Rabu, 25 Oktober 2017

Makalah Ilmu Pendidikan Islam Sasaran Dalam Pendidikan Islam


MAKALAH

ILMU PENDIDIKAN ISLAM

“SASARAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM”

 



 

 


Disusun Oleh:

Kelompok 6

  1. Maya Irwanti
  2. Muhammad Syaifullah
  3. Rahayu

 

 

II PAI B

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM  AN-NADWAH KUALA TUNGKAL

Mata Kuliah : Ilmu Pendidikan Islam

Dosen Pengampu : Abd. Hamid, S.Pd.I, M.Pd.I


KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Karena Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, yang berjudul : “Sasaran Dalam Pendidikan Islam”.

Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membimbing umat dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang yang diridhoi oleh Allah SWT yaitu dengan agama Islam.

Walaupun penulis sudah berupaya semaksimal mungkin, demi terselesainya makalah ini, penulis tetap menyadari bahwa kemampuan penulis jauh dari kesempurnaan, dan sudah pasti masih banyak kekurangannya. Sehingga kritik dan saran yang sifatnya membangun semangat penulis yang sangat penulis harapkan.

 

                                                                             Sabtu, 25 Maret 2016

 

                                                                                        Penulis

 

DAFTAR ISI

Cover............................................................................................................. i

Kata Pengantar............................................................................................. ii

Daftar isi..................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang............................................................................................. 1
  2. Rumusan Masalah........................................................................................ 1
  3. Tujuan Pembahasan...................................................................................... 1

BAB II. PEMBAHASAN

  1. Hakikat Pendidikan Islam............................................................................ 2
  2. Tugas dan Fungsi Pendidikan Islam............................................................ 2
  3. Peran Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional....................... 6

  1. Sebagai Mata Pelajaran Wajib................................................................ 7
  2.  Sebagai lembaga (Institusi)................................................................. 10

  1. Perspektif Islam Tentang Pendidikan Seumur Hidup................................ 12

BAB III. PENUTUP

  1. Kesimpulan................................................................................................ 15
  2. Saran.......................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 16



BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. Latar Belakang
    Sebagai hasil pemikiran bercorak bercorak khas islam, pendidikan islam pada hakikatnya adalah konsep berfikir tentang kependidikan yang bersumber atau berlandaskan ajaran agama islam, tentang hakikat kemapuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh pribadiinya dijiwai oleh ajaran islam, serta mengapa manusia harus dibina menjadi hamba Allah yang berkepribadian demikian.
    Bila dilihat dari fungsinya, maka oendidikan islam merupakan pemikiran mendasar yang melandasi dan mengarahkan proses pelaksanaan pendidikan islam, oleh karena itu ini juga memberikan gambaran tentang sampai dimana proses tersebut dapat direncanakan dan dalam ruang lingkup serta dimensi bagaimana proses tersebut dilaksanakan.
     
  2. Rumusan Masalah

  1. Bagaimana hakikat pendidikan islam?
  2. Apa saja tugas dan fungsi pendidikan islam?
  3. Bagaimana peran pendidikan islam dalam sistem pendidikan nasional?
  4. Bagaimana perspektif islam tentang pendidikan seumur hidup?
     
     

  1. Tujuan Pembahasan

  1. Untuk menjelaskan hakikat pendidikan islam.
  2. Untuk mengetahui tugas dan fungsi pendidikan islam.
  3. Untuk mengetahui peran pendidikan islam dalam sistem pendidikan nasional.
  4. Untuk mengetahui perspektif islam tentang pendidikan seumur hidup.

BAB II

PEMBAHASAN

  1.  Hakikat Pendidikan Islam

Pendidikan islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.[1]

Pendidikan secara teoretis mengandung pengertian “memberi makan” (opvoeding) kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah,  juga sering diartikan dengan “menumbuhkan” kemampuan dasar manusia. Bila ingin diarahkan kepada pertumbuhan sesuai dengan ajaran islam maka harus berproses melalui sistem kependidikan islam, baik melalui kelembagaan maupun melalui sistem kurikeler.

