Selasa, 24 April 2018

Drama Kepalangmerahan SMPN 1 Kuala Tungkal

Selamat beraktifitas bagi pembaca, semoga selalu dalam keadaan sehat dan dirahmati Allah Swt.

Drama ini dibuat dengan seksama dan ditulis oleh Aida (Relawan PMI), dan diharap bisa memotivasi bagi pembaca maupun calon relawan masa depan.

Judul : Izinkan Aku Menjadi Relawan
Pengarang cerita : Aida Nafiah
Editor cerita : Rahayu Nafiah
Pengarang puisi : Rahayu Nafiah

Tokoh : (14 Orang)
1. Ana (Shinta Nuria Salwa)
2. Ayah (Amri)
3. Ibu (Indah)
4. Dokter (Uray)
5. Relawan (2 orang) (Kahirunnisa, Andika, Dinda)
6. Warga dan Anggota PMI (Warga: Sifa, Azkia, Nabila, citra, rahel.)
7. Prolog (Auri)

Alat :
1. Miniatur Batu Nisan
2. Miniatur Rumah Kardus (simulasi kebakaran)
3. Jas dokter
4. Cermin
5. Rompi PMI
6. Segelas Kopi
7. Koran

Pelengkap : Backsound Mp3

_________________

Prolog
Disuatu desa yang bernama Suka kamu, kecamatan Kamu suka, Kabupaten Yuk Ta'aruf. Hiduplah sebuah keluarga kecil yaitu Bapak Ana, Ibu Ana dan Ana.

Pagi itu,
-I-
Ayah : (duduk membaca koran) "Bu, kopi Bapak Ya"
Ibu : "Ya, Ayah. Bentar ya"
(Ana duduk didekat Bapak sambil mengerjakan PR.)
Ibu : "Gimana yah kopinya? manis?"
Ayah : "Kalo ada Ibu disini yang pahitpun terasa manis"
Ibu : (tersipu malu) "Ah bapak bisa aja" pergi ke dapur melanjutkan kerjaannya)

-II-
Ayah : "Astaghfirullah, ini pabrik tempat bapak kerja dulu terbakar lo, banyak korbannya"
Ana : (mendengar dan penasaran) "mana Yah mana, Ana mau lihat". (kemudian terfokus pada laki-laki berompi dengan lambang PMI) "Yah, ini siapa yang memakai rompi menggotong para korban?"
Ayah : "oh itu PMI yang bertugas membantu para korban bencana"
Ana : "oh jadi kalau ada kebakaran, PMI selalu membantu ya Pak?"
Ayah : "bukan hanya kebakaran, tapi semua bencana. seperti gempa, banjir, longsor juga lainnya"
Ana : "wah hebat ya Pak, Ana juga mau seperti mereka bisa membantu saudara kita yang terkena musibah"
Ibu : (mendengar percakapan Ana dan Ayahnya langsung turut campur) "Ibu gak setuju, cukup dimano badan kau nak ikut itu. nak nolong sudahnyo kau yang ditolong. nyusahkan orang. lagipula dapat apo kau nak ikut itu tu, menat-menati be"
Ana : (Hanya terdiam menunduk) (Ayah Ana memegang pundak Ana sambil tersenyum)

-III-
(Esoknya....)
(disekolah kedatangan tamu dari relawan PMI)
Relawan : "Assalamu'alaikum selamat pagi adek-adek. kami dari relawan PMI ingin mengenalkan dan mengajarkan apa itu PMI dan pentingnya PMI dalam kehidupan sehari-hari dimulai dari pertolongan pertama sampai perawatan keluarga dan lain-lain. kita akan adakan latihan disekolah dan kami harapkan adek-adek bisa menghadiri dan bergabung agar kita bisa belajar sama-sama".

(begitulah seterusnya sampai jam pelajaran selesai)

Sepulang sekolah Ana terus berfikir dan mempunyai tekad untuk mengikuti latihan PMI disekolah. Namun Ana teringat akan perkataan Ibunya yang tidak mengizinkannya untuk menjadi relawan.

Ana : "Bagaimana caranya aku bilang pada Ibu agar mengizinkan untuk menjadi relawan sedangkan Ibu sudah bilang tidak setuju jika aku menjadi relawan".

(Ana pun pulang menemui Ayahnya dan menceritakan semua yang terjadi)

Ayah : "ikuti kata hatimu, Nak. Jika memang panggilan jiwamu untuk menjadi Relawan, laksanakanlah. karena itu tugas mulia. Ayah bangga padamu".

