar justru memandang kedua pendekatan ini dapat digunakan secara bersamaan dalam satu penelitian dalam bentuk kombinatif.

  1. Pendekatan Kombinatif

Secara bahasa apa yang disebut dengan pendekatan kombinatif dalam tulisan ini adalah penggabungan dua pendekatan dalam satu penelitian. Dalam konteks ini pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang digunakan secara bersamaan dalam suatu penelitian. Terkait dengan penggabungan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dalam penelitian, ada beberapa pendapat para ahli yang setuju dan tidak setuju adanya penggabungan ini.

Pendapat yang setuju mengatakan bahwa, pendekatan kualitatif dan kuantitatif pada hakikatnya memang dapat digunakan secara bersamaan dalam satu penelitian, yang penting jelas tempat (posisi metode & data) dan penggunaan masing-masing (Brannen, 2005). Misalnya untuk data bidang/ aspek 1 digunakan pendekatan kualitatif, data bidang/ aspek 2 digunakan pendekatan kuantitatif. Begitupun dalam menentukan sumber data, pengumpulan data dan analisis data yang juga ditentukan secara jelas tempat dan penggunaannya. Atau, kombinasi kedua pendekatan tersebut dilakukan berdasarkan tahapan kerja. Contoh pengumpulan data awal yang menggunakan nilai atau kata (kualitatif) selanjutnya akan dikonversi ke dalam angka (kuantitatif) atau sebaliknya. Atau, data-data yang menggunakan angka atau skor akan dibahas dan dianalisis dengan pendekatan kuantitatif, dan data-data yang disimbolkan dengan nilai atau kata akan dianalisis dengan pendekatan kualitatif.

Singkat kata, mereka yang berpendapat bahwa pendekatan kuantitatif dan kualitatif dapat digunakan secara bersamaan dalam satu penelitian (kombinatif) mensyaratkan tempat dan penggunaan yang jelas dalam penelitian. Selain itu, kombinasi kedua pendekatan itu dalam satu penelitian juga dapat dilakukan dengan cara konversi sebagaimana penjelasan di atas.

Sementara pendapat yang mengatakan bahwa pendekatan kualitatif dan kuantitatif tidak dapat digunakan secara bersamaan dalam satu penelitian (kombinatif) berargumen bahwa kedua pendekatan tersebut memiliki perbedaan yang substantif, mulai dari prinsip hingga cara kerjanya. Karenanya tidak mungkin dapat digunakan secara bersama-sama (kombinasi) dalam suatu penelitian.

Metode dalam Penelitian

Metode dalam penelitian selalunya dibicarakan dalam klaster tersendiri, seperti metode deskripsi, metode eksperimen dan sebagainya. Sebagai sebuah cara atau ilmu tentang cara, metode dalam penelitian menjadi sebuah pilihan cara kerja yang akan dilakukan/diterapkan oleh setiap peneliti. Metode deskripsi artinya cara kerja penelitian yang dilakukan untuk maksud melukiskan, atau menggambarkan, atau menjelaskan suatu keadaan (yang diteliti) seperti apa adanya, sesuai dengan situasi dan kondisi ketika penelitian dilakukan. Sebagai satu cara kerja penelitian, maka metode deskripsi dilakukan untuk menjelaskan selengkap mungkin realitas objek yang diteliti.

Jika pendekatan bermakna sebagai upaya kerja mendekati apa yang hendak dikerjakan dalam penelitian, maka metode lebih terarah pada pilihan cara dan tindakan tertentu yang akan dilakukan di lapangan. Artinya, pilihan cara kerja (metode) baru dapat ditetapkan apabila diyakini keberadaan peneliti sudah benar-benar dekat (built in) dengan apa yang akan diteliti. Karena itu, sudah semestinya pilihan pendekatan dan metode harus singkron (sesuai).

