MAKALAH
ILMU
PENDIDIKAN ISLAM
“SASARAN
DALAM PENDIDIKAN ISLAM”
Disusun
Oleh:
Kelompok
6
- Maya Irwanti
- Muhammad Syaifullah
- Rahayu
II
PAI B
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM AN-NADWAH KUALA
TUNGKAL
Mata
Kuliah : Ilmu Pendidikan Islam
Dosen
Pengampu : Abd. Hamid, S.Pd.I, M.Pd.I
KATA
PENGANTAR
Syukur
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Karena Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, yang
berjudul : “Sasaran Dalam Pendidikan Islam”.
Sholawat
dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW, yang telah membimbing umat dari jalan kegelapan menuju jalan yang
terang benderang yang diridhoi oleh Allah SWT yaitu dengan agama Islam.
Walaupun
penulis sudah berupaya semaksimal mungkin, demi terselesainya makalah ini,
penulis tetap menyadari bahwa kemampuan penulis jauh dari kesempurnaan, dan
sudah pasti masih banyak kekurangannya. Sehingga kritik dan saran yang sifatnya
membangun semangat penulis yang sangat penulis harapkan.
Sabtu, 25 Maret 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
Cover............................................................................................................. i
Kata
Pengantar............................................................................................. ii
Daftar
isi..................................................................................................... iii
BAB
I. PENDAHULUAN
- Latar Belakang............................................................................................. 1
- Rumusan Masalah........................................................................................ 1
- Tujuan Pembahasan...................................................................................... 1
BAB
II. PEMBAHASAN
- Hakikat Pendidikan Islam............................................................................ 2
- Tugas dan Fungsi Pendidikan Islam............................................................ 2
- Peran Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional....................... 6
- Sebagai Mata Pelajaran Wajib................................................................ 7
- Sebagai lembaga (Institusi)................................................................. 10
- Perspektif Islam Tentang Pendidikan Seumur Hidup................................ 12
BAB
III. PENUTUP
- Kesimpulan................................................................................................ 15
- Saran.......................................................................................................... 15
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar BelakangSebagai hasil pemikiran bercorak bercorak khas islam, pendidikan islam pada hakikatnya adalah konsep berfikir tentang kependidikan yang bersumber atau berlandaskan ajaran agama islam, tentang hakikat kemapuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh pribadiinya dijiwai oleh ajaran islam, serta mengapa manusia harus dibina menjadi hamba Allah yang berkepribadian demikian.Bila dilihat dari fungsinya, maka oendidikan islam merupakan pemikiran mendasar yang melandasi dan mengarahkan proses pelaksanaan pendidikan islam, oleh karena itu ini juga memberikan gambaran tentang sampai dimana proses tersebut dapat direncanakan dan dalam ruang lingkup serta dimensi bagaimana proses tersebut dilaksanakan.
- Rumusan Masalah
- Bagaimana hakikat pendidikan islam?
- Apa saja tugas dan fungsi pendidikan islam?
- Bagaimana peran pendidikan islam dalam sistem pendidikan nasional?
- Bagaimana perspektif islam tentang pendidikan seumur hidup?
- Tujuan Pembahasan
- Untuk menjelaskan hakikat pendidikan islam.
- Untuk mengetahui tugas dan fungsi pendidikan islam.
- Untuk mengetahui peran pendidikan islam dalam sistem pendidikan nasional.
- Untuk mengetahui perspektif islam tentang pendidikan seumur hidup.
BAB II
PEMBAHASAN
- Hakikat Pendidikan Islam
Pendidikan islam adalah usaha orang dewasa
muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta
perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran islam kearah
titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.[1]
Pendidikan secara teoretis mengandung
pengertian “memberi makan” (opvoeding) kepada jiwa anak didik sehingga
mendapatkan kepuasan rohaniah, juga
sering diartikan dengan “menumbuhkan” kemampuan dasar manusia. Bila ingin diarahkan
kepada pertumbuhan sesuai dengan ajaran islam maka harus berproses melalui
sistem kependidikan islam, baik melalui kelembagaan maupun melalui sistem
kurikeler.