Ana : "Tapi, Yah. Ibu tidak mengizinkan aku".

Ayah : "Hehee.. soal Ibu biar Ayah yang urus".

(seketika itu Ana tersenyum bahagia karena merasa ada dukungan dari Ayahnya. kemudian Ana beranjak untuk bersantai di teras rumahnya bersama sang Ibu)
(namun tiba-tiba terjadi gempa yang meluluh lantahkan desa Aku suka. semua warga berlarian keluar rumah termasuk keluarga Ana. Namun naas Ayah Ana tertimpa reruntuhan saat menyelamatkan anak tetangganya. Ayah Ana meninggal dunia karena mengalami patah tulang yang serius dan terlambat mendapatkan penanganan.)
(Ana menangis histeris karena kehilanga sosok Ayah yang selalu mendukungnya)

Beberapa bulan kemudian....
Ana : "seandainya Aku bisa menolong Ayah waktu itu, mungkin saat ini Ayah masih duduk disampingku"

Haripun berlalu....
Tanpa sepengetahuan Ibunya, Ana rajin mengikuti PMR di Sekolah. Ana bercermin memakai rompi PMI.
Ana : "Aku sudah jadi relawan, bagaimana caranya aku bilang pada Ibu?".
Sambil megemas perlengkapan latihan, Ana beranjak ingin pergi.
Namun Suatu saat Ibu Ana curiga kenapa Ana sering pergi saat hari libur. tak seperti biasanya Ana selalu dirumah saat liburan.

Ana : "Ibu, Ana izin pergi ya".
Ibu : "Kemana, Ana".
Ana : "Kerumah teman, Bu".
Ibu : "Ibu perhatikan setiap liburan kau kerumah teman. Apa yang kau lakukan dirumah temanmu? atau jangan-jangan kau bohong pada Ibu untuk ikut latihan PMR itu ya?!. Dulu Ayah pernah bilang pada Ibu kalau kamu nekat untuk jadi relawan. Ana, Ibu hanya punya kamu. Ibu tidak ingin terjadi sesuatu padamu. lagipula dapat apa kamu mengikuti latihan seperti itu. tidak mendapatkan uang, hanya mendapat lelahnya saja".
(Ibu pergi kedapur melanjutkan pekerjaan)
(sedangkan Ana tertunduk berbicara sendiri)
Ana : " Menjadi relawan adalah pilihan, Bu. Panggilan hati. meskipun nyawa taruhannya".

-IV-
Satu bulan terjadi kebakaran di Rumah Ana yang disebabkan aliran listrik. Rumah Ana dan beberapa rumah tengganya turut terbakar. Ana berlari dan memanggil Ibunya dan mendapati Ibunya sudah lemas dan sesak karena banyak menghirup asap. para tetangga menggotong ibu Ana keluar rumah. Ana bertindak cepat memeriksa nadi Ibunya dan memberikan nafas buatan serta RJP. dengan usaha keras akhirnya Ibu Ana siuman namun masih lemah. segera para tetangga membantu membawa Ibu Ana ke Puskesmas terdekat untuk mendapatkan Pertolongan lanjutan.

Di Puskesmas....
Dokter : "Alhamdulillah keadaan Ibu baik-baik saja. untunglah ibu segera mendapatkan pertolongan pertama yang dilakukan oleh Anak Ibu. Jika tidak, entah apa yang terjadi pada Ibu".
Ibu : "Terimakasih, Dok".

(Ibu Ana memandang Ana dengan wajah haru)
Ibu : "Bagaimana bisa kamu melakukannya, Nak?"
Ana : "Maaf, Bu. Ana belajar dari latihan PMR yang Ana jalani setiap minggu. maafkan Ana yang tak mendengarkan kata-kata Ibu. Ana sudah kehilangan Ayah,  Ana tidak ingin itu terjadi pada Ibu. Ana Sayang Ibu".
Ibu : "Maafkan Ibu, Nak. Selama ini Ibu melarangmu untuk berbuat baik". (Ibu menangis sambil memeluk Ana) "Lanjutkan langkahmu, Nak".

Tiga hari kemudian. Ana dan Ibunya ziarah ke makam ayahnya)
(setelah di makam....)

(Sambil memegang batu nisan Ayahnya, Ana menangis...)
Ana : " Ayah.. sekarang Ana sudah menjadi Relawan, Ayah bilang Ayah bangga kan?. Ibu juga sudah mendukung Ana".
(di makam tersebut Ana dan Ibunya berpelukan dengan rasa Haru yang mendalam)

SEKIAN

di akhir kisah, sesosok Ana membuat sebuah tulisan berupa perjuangannya untuk menjadi Relawan tanpa mengurangi rasa hormat pada Ibunya. isi tulisan tersebut ialah...