Esensi dari potensi dinamis dalam setiap diri manusia itu terletak pada keimanan atau keyakinan, ilmu pengetahuan, akhlak (moralitas), dan pengalamannya. Dan keempat potensi esensial ini menjadi tujuan fungsional pendidikan islam. Oleh karenanya, dalam strategi pendidikan islam, keempat potensi dinamis yang esensial menjadi titik pusat dari lingkaran proses kependidikan islam sampai kepadanya tujuan akhir pendidikan, yaitu manusia dewasa yang mukmin atau muslim, muhsin, atau muhlisin mutakin.

  1. Tugas dan Fungsi Pendidikan Islam

John Dewey pernah menyatakan bahwa : Education is the process without end, “Pendidikan itu adalah suatu proses tanpa akhir.” Sejalan dengan strategi pendidikan yang secara universal ditetapkan perserikatan bangsa bangsa sebagai Life long education “Pendidikan sepanjang hayat”. Dengan demikian, tugas dan fungsi pendidikan berlangsung secara kontinu dan berkesinambungan bagaikan spiral yang sambung menyambung dari satu jenjang ke jenjang lain yang bersifat progresif mengikuti kebutuhan manusia dalam bermasyarakat secara luas.

Tugas dan fungsi itu bersasaran pada manusia yang senantiasa tumbuh dan berkembang mulai dari periode kandungan ibu sampai meninggal dunia.

Tugas pendidikan dapat dibedakan dari fungsinya sebagai berikut.

  1. Tugas pendidikan adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan kehidupan anak didik dari satu tahap ke tahap lain sampai meraih titik kemampuan yang optimal.

Bimbingan dan pengarahan tersebut menyangkut potensi predisposisi (kemampuan dasar) serta bakat manusia yang mengandung kemungkinan kemungkinan berkembang kearah kematangan yang optimal. Potensi atau kemungkinan yang berkembang dalam diri manusia itu baru dapat berlangsung dengan baik bilamana diberi kesempatan yang cukup baik dan favorable untuk berkembang melaui pendidikan yang terarah. Kemampuan potensial pada diri manusia baru aktual dan fungsional bila disediakan kesempatan untuk muncul dan berkembang dengan menghilangkan segala gangguan yang dapat menghambatnya. Hambatan hambatan mental dan spiritual banyak corak dan jenisnya, seperti hambatan pribadi dan hambatan sosial, yang berupa hambatan emosioanl dan lingkungan masyarakat yang tidak mendorong kepada kemajuan pendidikan dan sebagainya.

  1. Sedangkan fungsi pendidikan adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan tersebut dapat berjalan lancar. Penyediaan fasilitas ini dapat mengandung arti dan tujuan bersifat stuktural dan institusional.

Arti dari tujuan struktural menurut terwujudnya struktur organisasi yang mengatur jalannya proses pendidikan, baik dilihat dari segi  horizontal dimana faktor faktor pendidikan dapat berfungsi secara interaksional (saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain) yang berarah tujuan kepada pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan. Arti dari tujuan intitusional mengandung implikasi bahwa proses kependidikan yang terjadi dalam struktur organisasi itu dilembagakan untuk lebih menjamin proses pendidikan itu berjalan dengan konsisten dan berkesinambungan mengikuti kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan manusia yang cenderung kearah tingkat kemampuan yang optimal. Oleh karena itu terwujudlah pembagian jenis dan jalur kependidikan formal dan nonformal dalam masyarakat, yang akomodatif terhadap kecenderungan tersebut.

Bentu-bentuk (struktur) organisasi dan institusi kependidikan yang pernah dan yang masih ada berkembang dalam masyarakat muslim, dapat kita kenal sebagai suatu sistem pendidikan islam. Sisstem-sistem kependidikan islam tersebut pada umumnya terpisah antara satu dari yang lainnya dalam pengertian kurikuler, sebagaimana halnya sistem pendidikan klasik nonformal zaman sahabat bernama al kittab dimana pelajaran membaca kitab suci al qur’an, tidak ada kaitan kurikuler dengan sistem kependidikan lain seperti khalaqah dan zawiyah yang berlangsung di mesjid mesjid atau di sudut mesjid zaman itu. Apabioa dihubungkan dengan sistem pendidikan yang terbentuk  sholunat al adabijjah yang lebih bersikap diskusip tentang masalah masalah kebudayaan daripada mengandung implikasi kependidikan secara sengaja kepada para pesertanya. Maka sistem sistem demikian tampak terpisah satu dari yang lainnya. Lebih lebih bila dilihat dari segi pendidikan modern maka sitem pendidikan islam yang pernah melembaga itu dapat dikatakan sebagai bukan sistem  pendidikan intitusional terpadu, melainkan istitusi kependidikan yang bersifat atomistis yang dilembagakan tanpa adanya kaitan dengan mata rantai kurikuler progresif seperti dalam sistem pendidikan yang berjenjang dari taman kanak kanak sampai ke perguruan tinggi.