Ragam Metode dalam Penelitian

Sama seperti perbincangan mengenai pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang seringkali ditemukan perbedaan dalam penggunaan istilahnya. Dalam konteks metode pun demikian. Dalam banyak literatur, seringkali kita menemukan istilah metode digunakan dalam konteks yang sama dengan pendekatan dan teknik, bahkan strategi. Sebagai contoh, cara kerja penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan keadaan seperti apa adanya (deskriptif) seringkali disebut sebagai pendekatan pada satu literatur, pada literatur yang lain bisa disebut sebagai metode deskriptif, atau teknik deskriptif, atau bahkan strategi deskriptif. Dengan tidak bermaksud mengabaikan perbedaan penggunaan istilah yang beragam itu, penulis hanya ingin menggunakan istilah yang konsisten antara pendekatan (sebagaimana di atas) dengan metode dalam penelitian, termasuk ketika sampai pada perbincangan teknik penelitian.

Dengan demikian maka, perbincangan metode penelitian yang dimaksudkan dalam tulisan ini meliputi deskriptif, eksperimen, eksploratif, dan eksplanatif. Ini bukan berarti bahwa empat metode itu sebagai satu-satunya pilahan yang mutlak dalam penelitian. Masih banyak kemungkinan pilahan lainnya yang dapat diberikan klasifikasi tersendiri sebagai metode dalam penelitian sebagaimana ditemukan dalam literatur Metodologi Penelitian.

Dalam banyak referensi kita temukan beberapa metode penelitian, sesuai dengan pilahan dan klasifikasi yang diberikan oleh pakar masing-masing. Diantara pilahan yang disebut metode penelitian oleh banyak ahli a.l. metode historis, metode korelasional, metode survey, dan sebagainya. Pada dasarnya pilahan metode dalam penelitian bergantung pada dua hal: 1) kedudukan penelitian, tujuan dan cara kerjanya; 2) metode penelitian selalunya menyesuaikan dengan jenis, model, bentuk dan pendekatan penelitian yang dilakukan. Artinya bahwa, untuk melihat kesesuaian metode yang dipilih dalam sebuah rencana penelitian mesti memperhatikan kesesuaiannya dengan kedua hal tersebut.

Meskipun ada beragam kemungkinan pilahan metode dalam penelitian, tulisan ini hanya akan membincangkan secara khusus empat metode saja, yakni deskripsi, eksperimen, eksplorasi dan eksplanasi.

  1. Metode Deskriptif

Metode deskriptif yang penulis gunakan dalam konteks ini pada dasarnya seringkali digunakan dalam banyak versi, antara lain penelitian deskriptif. Karena itu deskriptif juga digunakan untuk menyebutkan pendekatan (pendekatan deskriptif), juga model penelitian (model deskriptif), atau jenis penelitian (jenis deskriptif), teknik penelitian (teknik deskriptif), dan metode itu sendiri (metode deskriptif). Artinya, deskriptif bisa saja dijelaskan sebagai satu karakter penelitian tersendiri, yang bersesuaian sejak penentuan jenis atau model penelitian, pendekatan hingga metode sebagai deskriptif. Singkat cerita, para ahli memang belum ada kesepakatan tentang pengertian metode deskriptif itu (Jalaluddin Rakhmat, 2005: 25). Akan tetapi menurutnya, deskriptif dapat diartikan sebagai sebuah penelitian yang dilakukan untuk melukiskan variabel demi variabel, satu demi satu, dengan mengumpulkan data secara univarian, yang digunakan untuk mencari teori-teori tentatif, bukan menguji teori.

Secara bahasa, deskriptif adalah cara kerja yang sifatnya menggambarkan, melukiskan, meringkaskan berbagai kondisi, situasi, atau berbagai variabel yang diamati. Dalam konteks penelitian, metode deskriptif adalah cara kerja penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan, melukiskan, atau memaparkan keadaan suatu objek (realitas atau fenomena) secara apa adanya, sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat penelitian itu dilakukan.

Dengan demikian, penelitian yang menggunakan metode deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk melukiskan, menggambarkan, atau memaparkan keadaan objek yang diteliti sebagaimana apa adanya, sesuai dengan situasi dan kondisi ketika penelitian tersebut dilakukan. Dengan metode ini, seorang peneliti hanya perlu menggambarkan realitas objek yang diteliti secara baik, utuh, jelas dan sesuai dengan fakta yang tampak (dilihat dan didengar). Tidak mengada-ada, apalagi memanipulasi variabel sebagaimana pada metode eksperimen.