Esensi dari potensi dinamis dalam setiap diri
manusia itu terletak pada keimanan atau keyakinan, ilmu pengetahuan, akhlak
(moralitas), dan pengalamannya. Dan keempat potensi esensial ini menjadi tujuan
fungsional pendidikan islam. Oleh karenanya, dalam strategi pendidikan islam,
keempat potensi dinamis yang esensial menjadi titik pusat dari lingkaran proses
kependidikan islam sampai kepadanya tujuan akhir pendidikan, yaitu manusia
dewasa yang mukmin atau muslim, muhsin, atau muhlisin mutakin.
- Tugas dan Fungsi Pendidikan Islam
John Dewey pernah menyatakan bahwa : Education
is the process without end, “Pendidikan itu adalah suatu proses tanpa
akhir.” Sejalan dengan strategi pendidikan yang secara universal ditetapkan
perserikatan bangsa bangsa sebagai Life long education “Pendidikan
sepanjang hayat”. Dengan demikian, tugas dan fungsi pendidikan berlangsung
secara kontinu dan berkesinambungan bagaikan spiral yang sambung menyambung
dari satu jenjang ke jenjang lain yang bersifat progresif mengikuti kebutuhan
manusia dalam bermasyarakat secara luas.
Tugas dan fungsi itu bersasaran pada manusia
yang senantiasa tumbuh dan berkembang mulai dari periode kandungan ibu sampai
meninggal dunia.
Tugas pendidikan dapat dibedakan dari
fungsinya sebagai berikut.
- Tugas pendidikan adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan kehidupan anak didik dari satu tahap ke tahap lain sampai meraih titik kemampuan yang optimal.
Bimbingan dan pengarahan tersebut menyangkut
potensi predisposisi (kemampuan dasar) serta bakat manusia yang mengandung
kemungkinan kemungkinan berkembang kearah kematangan yang optimal. Potensi atau
kemungkinan yang berkembang dalam diri manusia itu baru dapat berlangsung
dengan baik bilamana diberi kesempatan yang cukup baik dan favorable untuk
berkembang melaui pendidikan yang terarah. Kemampuan potensial pada diri
manusia baru aktual dan fungsional bila disediakan kesempatan untuk muncul dan
berkembang dengan menghilangkan segala gangguan yang dapat menghambatnya.
Hambatan hambatan mental dan spiritual banyak corak dan jenisnya, seperti hambatan
pribadi dan hambatan sosial, yang berupa hambatan emosioanl dan lingkungan
masyarakat yang tidak mendorong kepada kemajuan pendidikan dan sebagainya.
- Sedangkan fungsi pendidikan adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan tersebut dapat berjalan lancar. Penyediaan fasilitas ini dapat mengandung arti dan tujuan bersifat stuktural dan institusional.
Arti dari tujuan struktural menurut
terwujudnya struktur organisasi yang mengatur jalannya proses pendidikan, baik
dilihat dari segi horizontal dimana
faktor faktor pendidikan dapat berfungsi secara interaksional (saling pengaruh
mempengaruhi satu sama lain) yang berarah tujuan kepada pencapaian tujuan
pendidikan yang diinginkan. Arti dari tujuan intitusional mengandung implikasi
bahwa proses kependidikan yang terjadi dalam struktur organisasi itu
dilembagakan untuk lebih menjamin proses pendidikan itu berjalan dengan
konsisten dan berkesinambungan mengikuti kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan
manusia yang cenderung kearah tingkat kemampuan yang optimal. Oleh karena itu
terwujudlah pembagian jenis dan jalur kependidikan formal dan nonformal dalam
masyarakat, yang akomodatif terhadap kecenderungan tersebut.
Bentu-bentuk (struktur) organisasi dan
institusi kependidikan yang pernah dan yang masih ada berkembang dalam
masyarakat muslim, dapat kita kenal sebagai suatu sistem pendidikan islam.
Sisstem-sistem kependidikan islam tersebut pada umumnya terpisah antara satu
dari yang lainnya dalam pengertian kurikuler, sebagaimana halnya sistem
pendidikan klasik nonformal zaman sahabat bernama al kittab dimana
pelajaran membaca kitab suci al qur’an, tidak ada kaitan kurikuler dengan
sistem kependidikan lain seperti khalaqah dan zawiyah yang
berlangsung di mesjid mesjid atau di sudut mesjid zaman itu. Apabioa
dihubungkan dengan sistem pendidikan yang terbentuk sholunat al adabijjah yang lebih
bersikap diskusip tentang masalah masalah kebudayaan daripada mengandung
implikasi kependidikan secara sengaja kepada para pesertanya. Maka sistem
sistem demikian tampak terpisah satu dari yang lainnya. Lebih lebih bila
dilihat dari segi pendidikan modern maka sitem pendidikan islam yang pernah
melembaga itu dapat dikatakan sebagai bukan sistem pendidikan intitusional terpadu, melainkan
istitusi kependidikan yang bersifat atomistis yang dilembagakan tanpa adanya
kaitan dengan mata rantai kurikuler progresif seperti dalam sistem pendidikan
yang berjenjang dari taman kanak kanak sampai ke perguruan tinggi.