(dibacakan oleh Ana)

________________

Ibu..
Aku adalah seorang wanita biasa yang ingin menjadi luar biasa..
Ibu..
Aku adalah wanita lemah yang sering berbuat salah padamu..
Ibu..
Kau bilang aku tak pantas menjadi seperti mereka..
Kau bilang aku tak cukup kuat menjadi seperti mereka..
Sekarang aku ingin membuktikannya pada Ibu, kalau aku bisa..
Wanita kecilmu ini,.. ingin melakukan hal luar biasa untuk kemanusiaan.
Ibu..
Terimakasih atas izin yang kau berikan untuk aku keluar rumah meninggalkanmu, untuk mengikuti pelatihan kemanusiaan.
Ibu..
Relakan Aku,..
Latihan bersama mereka-mereka yang juga relawan kemanusiaan.
kadang aku lelah, lesu. namun semangatku dan teman-temanku sudah menjadi penyembuh untuk segalanya.
Ibu..
Ikhlaskan aku menjadi relawan..
Relakan aku berdiri dibawah panji Melati Putih..
Untuk bergabung, mengarungi, dan mengayomi.
Biarkan aku ikut serta dalam Aksi membangun solidaritas dan Totalitas untuk kemanusiaan.
karena ku teguh pada satu prinsip. Relawan tidak dibayar bukan karena tak bernilai, tetapi karena Tak Ternilai.
______________

sekian kepada pembaca dan terimakasih sudah singgah di Halaman blog ini. kami harap cerita ini bisa memotivasi agar calon relawan masa depan bisa lebih semangat dan lebih giat lagi dalam berusaha. Nama dan lokasi hanya Fiktif belaka, apabila ada yang tidak berkenan atas cerita tersebut kami mohon maaf. SEKIAN dari penulis.

Rabu, 11 April 2018

Untuk Kekasihku yang Tetap Ingin Merokok

Bila rasa cinta sudah memenuhi lobulus-lobulus hatinya, maka tak ada yang bisa menjadi penghalang untuk seorang wanita menerimamu. Sekalipun kau adalah seorang perokok, ketika itu aku percaya kepada janjimu bila nantinya kamu akan berhenti merokok. Kau meyakinkanku begitu kuat, seolah karena akulah yang menjadi alasanmu untuk berhenti merokok. Hari itu juga aku percaya akan kata-katamu untuk menghentikan kebiasaan merokokmu walau secara perlahan.

Sesekali kamu diam-diam merokok lagi tanpa sepengetahuanku, lagi-lagi aku tak menyadarinya. Betapa nikmatnya setiap hembusan rokok yang kau hisap dalam-dalam tersebut. Tak ada lagi janjimu kepadaku untuk berhenti merokok dalam ingatanmu. Hingga lambat laun aku mengetahui kebiasaanmu itu terulang kembali.

Saat itu aku merasa kecewa, tak perlu lagi untukku menasehatimu kesekian kalinya. Berbagai dalil tentang kesehatan mungkin sudah sangat kau hafal. Karena terlalu sering aku bicarakan denganmu.

"Aku berjanji untuk tidak merokok lagi ketika sudah bersamamu", ucapmu meyakinkanku kembali. Rangkaian kata-kata yang begitu meyakinkan terdengar olehku, tetapi sayangnya aku belum bisa percaya begitu saja. Bagaimana kamu akan benar-benar berhenti ketika sudah bersamaku nantinya? Bila saat ini saja kau masih terus menggunakan sebatang gulungan tembakau itu. Padahal ia sangat membuatmu ketagihan untuk terus-terusan menggunakan. Sekali kau mencoba, makan akan seterusnya kau menghisapnya denga khusyu'.

Suatu saat bila tuhan memang mempersatukan kita, apakah kau tak kasihan bila aku harus mengurusi anak-anak kita sendirian?, sedangkan kamu terus-terusan sakit. Berbagai penyakit yang tiba-tiba datang menyerang ketika usiamu masih dikata muda. Itu jika kita punya buah hati, bila tidak? kamu pasti mengerti sendiri salah satu peringatan keras yang tertulis akibat merokok, impoten. Bahkan bisa saja kau pergi mendahuluiku, memberikan gelar janda didepan namaku. Ngeri ya? tak ada maksud menakut-nakutimu. Tapi aku ingin kau sadar akan hal-hal yang mungkin masih jauh dipikiranmu.