  1. Metode Eksperimen

Berbeda dengan deskriptif, metode eksperimen memerlukan cara kerja yang bersifat manipulatif. Artinya, ada variabel penelitian yang dimanipulasi untuk menguji sebuah teori atau konsep yang dijalankan. Sebab itu, metode eksperimen ditujukan untuk meneliti hubungan sebab akibat dengan memanipulasikan satu atau lebih variabel pada satu (atau lebih) kelompok eksperimental, dan membandingkan hasilnya dengan kelompok kontrol yang tidak mengalami manipulasi (Jalaluddin Rakhmat, 2005: 32).

Sebagai sebuah metode dalam penelitian, eksperimen ditandai dengan tiga hal; manipulasi, observasi dan kontrol. Manipulasi adalah mengubah secara sistematis keadaan tertentu. Observasi adalah mengamati dan mengukur hasil manipulasi. Sedangkan kontrol adalah kegiatan mengendalikan kondisi-kondisi penelitian ketika berlangsungnya manipulasi. Kontrol ini merupakan kunci dalam metode penelitian eksperimental, sebab, tanpa kontrol, manipulasi dan observasi akan menghasilkan data yang confounding (meragukan).

Dengan karakteristik yang demikian, metode eksperimen pada umumnya digunakan dalam penelitian kuantitatif. Meskipun sesungguhnya pada penelitian kualitatif, eksperimen juga bisa diterapkan.

  1. Metode Eksploratif

Sebelum bicara soal metode eksploratif, ada baiknya dipahami terlebih dahulu makna kata eksplorasi itu. Menurut bahasa, eksplorasi bermakna penjelajahan atau pencarian, atau tindakan mencari atau melakukan penjelajahan dengan tujuan menemukan sesuatu; misalnya daerah tak dikenal, termasuk antariksa (penjelajahan angkasa), minyak bumi (eksplorasi minyak bumi), gas alam, batubara, mineral, gua, air, ataupun informasi. Pengertian eksplorasi di “Abad Informasi dan Spiritual” saat ini, juga meliputi tindakan pencarian akan pengetahuan yang tidak umum atau pencarian akan pengertian metafisika-spiritual; misalnya tentang kesadaran (consciousness), cyberspace atau noosphere.

  1. Metode Eksplanatif

Metode eskplanatif adalah salah satu cara kerja penelitian yang lebih spesifik dari metode deskriptif. Sebagaimana pengertiannya, penelitian pada tingkat eksplanasi adalah tingkat penjelasan. Jadi penelitian menurut tingkat eksplanasi adalah penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain.

Dalam konteks penelitian, metode eksplanasi adalah cara kerja penelitian yang lebih bersifat spesifik, dalam bentuk penjabaran dan penjelasan aspek-aspek yang lebih detil dari variabel/fokus yang diteliti. Jika metode deskripsi dianggap sebagai metode penelitian yang paling sederhana, maka eksplanasi merupakan metode lanjutan dan lebih rumit, karena ia tidak sekedar deskriptif, melainkan lebih rinci menjelaskan aspek/variabel serta hubungan antar aspek/variabel dalam penelitian.

 

 

 

 

DATA DAN SUMBER DATA

 

  1. Data dalam penelitian.

Jika melihat dalam beberapa buku metodologi penelitian, maka tidak banyak kita mendapati adanya definisi yang jelas dan rinci mengenai data dalam penelitian. Hal ini kemungkinan disebabkan dua paktor: pertama, kedudukan data yang begitu penting dan substansi dalam penelitian, sehingga banyak penulis buku metodologi mungkin beranggapan bahwa setiap peneliti pasti sudah memahami dengan baik dan jelas menganai apa itu data. Karena itu tidak lagi perlu memberikan definisi secara khusus dan rinci mengenai data dalam buku-buku metodologi penelitian; kedua, pentingnya kedudukan data dipandang sebagai sesuatu yang tak terpisah (melekat) dalam pekerjaan penelitian. Karena itu, definisi data dianggap menjadi bagian dari penjelasan panjang dan rinci mengenai penelitian dan metodologi itu sendiri. Dengan begitu, data dan definisinya tidak perlu ditulis secara khusus dan rinci dalam buku-buku metodologi penelitian.