Di Indonesia sistem pendidikan yang paling
tua antara sistem pendidikan yang masih ada
dan masih berkembang sampai kini adalah pondok pesantren yang sejenisnya
seperti dayah di Aceh, Surau di Sumatra Barat. Rangkang di Cirebon, dan
sebagainya. Sistem ini dilihat dari segi perspektif pendidikan modern dianggap
unik, karena lembaga ini dalam melaksanakan proses kependidikan tidak
mendasarkan diri pada kurikulum;tidak mendapat sistem jenjang. Metode yang
dipakai juga unik,, karena tidak didapatkan di sekolah sekolah biasa, yaitu
metode pengajian, baik sorongan maupun weton, serta metode mengajar secara
verbalistik.[2]
Namun secara instutional, lembaga pendidikan
pada umumnya dan lembaga pendidikan islam pada khususnya. Pada dasarnya
berfungsi utama untuk melaksanakan transmisi (perpindahan) dan transformasi (pengoperan
atau pengalihan) nilai kebudayaan islam serta kebudayaan pada umumnya dari
generasi ke generasi, dimana didalamnya terdapat unsur unsur dan nilai nilai
kemanusiaan dan keadaban yang secara selektif sangat diperlukan bagi
kesinambungan hidup islam dan umat islam di dunia ini. Proses transmisi dan
transformasi kultural tersebut hanya
dapat berlangsung secara mantap dan progresif, bilamana diarahkan
melalui proses kependidikan dalam lembaga lembaga yang terorganisasikan secara
struktural dan institusional itu.
Pada hakikatnya, dilihat dari segi idealitas
sosiokultural muslim. Pendidikan merupakan alat pembudayaan (enkulturasi) umat
manusia yang paling diperlukan diantara keperluan hidupnya, meskipun pendidikan
itu sendiri pada mulanya timbul dan berkembang dari sumber kultural itu
sendiri.
- Peran Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional.
Secara eksplisit fungsi pendidikan agama telah
dituangkan dalam penjelasan Pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 2 tahun 1989
yang menyebutkan “Pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut peserta
didiknya yang bersangkuntan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati
agama lain dalam hubungan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan
persatuan dan kesatuan Nasional.
Dari rumusan tersebut tampaknya terdapat
konsistensi dan keterkaitan langsung antara rumusan fungsi pendidikan agama
dengan tujuan pendidikan nasional yang terutang pada pasal 4 Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 yaitu: “mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia
yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa…..” hal tersebut
dipetegas lagi pada penjelasan Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 yang
menyebutkan bahwa pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah dan
tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang
menuntut pengusaan tentang ajaran agama dan atau menejadi ahli ilmu agama.
Dalam upaya membentuk manusia Indonesia yang
beriman dan bertakwa Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pendidikan agama memiliki peranan yang sangat
penting. Untuk itu pendidikan agama wajib diberikan pada semua satuan, jenjang
dan jenis pendidikan, baik melalui jalur sekolah maupun melalui jalur luar
sekolah. Pendidikan agama sebagai institusi yang selama ini dikenal dengan nama
Madrasah serta Pondok Pesantren telah berakar, tumbuh dan bekembang dalam
kehidupan masyakat Indonesia yang mayoritas bergama Islam. Tercatat dalam
sejarah pendidikan Nasional, satuan pendidikan tersebut telah ada sejak
permulaan agama Islam masuk ke Indonesia atau paling lambat sudah dimulai pada
abad ke-11. Peranan pendidikan Islam dalam sistem pendidikan Nasional, dapat
dikemukakan sebagai berikut:
- Sebagai Mata Pelajaran Wajib
Dalam Undang-undang No. 2 tahun 1989 dikemukan
bahwa pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan perserta
didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan
khusus tentang ajaran agama yang bersangkungan, dan diselenggarakan pada semua
jenjang pendidikan. Dalam pengertian ini, pendidikan keagamaan merupakan salah
satu bahan kajian dalam kurikulum semua jenis dan jenjang pendidikan di
Indonesia.