Berhentilah aku mohon, tak perlu aku mengancammu untuk memutuskan hubungan ini. Kamu dan aku sudah sama-sama dewasa, mengerti betul mana yang baik dan buruk. Masa depanmu masih panjang, buat apa kamu bersusah payah mengejar impian-impian itu bila kamu membarenginya dengan menimbun penyakit masa datang, untuk apa? Memang benar bila kematian sudah diatur olehNya, katamu mau ngerokok atau tidak maka hari, jam, menit dan detik kematian seseorang sudah diatur, akan sama saja. Iya memang sama, tapi kualitas hidupmu yang berbeda dengan mereka yang bukan pecandu rokok.

Bila hari-hari tua kita bisa dinikmati dengan indah, mengapa kau memilih untuk menyewa kamar rumah sakit dan membuat tangisanku tak berakhir setiap harinya?

Hidup sehat ada di tangan kita, hanya dirimulah yang benar-benar bisa mengendalikan. Aku tak ada artinya, mungkin aku hanya sekedar bisa mengingatkan. Semua keptusan ada ditanganmu, berhentilah menyedot dan meniup sekumpulan asap tak berguna itu, aku mohon. Masa depan kita adalah impianku.

Kamis, 05 April 2018

Celoteh malam

Salam Kamis malam..

Malam ini aku tersadar,
tersadar akan segalanya..
bahwa seseorang yang kita cinta belum sepenuhnya kita miliki.
ingatlah bahwa hati bisa saja mencintai, tapi otak dan fikiran masih saja terbesit dalam kegelisahan.

wahai hati,..
bukankah kau sudah tau akan segala kebenaran,
bukankah kau sudah tau akan segala pertanyaan selama ini,
dan malam ini semua terjawab.

wahai hati,..
mengapa kau terus terbiar dalam kepedihan,
cinta yang selama ini kau damba, kau impikan, kau perjuangkan.
dan cinta itu pula yang sesungguhnya menjadi penyebab utama kau menangis sepanjang malam.

Cinta..
ketika sudah termasuk jurang cinta laki-laki, seakan tak bisa menembus cahaya keluar. terperangkap yang dirasa. terutama duka.

Cinta,..
sesuatu yang pernah menjanjikan, yang benar-benar masih sangat melekat waktu itu hingga sekarang masih tersimpan rapi dalam ingatan,
hari demi hari hati menjaga semua janji dalam pelipur lara. menjaga kedukaan dan godaan yang tajam mencekam.

Tuhan..
sakit..
Tuhan..
perih..
Tuhan..
Hanya namamu yang tersebut dan terucap di bibir ini..
tetap gemetar seakan dingin dan pilu. rasanya ingin teriak namun semua tak bersuara.
Tuhan..

salahkah jika aku menanti sesuatu karenaMu, berjuang karenaMu, berharap kasih sayangMu..
tapi mengapa sampai saat ini aku tetap saja terpenjara dalam belenggu cinta..

bibit cinta yang pernah ia tanam, dan kini telah tumbuh berduri tanpa tangkai.
Tuhan,.. benar-benar sakit yang kurasa..
Tuhan,.. akankah aku akan menemukan cahaya agar bunga ini tumbuh sempurna dan indah?..
aku sangat tak ingin bunga ini layu begitu saja, apalagi hancur..
Tuhan,.. berikan aku penguat dan bibit penyubur bunga ini..
bunga ini haus akan kerinduan.. benar-benar haus kerinduan.
Tuhan.. satu detik saja aku ingin merasakan kasih sayang dalam kejauhan..
Tuhan.. satu detik saja aku ingin menikmati symphoni cintanya..
mengapa sangat sulit,..
Tuhan..
pipi ini selalu lembab,..
mata ini memerah,..
bibir ini bergetar,..
tubuh ini lemas tak berdaya,..

Tuhan,..
aku tak dapat menggapai Bintang, jauh dari gapaianku, jauh dari tatapanku, jauh dari jarak aku terlelap.
Tuhan,..
Titipkan salamku cukup pada bintang saja, jika memang hanya bintang yang mampu berkelip didepan mataku.

Salam dari kejauhan, Bintang..

Renungkanlah !!! Apa itu cinta??

Renungkanlah!!!!Apa itu cinta?? Apakah telapak tanganmu berkeringat, jantungmu berdetak cepat, dan suaramu tercekat saat berada di dekatnya...