Meskipun kedua kemungkinan di atas hanyalah sebuah dugaan penulis, yang pasti tidak mudah menemukan definisi yang rinci mengenai data, sebagaimana sumber data. Perbincangan mengenai sumber data begitu rinci diuraikan dalam banyak buku metodologi penelitian. Sukarnya mencari rujukan mengenai definisi data pada satu sisi, dan pada sisi lain begitu pentingnya kedudukan data dalam penelitian, maka penulis berupaya memberikan beberapa penjelasan seputar definisi tersebut, berdasarkan pengetahuan dan pengalaman penulis, berdasarkan istilah bahasa atau sedikit pendapat ahli yang penulis dapatkan.

Data merupakan bentuk jamak dari datum, yang dalam bahasa latin bermakna “sesuatu yang diberikan”. Menurut kamus Inggris – Indonesia, data berasal dari kata datum dan berarti fakta (Echols & Sahdily, 2000). Menurut Webster New World Dictionary, data adalah things known or assumed, yang berarti bahwa data itu sesuatu yang diketahui atau dianggap. Atau bahan baku informasi, simbol yang mewakili kuantitas, fakta, tindakan, benda, dan sebagainya.

Ada juga yang mengatakan data sebagai keterangan atau bukti mengenai suatu kenyataan yang masih mentah, masih berdiri sendiri, belum diorganisasikan, dan belum diolah, atau kumpulan informasi yang diperoleh dari suatu pengamatan, yang berupa lambang, sifat, dan sekumpulan fakta dari sebuah kejadian.

Menurut Moleong (2006: 158), data adalah kata-kata atau tindakan yang relevan dengan penelitian. Atau, bahan keterangan tentang sesuatu objek penelitian yang berupa informasi dan fakta (Bungin, 2013: 123). Meskipun dalam penjelasannya ia membedakan penekanan makna informasi dan fakta dalam data. Sementara menurut Kaelan (2012: 73) data adalah makna yang terkandung dalam objek material penelitian yang bersifat kompleks, ganda dan holistik. Spradley (1980) menyebutnya sebagai social situation, yang meliputi agama, budaya, dan lain-lain yang terdiri dari place, actor dan activity.

Dalam penggunaan sehari-hari data berarti suatu pernyataan yang diterima secara apa adanya. Pernyataan ini adalah hasil pengukuran atau pengamatan suatu variabel yang bentuknya dapat berupa angka, kata-kata, atau citra (image).

Dari semua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa data adalah segala bentuk informasi, fakta dan realita yang terkait atau relevan dengan apa yang dikaji/diteliti. Data dalam konteks ini bisa berupa kata-kata, lambang, simbol ataupun situasi dan kondisi riel yang terkait dengan penelitian yang dilakukan.

  1. Sumber data dalam penelitian

Berbeda dengan data, ada banyak definisi sumber data dapat ditemukan dalam buku-buku metodologi penelitian. Menurut Kaelan (2012: 74), sumber data itu adalah mereka yang disebut narasumber, informan, partisipan, teman dan guru dalam penelitian. Sedangkan menurut Satori (2009), sumber data bisa berupa benda, orang, maupun nilai, atau pihak yang dipandang mengetahui tentang social situation dalam objek material penelitian (sumber informasi).

Karena itulah Lofland dan Lofland (1984) memilah sumber data kepada utama dan tambahan. Sumber data utama menurutnya adalah semua bentuk kata-kata dan tindakan. Sedangkan sumber data tambahan adalah berupa dokumen tertulis, foto, rekaman dan lain-lain.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sumber data dalam penelitian adalah orang, benda, objek yang dapat memberikan informasi, fakta, data, dan realitas yang terkait atau relevan dengan apa yang dikaji atau diteliti.

Dari definisi kedua istilah tersebut (data dan sumber data), maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, data adalah segala bentuk informasi, fakta dan realitas yang terkait dengan apa yang diteliti atau dikaji. Sedangkan sumber data adalah orang, benda, atau objek yang dapat memberikan data, informasi, fakta dan realitas yang terkait/relevan dengan apa yang dikaji atau diteliti.

Jadi, data dan sumber data dalam sebuah penelitian adalah satu paket. Data tidak mungkin dipisahkan dengan sumber data. Pemahaman yang benar terhadap data akan memudahkan dalam menemukan sumber data. Sebaliknya pemilihan sumber data yang tepat akan menentukan kebenaran data yang dihasilkan dalam penelitian.

Dengan kata lain, keliru dalam memilih sumber data sama artinya dengan bertanya atau meminta informasi kepada orang yang salah, atau bahkan tidak mengerti dengan informasi yang diminta. Karena itu, pemahaman yang baik dan benar mengenai data dan sumber data adalah sangat penting dalam penelitian.

Klasifikasi Data

Data dalam penelitian sesungguhnya dapat diklasifikasikan menjadi primer dan skunder. Karena itu, berikut ini akan dijelaskan masing-masing klasifikasi data primer dan data skunder itu.

Data primer adalah segala informasi, fakta, dan realitas yang terkait atau relevan dengan penelitian, dimana kaitan atau relevansinya sangat jelas, bahkan secara langsung. Disebut sebagai data utama (primer), karena data tersebut menjadi penentu utama berhasil atau tidaknya sebuah penelitian. Artinya, hanya dengan didapatkannya data tersebut sebuah penelitian dapat dikatakan berhasil dikerjakan. Dari data itulah pertanyaan utama penelitian dapat dijawab. Dan dari data itu pula, penelitian tersebut dapat dikembangkan menjadi lebih detil, mendalam dan rinci. Data yang memiliki karakteristik seperti inilah yang disebut dengan data utama (primer). Bungin (2013: 128) mendefinisilan data primer sebagai data yang diambil dari sumber primer atau sumber pertama di lapangan.

Sementara data skunder adalah segala informasi, fakta dan realitas yang juga terkait atau relevan dengan penelitian, namun tidak secara langsung, atau tidak begitu jelas relevansi. Bahkan data skunder ini lebih bersifat kulitnya saja, yang tidak mampu menggambarkan substansi terdalam dari informasi, fakta dan realitas yang dikaji atau diteliti. Sebagai data pendukung (skunder), informasi ini memang tidak menentukan (tidak substantif), akan tetapi data ini bisa memperjelas gambaran sebuah realitas penelitian.

Sebaliknya, tampa didapatkan data pendukung (skunder) ini sesungguhnya substansi penelitian sudah bisa didapatkan hanya dengan data primer. Akan tetapi dengan didapatkannya data skunder, akan turut membantu semakin lengkap dan jelasnya hasil penelitian. Oleh itu, ia diklasifikasikan sebagai data pendukung (skunder) dalam penelitian. Bungin (2013: 128) menyebutnya sebagai data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder. Data sekunder ini menurutnya terbagi kedalam dua bentuk; pertama, internal data, yang tersedia tertulis pada sumber data sekunder; kedua, eksternal data, yang diperoleh dari sumber luar seperti data sensus atau data statistik.

Klasifikasi Sumber Data

Untuk mengkaji klasifikasi sumber data, ada baiknya kita mulai dengan pilahan yang diberikan oleh Lofland dan Lofland (1984) yang mengklasifikasikan sumber data kepada utama dan tambahan.

  1. Sumber Data Utama (primer)

Sumber data utama yang dimaksudkan Lofland dan lofland adalah sumber utama yang dapat memberikan informasi, fakta dan gambaran peristiwa yang diinginkan dalam penelitian. atau sumber pertama dimana sebuah data dihasilkan (Bungin, 2013: 129). Dalam penelitian kualitatif, sumber data utama itu adalah kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau diwawancarai.

Dalam proses penelitian, sumber data utama dihimpun melalui catatan tertulis, atau melalui perekaman video/ audio tape, pengambilan foto atau film. Pencatatan sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan berperan-serta merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan bertanya (Moleong, 2006: 157).

Hampir sama dengan pola klasifikasi data utama, klasifikasi sumber data utama bermakna sebagai kata-kata atau tindakan orang yang berkedudukan sebagai penentu data/informasi bagi suatu penelitian. Artinya, orang (kata-kata dan tindakannya) inilah yang bisa memberikan informasi, fakta dan data yang terkait dengan penelitian yang dilakukan. Jika penelitian terkait dengan sebuah peristiwa, maka sumber data utamanya adalah orang yang terlibat secara langsung dalam peristiwa tersebut. Hanya perkataan dan tindakan orang itulah yang mampu menjelaskan bagaimana sebuah peristiwa itu terjadi. Karena itulah ia dinamakan sebagai sumber data utama dan pertama dalam penelitian.

  1. Sumber Data Tambahan (sekunder).

Sementara sumber data tambahan adalah segala bentuk dokumen, baik dalam bentuk tertulis maupun foto. Atau sumber data kedua sesudah sumber data primer (Bungin, 2013: 129). Meskipun disebut sebagai sumber kedua (tambahan), dokumen tidak bisa diabaikan dalam suatu penelitian, terutama dokumen tertulis seperti buku, majalah ilmiah, arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi (Moleong, 2006: 159).

Sumber data berupa buku yang dimaksud termasuk Disertasi, Tesis dan Skripsi yang mampu memberikan gambaran mengenai keadaan seseorang atau masyarakat tempat kajian/penelitian dilakukan. Selain itu tentu saja majalah ilmiah, termasuk jurnal ilmiah yang memuat hasil kajian dan penelitian yang dapat memberikan informasi awal untuk sebuah penelitian yang dilakukan.

Termasuk sumber data tambahan yang tidak bisa diabaikan dalam penelitian kualitatif adalah dokumen arsip, baik milik perorangan (pribadi) maupun dokumen sebuah institusi yang bersifat resmi kelembagaan. Dokumen-dokumen ini memiliki arti penting bagi seorang peneliti kualitatif, terutama yang terkait dengan data-data umum, data-data kependudukan, monografi dan sebagainya.

Teknik Penentuan Sumber Data

Secara umum, sumber data dan penentuan sumber data dalam penelitian sering dikenal dengan sampling. Sampling merupakan perwakilan dari jumlah keseluruhan objek yang berpeluang menjadi sumber data, yang disebut dengan populasi. Karena itu, populasi dan sampling menjadi istilah yang paling akrab digunakan dalam penelitian umumnya, terutama kuantitatif.

Sementara untuk penelitian kualitatif, istilah populasi dan sampling seringkali digantikan dengan sebutan sumber data. Secara umum, teknik penentuan sumber data dalam penelitian dapat diklasifikasikan sebagai probability sampling dan non probability sampling. Jika probalility sampling merupakan klasifikasi teknik penentuan sumber data dalam penelitian kuantitatif, maka non probability sampling digunakan untuk klasifikasi teknik penentuan sumber data penelitian kualitatif. Pada intinya, non probability sampling (penelitian kualitatif ) memiliki perbedaan yang jelas dan tegas dengan probability sampling (pada penelitian kuantitatif ).

Jika Probability Sampling memberi kesempatan kepada semua elemen populasi untuk menjadi sampel, karena itu ia kerap dikaitkan dengan penelitian Kuantitatif, maka Nonprobability Sampling tidak memberi setiap anggota populasi kesempatan untuk dipilih, karena itu ia kerap dikaitkan dengan penelitian Kualitatif.

Non Probability Sampling yang umumnya digunakan sebagai teknik penentuan sumber data dalam penelitian kualitatif, yang terdiri atas: (1) Convenience Sampling; (2) Quota Sampling; (3) Purposive Sampling; (4) Snowball Sampling; (5) Deviant Case Sampling; dan (6) Sequential Sampling.