Pada pendidikan dasar, pendidikan keagamaan
merupakan pendidikan wajib bersama-sama dengan 12 bahan kajian lainnya. Pada
jenjang pendidikan menengah pendidikan keagamaan juga merupakan pendidikan
wajib besama dengan pendidikan pancasila dan pendidikan kewarganegaraan. Jadi
pendidikan agama dalam sistem pendidikan nasional keberadaannya sangat penting.
Sementara itu, persoalan atau tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan
pendidikan agama sebagai suatu mata pelajaran di sekolah saat ini adalah
bagaimana agar pendidikan agama tidak hanya mengajarkan pengetahuan tentang
agama, tetapi dapat mengarahkan anak didik untuk menjadi manusia yang
benar-benar mempunyai kulaitas keberagaman yang kuat. Dengan demikian, materi
pendidikan tidak hanya menjadi pengetahuan tetapi dapat membentuk sikap dan
kepribadian peserta didik sehinga menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
dalam arti yang sesungguhnya, apalagi pada saat-saat seperti sekarang yang
tampaknya muncul gejala terjadinya pergesaran nilai-nilai yang ada sebagai
akibat majunya ilmu pengetahuan.
Dalam bentuk yang lebih terperinci, Ramayulis menjelaskan
peran pendidikan Islam sebagai mata pelajaran terhadap pendidikan Nasional.
- Mempercepat Proses Pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional
Pendidikan nasional bertujuan utuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Secara sederhana dapat dirinci point-point yang
terdapat dalam tujuan pendidikan nasional tersebut (1) berkembangnya potensi
peserta didik; (2) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa; (3)
berakhlak mulia, sehat dan berilmu, cakap, kreatif dan mandiri; (4) menjadi
warga Negara yang demokratis; (5) bertanggung jawab.
Di dalam rumusan tujuan tersebut terdapat
istilah “iman” dan “takwa” , kedua istilah tersebut mempunyai kaitan yang erat
dengan ajaran Islam.
Memahami tujuan pendidikan nasional tersebut
hendaklah sebagai satu kesatuan utuh, terpadu, saling mengisi dan mengokohkan
dan jangan dipreteli dan dipahami secara terpisah. Seperti dikatakan
sebelumnya, pendidikan nasional selama ini banyak berpedoman kepada sistem
pendidikan Barat. Para ilmuan kita masih ada yang dipengaruhi oleh sistem
berpikir ilmiah Barat yang rasionalistik dan sekularistik. Mereka menafsirkan
“iman” dan “takwa” dengan pola berpikir Barat. Di samping itu masyarakat
kita adalah masyarakat yang mejemuk yang
terdiri atas berbagai ragam budaya, nilai dan kepercayaan yang dianut oleh
masyarakat, tidak mustahil pula ada di antara ilmuan yang masih taqlid dengan
budaya, nilai dan kepercayaan yang dianutnya sehingga mereka menafsirkan konsep
“iman” dan “takwa” dalam pengertian yang tidak tepat. Selain itu, sampai
sekarang belum ada konsensus nasional mengenai pengertian “iman” dan “takwa”
walaupun mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam.
Oleh karena itu “iman” dan “taqwa” sangatlah
bijaksana kalau ditafsirkan dengan pendekatan islami, Karena memang istilah itu
bersal dari ajaran islam, apalagi penduduk Indonesia lebihkuran 85% adalah
muslim (Islam).