Di Indonesia sistem pendidikan yang paling tua antara sistem pendidikan yang masih ada  dan masih berkembang sampai kini adalah pondok pesantren yang sejenisnya seperti dayah di Aceh, Surau di Sumatra Barat. Rangkang di Cirebon, dan sebagainya. Sistem ini dilihat dari segi perspektif pendidikan modern dianggap unik, karena lembaga ini dalam melaksanakan proses kependidikan tidak mendasarkan diri pada kurikulum;tidak mendapat sistem jenjang. Metode yang dipakai juga unik,, karena tidak didapatkan di sekolah sekolah biasa, yaitu metode pengajian, baik sorongan maupun weton, serta metode mengajar secara verbalistik.[2]

Namun secara instutional, lembaga pendidikan pada umumnya dan lembaga pendidikan islam pada khususnya. Pada dasarnya berfungsi utama untuk melaksanakan transmisi (perpindahan) dan transformasi (pengoperan atau pengalihan) nilai kebudayaan islam serta kebudayaan pada umumnya dari generasi ke generasi, dimana didalamnya terdapat unsur unsur dan nilai nilai kemanusiaan dan keadaban yang secara selektif sangat diperlukan bagi kesinambungan hidup islam dan umat islam di dunia ini. Proses transmisi dan transformasi kultural tersebut hanya  dapat berlangsung secara mantap dan progresif, bilamana diarahkan melalui proses kependidikan dalam lembaga lembaga yang terorganisasikan secara struktural dan institusional itu.

Pada hakikatnya, dilihat dari segi idealitas sosiokultural muslim. Pendidikan merupakan alat pembudayaan (enkulturasi) umat manusia yang paling diperlukan diantara keperluan hidupnya, meskipun pendidikan itu sendiri pada mulanya timbul dan berkembang dari sumber kultural itu sendiri.

 

  1. Peran Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional.

Secara eksplisit fungsi pendidikan agama telah dituangkan dalam penjelasan Pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 yang menyebutkan “Pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut peserta didiknya yang bersangkuntan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan Nasional.

Dari rumusan tersebut tampaknya terdapat konsistensi dan keterkaitan langsung antara rumusan fungsi pendidikan agama dengan tujuan pendidikan nasional yang terutang pada pasal 4 Undang-undang  Nomor 2 tahun 1989 yaitu: “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa…..” hal tersebut dipetegas lagi pada penjelasan Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut pengusaan tentang ajaran agama dan atau menejadi ahli ilmu agama.

Dalam upaya membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa Terhadap Tuhan Yang Maha Esa,  pendidikan agama memiliki peranan yang sangat penting. Untuk itu pendidikan agama wajib diberikan pada semua satuan, jenjang dan jenis pendidikan, baik melalui jalur sekolah maupun melalui jalur luar sekolah. Pendidikan agama sebagai institusi yang selama ini dikenal dengan nama Madrasah serta Pondok Pesantren telah berakar, tumbuh dan bekembang dalam kehidupan masyakat Indonesia yang mayoritas bergama Islam. Tercatat dalam sejarah pendidikan Nasional, satuan pendidikan tersebut telah ada sejak permulaan agama Islam masuk ke Indonesia atau paling lambat sudah dimulai pada abad ke-11. Peranan pendidikan Islam dalam sistem pendidikan Nasional, dapat dikemukakan sebagai berikut:

  1. Sebagai Mata Pelajaran Wajib

Dalam Undang-undang No. 2 tahun 1989 dikemukan bahwa pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan perserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkungan, dan diselenggarakan pada semua jenjang pendidikan. Dalam pengertian ini, pendidikan keagamaan merupakan salah satu bahan kajian dalam kurikulum semua jenis dan jenjang pendidikan di Indonesia.

Pada pendidikan dasar, pendidikan keagamaan merupakan pendidikan wajib bersama-sama dengan 12 bahan kajian lainnya. Pada jenjang pendidikan menengah pendidikan keagamaan juga merupakan pendidikan wajib besama dengan pendidikan pancasila dan pendidikan kewarganegaraan. Jadi pendidikan agama dalam sistem pendidikan nasional keberadaannya sangat penting.

Sementara itu, persoalan atau tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan agama sebagai suatu mata pelajaran di sekolah saat ini adalah bagaimana agar pendidikan agama tidak hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama, tetapi dapat mengarahkan anak didik untuk menjadi manusia yang benar-benar mempunyai kulaitas keberagaman yang kuat. Dengan demikian, materi pendidikan tidak hanya menjadi pengetahuan tetapi dapat membentuk sikap dan kepribadian peserta didik sehinga menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa dalam arti yang sesungguhnya, apalagi pada saat-saat seperti sekarang yang tampaknya muncul gejala terjadinya pergesaran nilai-nilai yang ada sebagai akibat majunya ilmu pengetahuan.

Dalam bentuk yang lebih terperinci, Ramayulis menjelaskan peran pendidikan Islam sebagai mata pelajaran terhadap pendidikan Nasional.

  1. Mempercepat Proses Pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional

Pendidikan nasional bertujuan utuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Secara sederhana dapat dirinci point-point yang terdapat dalam tujuan pendidikan nasional tersebut (1) berkembangnya potensi peserta didik; (2) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa; (3) berakhlak mulia, sehat dan berilmu, cakap, kreatif dan mandiri; (4) menjadi warga Negara yang demokratis; (5) bertanggung jawab.

Di dalam rumusan tujuan tersebut terdapat istilah “iman” dan “takwa” , kedua istilah tersebut mempunyai kaitan yang erat dengan ajaran Islam.

Memahami tujuan pendidikan nasional tersebut hendaklah sebagai satu kesatuan utuh, terpadu, saling mengisi dan mengokohkan dan jangan dipreteli dan dipahami secara terpisah. Seperti dikatakan sebelumnya, pendidikan nasional selama ini banyak berpedoman kepada sistem pendidikan Barat. Para ilmuan kita masih ada yang dipengaruhi oleh sistem berpikir ilmiah Barat yang rasionalistik dan sekularistik. Mereka menafsirkan “iman” dan “takwa” dengan pola berpikir Barat. Di samping itu masyarakat kita  adalah masyarakat yang mejemuk yang terdiri atas berbagai ragam budaya, nilai dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat, tidak mustahil pula ada di antara ilmuan yang masih taqlid dengan budaya, nilai dan kepercayaan yang dianutnya sehingga mereka menafsirkan konsep “iman” dan “takwa” dalam pengertian yang tidak tepat. Selain itu, sampai sekarang belum ada konsensus nasional mengenai pengertian “iman” dan “takwa” walaupun mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam.

Oleh karena itu “iman” dan “taqwa” sangatlah bijaksana kalau ditafsirkan dengan pendekatan islami, Karena memang istilah itu bersal dari ajaran islam, apalagi penduduk Indonesia lebihkuran 85% adalah muslim (Islam).

Dalam Islam “iman” dan “takwa” sebagai penyanggah utama dalam struktur bangunan keagamaan dan kehidupan. Iman sebagai landansan dalam kehidupan dan takwa tujuannya. Keduanya mewrnai aktifitas manusia dalam kehidupannya baik dalam beragama maupun aspek lainnya. Oleh karena itu “iman” dan “takwa” bukan saja merupakan urusan kepercayaan dan ibadah batin  semata-mata yang bersifat pribadi melainkan mempunyai eksistensi terhadap aspek kehidupan lainnya, baik secara individu maupun secara kolektif. Muhammad Raj’i al Furuqi dan Sardar memberikan penafsiran tentang iman dan takwa. Menurut al-Faruqi “iman” dan “tauhid” ini merupakan esensi ajaran Islam, merupakan pandangan umum dari realitas kebenaran dan waktu, sejarah nasib manusia. Sebagai pandangan umum ia tegakkan di atas dasar prinsip ideality, theology, capacity of man, methability of nature dan  responsibility and judgment dan sebagai falsafah dan pandangan hidup memiliki implikasi dalam segala aspek kehidupan dan pemikiran manusia, seperti dalam sejarah, pengetahuan, filsafat, etika, umat, keluarga, ekonomi ketertiban dunia dan estetika. Takwa menurut Sardar merupakan suatu konseptori; dia memerlukan kenyataan dalamnya, gerak dan interaksi. Untuk  memperoleh takwa tidak cukup hanya dengan pernyataan percaya dan cinta kepada Allah melalui peribadatan saja, akan tetapi juga pelayan dan perhatian kepada orang lain melalui kebenaran, kejujuran dan keikhlasan. Jadi “iman” dan “takwa” tidak hanya mendasari dan mewarnai hubungan manusia dengan Tuhan saja, tetapi hubungan manusia  dengan masyarakat dan lingkungannya; bukan hanya mendasari aspek u’budiyah saja, tetapi juga mua’malah lainnya.

Kalau pernafsiran ini diterapkan kepada “iman” dan “tawa” dalam rumusan tujuan pendidikan nasional, maka setiap bagian/butir rumusan pendidikan nasional (akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratif dan bertanggung jawab) harus berlandaskan dan dijiwai oleh roh “iman” dan “takwa” dan adapun rincian dari tujuan umum yang dibuat, ataupun tujuan yang lebih rendah dari itu tujuan institusional, tujuan kurikulum haruslah dijiwai oleh “iman” dan “takwa”.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya “iman” dan “takwa”  istilah yang erat hubungannya dengan agama khususnya agama Islam, maka untuk menumbuh kembangkan manusia yang beriman dan bertawa haruslah melalui pendekatan dan bimbingan agama, khususnya agama Islam baik melalui mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, sebagai mata pelajaran wajib, maupun melalui lembaga pendidikan keagamaan Islam. Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa mata pelajaran pendidikan agama Islam mempunyai peran penting yang menentukan dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.

  1. Memberikan nilai pada mata pelajaran umum.

Seperti diketahui nilai pada mata pelajaran umum yang dijarkan di sekolah adalah ilmu pengetahuan produk Barat yang bebas dari nilai (Values Free). Agar mata pelajaran umum yang diajarkan di sekolah/madrasah mempunyai nilai maka pendidikan agama Islam, dapat diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran tersebut apalagi dalam kurikulum sekolah pendidikan agama terletak pada urutan pertama. Nilai-nilai yang terdapat dalam ajaran Islam inilah yang diinternalisasikan dalam proses pembelajaran kepada peserta didik.

b.    Sebagai lembaga (Institusi)

  1. Lembaga pendidikan agama Islam (Pondok Pesantren). berperan memncerdaskan kehidupan bangsa. Jauh sebelum adanya sekolah pesatren sudah lebih tiga abad mencerdaskan kehidupan bangsa. Tercatat dalam sejarah Pendidikan Nasional, persantren sudah ada sejak masuknya Islam ke Indonesia dari masa Kolonial Belanda sampai sekarang. Apalagi pesantren yang bersifat tradisional banyak sekali diminati oleh masyarakat.
  2. Lembaga pendidikan Islam, (Madrasah Diniah) bersama dengan satuan lembaga pendidikan lainnya dalam sistem pendidikan nasional bersama-sama menuntaskan pelaksanaan wajib belajar 9 tahun.
  3. Lembaga pendidikan Islam (Madrasa Diniyah) berperan mendidikan anak-anak yang drop out, anak-anak yang tidak berkesempatan memasuki lembaga pendidikan formal dan sekaligus juga menambah dan memperkuat pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah, maka peserta didik dapat memperluas dan memperdalam mata pelajaran ini di Madrasah Diniah (MDA, MDW, MDU)
     

Hasbullah menjelaskan peranan madrasah dan pondok pesantren sebagai lembaga pendidiikan Islam dapat dilihat sebagai berikut:

  1. Madrasah dan pondok pesantren telah menunjukkan kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang dalam menghadapi berbagai tantangan zaman, serta kemampunnya untuk memasuki pelosok daerah terpencil di samping kemampuannuya untuk tetap tumbuh dan berkembang di daerah perkotaan modern dan sangat maju.
  2. Madrasah dan pondok pesantren sebagian besar adalah perguruan swasta yang berkemampuan tinggi untuk berswakarya dalam menyelenggarakan pendidikan. Dengan perkataan lain, madrasah dan pondok pesantren telah menunjukkan kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang di atas kemampuan kekuatan sendiri, dengan memobilisasi sumber daya yang tersedia di masyarakat pendukungnya.
  3. Mandrasah dan pondok pesantren yang mempuyai khas sebagai pusat pendidikan pengembangan dari penyebaran agama Islam diharapkan telah membuktikan diri dapat menghasilkan keluaran atau out put khususnya di bidang pendidikan agama Islam.
  4. Madrasah dan pondok pesantren memiliki potensi yang cukup besar untuk bersama-sama pendidikan lainnya di dalam sistem pendidikan nasional untuk menuntaskan wajib belajar tingkat SLTP dan pelaksana pendidikan 9 tahun. Atas dasar ini Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah merupakan lembaga pendidikan dasar.

 

Adapun madrasah pada umumnya didirikan atas inisiatif masyarakat Islam yang tujuan utamanya adalah mendidik para peserta didik memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan baik. Maka keluarlah PP nomor 28 tahun 1990 dimana pada pasal 4 ayat (2) disebutkan SD dan SLTP yang berciri khas agama Islam yang dikelola oleh Departemen Agama terserbut Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah. Dengan kenyataan ini tugas dan fungsi MI dan MTs menjadi ganda yaitu, (a) sebagai Sekolah Pendidikan Islam; (b) sebagai Sekolah Pendidikan Dasar.

Dengan keadaan yang demikian, orang tidak bisa lagi menomorduakan lembaga-lembaga pendidikan Agama, bagaimanapun pada saat globalisasi melanda dunia seperti sekarang ini, nilai-nilai etik dan moral sudah mulai luntur dan bergeser. Dalam konteks ini madrasah sangat strategis untuk membendung arus demoralisasi yang sangat merugikan tersebut.

  1. Pendidikan Seumur Hidup dalam Perspektif Islam

Dalam perspektif Islam, pendidikan seumur hidup didasarkan pada fase-fase perkembangan manusia itu sendiri. Artinya, proses pendidikan itu disesuaikan dengan pola dan tempo, serta irama perkembangan yang dialami oleh seseorang sampai akhir hayatnya, yakni

  1. Masa al-Jauin (usia dalam kandungan)

Masa al-jauin, tingkat anak yang berada dalam kandungan dan adanya kehidupan setelah adanya ruh dari Allah swt. Pada usia 4 bulan, pendidikan dapat diterapkan dengan istilah “pranatal”. Karena itu, seorang ibu ketika mengandung anaknya, hendaklah mempersiapkan kondisi fisik maupun psikisnya, sebab sangat berpengaruh terhadap proses kelahiran dan perkembangan anak kelak.

  1. Masa bayi (usia 0-2 tahun)

Pada tahap ini, orang belum memiliki kesadaran dan daya intelektual, ia hanya mampu menerima rangsangan yang bersifat biologis dan psikologis melalui air susu ibunya. Karenanya, dalam fase ini belum dapat diterapkan interaksi edukatif secara langsung. Proses edukasi dapat dilakukan menurut Islam adalah membacakan adzan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri ketika baru lahir, memberi nama yang baik ketika diaqiqah. Dengan demikian, di hari pertama dan minggu pertama kelahirannya, sudah diperkenalkan kalimat tauhid, selanjutnya diberi nama yang baik sesuai tuntunan agama.

  1. Masa kanak-kanak  (usia 2-12 tahun)

Pada fase ini, seseorang mulai memiliki potensi-potensi biologis, paedagogis. Oleh karena itu, mulai diperlukan pembinaan, pelatihan, bimbingan, pengajaran dan pendidikan yang sesuai dengan bakat dan minat atau fitrahnya. Ketika telah mencapai usia enam tahun hendaklah dipisahkan tempat tidurnya dan diperintahkan untuk shalat ketika berumur tujuh tahun. Proses pembinaan dan pelatihan lebih efektif lagi bila dalam usia tujuh tahun disekolahkan pada Sekolah Dasar. Hal tersebut karena pada fase ini, seseorang mulai aktif dan mampu memfungsikan potensi-potensi indranya walaupun masih pada taraf pemula.

 

  1. Masa puber (usia 12-20 tahun)

Pada tahap ini, seseorang mengalami perubahan biologis yang drastis, postur tubuh hampir menyamai orang dewasa walaupun taraf kematangan jiwanya belum mengimbanginya. Pada tahap ini, seseorang mengalami masa transisi, masa yang menuntut seseorang untuk hidup dalam kebimbangan, antara norma masyarakat yang telah melembaga yang mungkin tidak cocok dengan pergaulan hidupnya sehari-hari, sehingga ia ingin melepaskan diri dari belenggu norma dan susila masyarakat untuk mencari jati dirinya, ia ingin hidup sebagai orang dewasa, diakui, dan dihargai, tetapi aktivitas yang dilakukan masih bersifat kekanak-kanakan. Seringkali orang tua masih membatasi kehidupannya agar nantinya dapat mewarisi dan mengembangkan usaha yang dicapai orang tuanya. Proses edukasi fase puber ini, hendaknya di didik mental dan jasmaninya, misalnya mendidik dalam bidang olahraga dan  memberikan suatu model, mode dan modus yang Islami, sehingga ia mampu melewati masa remaja di tengah-tengah masyarakat tanpa meninggalkan nilai-nilai Islam.

  1. Masa kematangan (usia 20-30)

Pada tahap ini, seseorang telah beranjak dalam proses kedewasaan, mereka sudah mempunyai kematangan dalam bertindak, bersikap, dan mengambil keputusan untuk menentukan masa depannya sendiri. Proses edukasi yang dapat dilakukan adalah memberi pertimbangan dalam menentukan masa depannya agar tidak melakukan langkah-langkah yang keliru.

 

 

  1. Masa kedewasaan (usia 30 sampai akhir hayat)

Pada tahap ini, seseorang telah berasimilasi dalam dunia kedewasaan dan telah menemukan jati dirinya, sehingga tindakannya penuh dengan kebijaksanaan yang mampu memberi naungan dan perlindungan bagi orang lain. Proses edukasi dapat dilakukan dengan cara mengingatkan agar mereka lebih memperbanyak amal shalih, serta mengingatkan bahwa harta yang dimiliki agar dapat dimanfaatkan untuk kepentingan agama, negara dan masyarakat.

 


BAB III

PENUTUP

 

  1. Kesimpulan

Pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim  yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.

Sasaran strategis pendidikan Islam adalah menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai agama dan nilainilai ilmu pengetauan secara mendalam dan luas dalam pribadi anak didik, sehingga akan terbentuk dalam dirinya, sikap beriman dan bertakwa dengan kemampuan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan istilah lain sasaran pendidikan Islam adalah mengintegrasikan iman dan takwa dengan ilmu pengetahuan dalam pribadi manusia untuk mewujudkan kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat.

  1.  Saran
    Dengan selesainya penulisan makalah ini, maka penulis mengharap kepada pembaca sekiranya menemukkan kesalahan pada makalah ini untuk memperbaikinya. Sebab penuls bukanlah orang sempurnya yang tidak lepas dari sifat kekeliruan, sehingga penulis juga biasa melakukan kesalahan. Dan jika ada sesuatu yang biasa dijadikan bahan kajian oleh pembaca maka penulis akan merasa termotivasi. Saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun semangat penulis akan selalu ditunggu oleh penulis.

 

DAFTAR PUSTAKA

  1. Prof. H. M. Arifin, M. Ed., Ilmu Pendidikan Islam<Jakarta:Bumi Aksara,2005>
  2. Prof. H. M. Arifin, M. Ed., Filsafat Pendidikan Islam<Jakarta:Bumi Aksara,2005>



[1] Prof. H. Muzayyin Arifin, M. Ed., Ilmu Pendidikan Islam<Jakarta:Bumi Aksara,2005>hal.23
2Prof. H. Muzayyin Arifin, M. Ed., Filsafat Pendidikan Islam<Jakarta:Bumi Aksara,2005>hal.35


Renungkanlah !!! Apa itu cinta??

Renungkanlah!!!!Apa itu cinta?? Apakah telapak tanganmu berkeringat, jantungmu berdetak cepat, dan suaramu tercekat saat berada di dekatnya...