  1. Convenience Sampling
    Convenience Sampling disebut juga Haphazard atau Accidental Sampling. Convenience Sampling sebagai metode sampling bisa berakibat pada sampel yang tidak efektif (tidak menggambarkan populasi) dan tidak direkomendasikan.
    Convenience Sampling adalah sampel yang dipilih secara convenience (nyaman) karena sifatnya yang mudah dan tidak menyulitkan peneliti. Contoh dari Convenience Sampling adalah sebuah surat kabar bertanya pada pembaca lewat kolom kuesioner di surat kabar tersebut. Tidak semua orang yang baca koran punya minat pada masalah di dalam kuesioner, atau punya waktu buat menggunting kuesioner dan mengirimkannya lewat pos kendati gratis.
     
  2. Qouta Sampling

Quota Sampling adalah upaya memperbaiki kelemahan Convenience Sampling. Dalam Quota Sampling, peneliti awalnya mengidentifikasi kategori-kategori yang relevan dari sejumlah orang (misalnya laki – prempuan atau < 30 tahun, 30 – 60 tahun, > 60 tahun), lalu memutuskan seberapa banyak dibutuhkan dari setiap kategori untuk dijadikan sampel. Sebab itu, jumlah orang dikategori sampel yang beragam itu fix.

  1. Purposive Sampling

Purposive Sampling juga disebut Judgmental Sampling. Purposive Sampling digunakan dalam situasi dimana seorang ahli menggunakan penilaiannya dalam memilih responden dengan tujuan tertentu di dalam benaknya. Dengan Purposive Sampling, peneliti tidak pernah tahu apakah responden yang dipilih mewakili populasi. Metode ini kerap digunakan dalam Exploratory Research atau dalam Field Research.

Purposive Sampling signifikan digunakan dalam 3 situasi. Pertama, peneliti menggunakan teknik purposive sampling guna memilih responden unik yang akan memberi informasi penting. Kedua, peneliti menggunakan Purposive Sampling untuk memilih responden yang sulit dicapai, untuk itu, peneliti cenderung subyektif (misalnya menentukan sampel berdasarkan katagorisasi atau karakteristik umum yang ditentukan sendiri oleh peneliti). Ketiga, tatkala peneliti ingin mengidentifikasi jenis responden tertentu untuk diadakan wawancara mendalam. Tujuan penelitian bukan hendak melakukan generalisasi atas populasi yang lebih besar, tetapi lebih pada kehendak untuk memperoleh informasi yang mendalam tentang sesuatu hal.

  1. Snowball Sampling

Snowball Sampling juga disebut Network Sampling, Chain Referral Sampling atau Reputational Sampling. Snowball Sampling adalah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengambil sampel lewat suatu jaringan. Ia didasarkan pada analogi bola salju, yang dimulai dalam ukuran kecil, tetapi seiring proses, jumlahnya membesar. Snowball Sampling adalah teknik multi tahap. Ia dimulai dengan sedikit orang dan membesar sehubungan pergerakan penelitian. Snowball Sampling dapat dilakukan dengan membuat sosiogram, yaitu suatu diagram lingkaran yang dihubungkan dengan garis. Snowball Sampling kerap digunakan bersamaan dengan Purposive Sampling.

  1. Deviant Case Sampling

Deviant Case Sampling juga disebut Extreme Case Sampling. Deviant Case Sampling digunakan kala peneliti mencari responden yang berbeda dari pola-pola dominan yang berkembang. Sama dengan Purposive Sampling, Deviant Case Sampling digunakan saat peneliti menggunakan teknik yang beragam untuk menempatkan responden dengan karakteristik tertentu. Deviant Case Sampling beda dengan Purposive Sampling karena tujuannya mencari hal yang unik, khusus, tidak biasa, bukan mewakili seluruhnya.

  1. Sequential Sampling

Sequential Sampling mirip dengan Purposive Sampling dengan satu perbedaan. Dalam Purposive Sampling, peneliti coba menemukan sebanyak mungkin responden yang relevan dengan masalah penelitian, hingga suatu saat uang, tenaga, dan jiwa peneliti mulai “menjerit.” Dalam Sequential Sampling, peneliti terus mengumpulkan responden hingga jumlah informasi baru atau keragaman responden yang baru terpenuhi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Renungkanlah !!! Apa itu cinta??

Renungkanlah!!!!Apa itu cinta?? Apakah telapak tanganmu berkeringat, jantungmu berdetak cepat, dan suaramu tercekat saat berada di dekatnya...