Dalam Islam “iman” dan “takwa” sebagai
penyanggah utama dalam struktur bangunan keagamaan dan kehidupan. Iman sebagai
landansan dalam kehidupan dan takwa tujuannya. Keduanya mewrnai aktifitas
manusia dalam kehidupannya baik dalam beragama maupun aspek lainnya. Oleh
karena itu “iman” dan “takwa” bukan saja merupakan urusan kepercayaan dan
ibadah batin semata-mata yang bersifat
pribadi melainkan mempunyai eksistensi terhadap aspek kehidupan lainnya, baik secara
individu maupun secara kolektif. Muhammad Raj’i al Furuqi dan Sardar memberikan
penafsiran tentang iman dan takwa. Menurut al-Faruqi “iman” dan “tauhid” ini
merupakan esensi ajaran Islam, merupakan pandangan umum dari realitas kebenaran
dan waktu, sejarah nasib manusia. Sebagai pandangan umum ia tegakkan di atas
dasar prinsip ideality, theology, capacity of man, methability of nature dan
responsibility and judgment
dan sebagai falsafah dan pandangan hidup memiliki implikasi dalam segala aspek
kehidupan dan pemikiran manusia, seperti dalam sejarah, pengetahuan, filsafat,
etika, umat, keluarga, ekonomi ketertiban dunia dan estetika. Takwa menurut
Sardar merupakan suatu konseptori; dia memerlukan kenyataan dalamnya, gerak dan
interaksi. Untuk memperoleh takwa tidak
cukup hanya dengan pernyataan percaya dan cinta kepada Allah melalui
peribadatan saja, akan tetapi juga pelayan dan perhatian kepada orang lain
melalui kebenaran, kejujuran dan keikhlasan. Jadi “iman” dan “takwa” tidak
hanya mendasari dan mewarnai hubungan manusia dengan Tuhan saja, tetapi
hubungan manusia dengan masyarakat dan
lingkungannya; bukan hanya mendasari aspek u’budiyah saja, tetapi juga mua’malah
lainnya.
Kalau pernafsiran ini diterapkan kepada “iman” dan “tawa” dalam rumusan
tujuan pendidikan nasional, maka setiap bagian/butir rumusan pendidikan
nasional (akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratif dan
bertanggung jawab) harus berlandaskan dan dijiwai oleh roh “iman” dan “takwa”
dan adapun rincian dari tujuan umum yang dibuat, ataupun tujuan yang lebih
rendah dari itu tujuan institusional, tujuan kurikulum haruslah dijiwai oleh
“iman” dan “takwa”.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya “iman” dan “takwa” istilah yang erat hubungannya dengan agama
khususnya agama Islam, maka untuk menumbuh kembangkan manusia yang beriman dan
bertawa haruslah melalui pendekatan dan bimbingan agama, khususnya agama Islam
baik melalui mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, sebagai mata pelajaran
wajib, maupun melalui lembaga pendidikan keagamaan Islam. Oleh
karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa mata pelajaran pendidikan agama Islam
mempunyai peran penting yang menentukan dalam upaya pencapaian tujuan
pendidikan nasional.
- Memberikan nilai pada mata pelajaran umum.
Seperti diketahui nilai pada mata pelajaran umum
yang dijarkan di sekolah adalah ilmu pengetahuan produk Barat yang bebas dari
nilai (Values Free). Agar mata pelajaran umum yang diajarkan di
sekolah/madrasah mempunyai nilai maka pendidikan agama Islam, dapat
diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran tersebut apalagi dalam kurikulum
sekolah pendidikan agama terletak pada urutan pertama. Nilai-nilai yang
terdapat dalam ajaran Islam inilah yang diinternalisasikan dalam proses
pembelajaran kepada peserta didik.
b. Sebagai
lembaga (Institusi)
- Lembaga pendidikan agama Islam (Pondok Pesantren). berperan memncerdaskan kehidupan bangsa. Jauh sebelum adanya sekolah pesatren sudah lebih tiga abad mencerdaskan kehidupan bangsa. Tercatat dalam sejarah Pendidikan Nasional, persantren sudah ada sejak masuknya Islam ke Indonesia dari masa Kolonial Belanda sampai sekarang. Apalagi pesantren yang bersifat tradisional banyak sekali diminati oleh masyarakat.
- Lembaga pendidikan Islam, (Madrasah Diniah) bersama dengan satuan lembaga pendidikan lainnya dalam sistem pendidikan nasional bersama-sama menuntaskan pelaksanaan wajib belajar 9 tahun.
- Lembaga pendidikan Islam (Madrasa Diniyah) berperan mendidikan anak-anak yang drop out, anak-anak yang tidak berkesempatan memasuki lembaga pendidikan formal dan sekaligus juga menambah dan memperkuat pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah, maka peserta didik dapat memperluas dan memperdalam mata pelajaran ini di Madrasah Diniah (MDA, MDW, MDU)
Hasbullah menjelaskan peranan madrasah dan
pondok pesantren sebagai lembaga pendidiikan Islam dapat dilihat sebagai
berikut:
- Madrasah dan pondok pesantren telah menunjukkan kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang dalam menghadapi berbagai tantangan zaman, serta kemampunnya untuk memasuki pelosok daerah terpencil di samping kemampuannuya untuk tetap tumbuh dan berkembang di daerah perkotaan modern dan sangat maju.
- Madrasah dan pondok pesantren sebagian besar adalah perguruan swasta yang berkemampuan tinggi untuk berswakarya dalam menyelenggarakan pendidikan. Dengan perkataan lain, madrasah dan pondok pesantren telah menunjukkan kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang di atas kemampuan kekuatan sendiri, dengan memobilisasi sumber daya yang tersedia di masyarakat pendukungnya.
- Mandrasah dan pondok pesantren yang mempuyai khas sebagai pusat pendidikan pengembangan dari penyebaran agama Islam diharapkan telah membuktikan diri dapat menghasilkan keluaran atau out put khususnya di bidang pendidikan agama Islam.
- Madrasah dan pondok pesantren memiliki potensi yang cukup besar untuk bersama-sama pendidikan lainnya di dalam sistem pendidikan nasional untuk menuntaskan wajib belajar tingkat SLTP dan pelaksana pendidikan 9 tahun. Atas dasar ini Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah merupakan lembaga pendidikan dasar.
Adapun madrasah pada umumnya didirikan atas
inisiatif masyarakat Islam yang tujuan utamanya adalah mendidik para peserta
didik memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan baik. Maka keluarlah
PP nomor 28 tahun 1990 dimana pada pasal 4 ayat (2) disebutkan SD dan SLTP yang
berciri khas agama Islam yang dikelola oleh Departemen Agama terserbut Madrasah
Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah. Dengan kenyataan ini tugas dan fungsi MI
dan MTs menjadi ganda yaitu, (a) sebagai Sekolah Pendidikan Islam; (b) sebagai
Sekolah Pendidikan Dasar.
Dengan keadaan yang
demikian, orang tidak bisa lagi menomorduakan lembaga-lembaga pendidikan Agama,
bagaimanapun pada saat globalisasi melanda dunia seperti sekarang ini,
nilai-nilai etik dan moral sudah mulai luntur dan bergeser. Dalam
konteks ini madrasah sangat strategis untuk membendung arus demoralisasi yang
sangat merugikan tersebut.
- Pendidikan Seumur Hidup dalam Perspektif Islam
Dalam
perspektif Islam, pendidikan seumur hidup didasarkan pada fase-fase
perkembangan manusia itu sendiri. Artinya, proses pendidikan itu disesuaikan
dengan pola dan tempo, serta irama perkembangan yang dialami oleh seseorang
sampai akhir hayatnya, yakni
- Masa al-Jauin (usia dalam kandungan)
Masa al-jauin, tingkat anak yang berada
dalam kandungan dan adanya kehidupan setelah adanya ruh dari Allah swt. Pada
usia 4 bulan, pendidikan dapat diterapkan dengan istilah “pranatal”. Karena
itu, seorang ibu ketika mengandung anaknya, hendaklah mempersiapkan kondisi
fisik maupun psikisnya, sebab sangat berpengaruh terhadap proses kelahiran dan
perkembangan anak kelak.
- Masa bayi (usia 0-2 tahun)
Pada tahap ini, orang belum memiliki kesadaran
dan daya intelektual, ia hanya mampu menerima rangsangan yang bersifat biologis
dan psikologis melalui air susu ibunya. Karenanya, dalam fase ini belum dapat
diterapkan interaksi edukatif secara langsung. Proses edukasi dapat dilakukan
menurut Islam adalah membacakan adzan di telinga kanan dan iqamah di telinga
kiri ketika baru lahir, memberi nama yang baik ketika diaqiqah. Dengan
demikian, di hari pertama dan minggu pertama kelahirannya, sudah diperkenalkan
kalimat tauhid, selanjutnya diberi nama yang baik sesuai tuntunan agama.
- Masa kanak-kanak (usia 2-12 tahun)
Pada fase ini, seseorang mulai memiliki
potensi-potensi biologis, paedagogis. Oleh karena itu, mulai diperlukan
pembinaan, pelatihan, bimbingan, pengajaran dan pendidikan yang sesuai dengan
bakat dan minat atau fitrahnya. Ketika telah mencapai usia enam tahun hendaklah
dipisahkan tempat tidurnya dan diperintahkan untuk shalat ketika berumur tujuh
tahun. Proses pembinaan dan pelatihan lebih efektif lagi bila dalam usia tujuh
tahun disekolahkan pada Sekolah Dasar. Hal tersebut karena pada fase ini,
seseorang mulai aktif dan mampu memfungsikan potensi-potensi indranya walaupun
masih pada taraf pemula.
- Masa puber (usia 12-20 tahun)
Pada tahap ini, seseorang mengalami perubahan
biologis yang drastis, postur tubuh hampir menyamai orang dewasa walaupun taraf
kematangan jiwanya belum mengimbanginya. Pada tahap ini, seseorang mengalami
masa transisi, masa yang menuntut seseorang untuk hidup dalam kebimbangan,
antara norma masyarakat yang telah melembaga yang mungkin tidak cocok dengan
pergaulan hidupnya sehari-hari, sehingga ia ingin melepaskan diri dari belenggu
norma dan susila masyarakat untuk mencari jati dirinya, ia ingin hidup sebagai
orang dewasa, diakui, dan dihargai, tetapi aktivitas yang dilakukan masih
bersifat kekanak-kanakan. Seringkali orang tua masih membatasi kehidupannya
agar nantinya dapat mewarisi dan mengembangkan usaha yang dicapai orang tuanya.
Proses edukasi fase puber ini, hendaknya di didik mental dan jasmaninya,
misalnya mendidik dalam bidang olahraga dan memberikan suatu model, mode
dan modus yang Islami, sehingga ia mampu melewati masa remaja di tengah-tengah
masyarakat tanpa meninggalkan nilai-nilai Islam.
- Masa kematangan (usia 20-30)
Pada tahap ini, seseorang telah beranjak dalam
proses kedewasaan, mereka sudah mempunyai kematangan dalam bertindak, bersikap,
dan mengambil keputusan untuk menentukan masa depannya sendiri. Proses edukasi
yang dapat dilakukan adalah memberi pertimbangan dalam menentukan masa depannya
agar tidak melakukan langkah-langkah yang keliru.
- Masa kedewasaan (usia 30 sampai akhir hayat)
Pada tahap ini, seseorang telah berasimilasi dalam dunia kedewasaan dan
telah menemukan jati dirinya, sehingga tindakannya penuh dengan kebijaksanaan
yang mampu memberi naungan dan perlindungan bagi orang lain. Proses
edukasi dapat dilakukan dengan cara mengingatkan agar mereka lebih memperbanyak
amal shalih, serta mengingatkan bahwa harta yang dimiliki agar dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan agama, negara dan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Pendidikan Islam adalah usaha orang
dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar
mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan
dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan
perkembangannya.
Sasaran strategis pendidikan Islam
adalah menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai agama dan nilainilai ilmu
pengetauan secara mendalam dan luas dalam pribadi anak didik, sehingga akan
terbentuk dalam dirinya, sikap beriman dan bertakwa dengan kemampuan
mengembangkan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan istilah lain
sasaran pendidikan Islam adalah mengintegrasikan iman dan takwa dengan ilmu
pengetahuan dalam pribadi manusia untuk mewujudkan kesejahteraan hidup di dunia
dan kebahagiaan di akhirat.
- SaranDengan selesainya penulisan makalah ini, maka penulis mengharap kepada pembaca sekiranya menemukkan kesalahan pada makalah ini untuk memperbaikinya. Sebab penuls bukanlah orang sempurnya yang tidak lepas dari sifat kekeliruan, sehingga penulis juga biasa melakukan kesalahan. Dan jika ada sesuatu yang biasa dijadikan bahan kajian oleh pembaca maka penulis akan merasa termotivasi. Saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun semangat penulis akan selalu ditunggu oleh penulis.
DAFTAR PUSTAKA
- Prof. H. M. Arifin, M. Ed., Ilmu Pendidikan Islam<Jakarta:Bumi Aksara,2005>
- Prof. H. M. Arifin, M. Ed., Filsafat Pendidikan Islam<Jakarta:Bumi Aksara,2005>
- http://drmulyadisagmpd.blogspot.co.id/2014/12/posisi-dan-peran-pendidikan-islam-dalam.html (di akses tanggal 8 april 2017 pukul 21:32)
- http://ridiawan.blogspot.co.id/2016/09/sasaran-pendidikan-islam.html (di akses tanggal 8 april 2017 pukul 22.14)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar