|
- Paradigma Kualitatif
Dari
banyak definisi yang diberikan, dapat dipahami bahwa paradigma penelitian
adalah cara pandang, kepercayaan, asumsi, konsep, proposisi, atau persepsi yang
mendasari pikiran dan cara kerja dalam penelitian (lihat misalnya Bogdan &
Biklen, 1982; Harmon, 1970; Capra, 1996). Jadi paradigma penelitian kualitatif
adalah cara pandang, kepercayaan, asumsi, konsep, proposisi, atau persepsi
mengenai cara kerja penelitian yang bersifat naturalistik, dengan pendekatan
subjektif, serta penilaian interpretif dan kontekstual.
Dari
sisi asumsi, paradigma penelitian kualitatif memandang bahwa kenyataan dibangun
secara sosial, karenanya bersifat konplek, saling terkait, tidak bisa diukur
secara matematis. Sebaliknya memerlukan pendekatan dari dalam (emik) dalam
prosesnya.
Dari
sisi maksud, paradigma penelitian kualitatif berpandangan bahwa memahami
realitas sosial yang dinamis mesti dilakukan secara kontekstual, interpretif
dan bersifat subjektif. Dari sisi pendekatan, paradigma penelitian kualitatif
dimulai dari lapangan dan berakhir dengan hipotesis (pernyataan ilmiah) dan
teori lapangan (grounded), dengan peneliti sebagai instrumen utamanya, untuk
mencari pola, pluralism dan kompleksitas, serta diolah secara naratif dan
deskriptif. Naratif bermakna penjelasan dan uraian dengan kata atau kalimat,
bukan numeric atau pointer, atau angka-angka. Deskriptif bermakna memaparkan
sedetil dan selengkap mungkin mengenai realitas yang dikaji.
Dari
sisi peranan peneliti, paradigma penelitian kualitatif menempatkan peneliti
sebagai terlibat secara pribadi dalam keseluruhan proses penelitian, dalam
sebuah relasi yang bersifat empatik. Dari sisi desain, paradigma penelitian
kualitatif menyakini bahwa perencanaan penelitian sifatnya umum, garis besar
saja, pleksibelitas, dan mungkin berubah atau mengalami perkembangan dan
penyempurnaan bersamaan dalam proses penelitian.
Dengan
memahami paradigma penelitian kualitatif di atas, bukan saja membantu kita
untuk memahami cara kerja dalam melakukan penelitian kualitatif, melainkan juga
memberikan pengetahuan terhadap perkembangan paradigma penelitian ini di tengah
paradigma penelitian lainnya.
Jensen (1991) dalam Mulyana (2003: ix) mengemukakan dua
alasan historis yang memicu perkembangan paradigma penelitian kualitatif,
yakni; pertama, kondisi internal dalam komunitas ilmiah yang mempertanyakan
daya eksplanatori pendekatan empiris konvensional dalam ilmu-ilmu sosial.
Kedua, kondisi eksternal di luar komunitas ilmiah yang terkait dengan perubahan
dan dinamika sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya yang memerlukan daya
adaptasi, termasuk pengaruh perkembangan teknologi komunikasi dan informasi
modern.
Senada
dengan Jensen, Guba dan Lincoln (2009: 129- 145) sesungguhnya juga telah
memberikan satu pandangan kritis terhadap faktor yang mendorong pertumbuhan dan
perkembangan paradigma penelitian kualitatif dalam sejarah ilmiah, yakni kritik
internal dan kritik eksternal.
Kritik
internal (intraparadigma) muncul atas ketidak-puasannya dengan paradigma
penelitian ketika itu yang terkesan melepaskan konteks dari realitas yang
dikaji, mengabaikan makna dan tujuan dari sebuah perilaku yang diamati,
memisahkan teori utama dari konteks lokal dengan pendekatan emik kepada
pendekatan etik, cendrung menyeragamkan data (kasus) umum terhadap kasus
individual (generalisasi), serta mengesampingkan dimensi penemuan dalam
penelitian.
Kritik
eksternal (ekstraparadigma) muncul atas ketidak-percayaan akan paradigma
penelitian ketika itu yang cendrung ketidak-saling-bergantungannya fakta dan
teori dimana sesungguhnya fakta itu sarat akan teori, fakta itu sarat nilai,
karenanya hubungan peneliti dengan orang yang diteliti mesti dilihat sebagai
saling mempengaruhi.
- Karakteristik Penelitian Kualitatif
- Perbedaan dari sisi aksioma
Aksioma
adalah pandangan dasar, yang meliputi realitas, hubungan
peneliti dengan yang diteliti, hubungan variabel, kemungkinan generalisasi dan
pranan nilai.
Sifat
realitas.
Terdapat
perbedaan yang jelas antara penelitian kualitatif dengan kuantitatif dalam
memandang relitas, gejala atau objek yang diteliti. Kuantitatif dengan
paradigma positivistiknya memandang realitas itu sebagai sesuatu yang kongkrit,
dapat diamati dengan panca indera, dapat dikatagorikan menurut jenis, bentuk,
warna, dan prilaku, tidak berubah, dapat diukur dan diverifikasi. Sementara
penelitian kualitatif dengan paradigma postpositivistiknya atau interpretifnya
memandang realitas atau objek sebagai dinamis, hasil konstruk pemikiran dan
interpretasi terhadap gejala yang diamati, utuh (holistic) dan bersipat satu
kesatuan tidak dapat dilihat secara parsial dan terpisah. Realitas dalam
penelitian kualitatif tidak hanya yang tampak (teramati) sebagaimana pada
kuantitatif, melainkan sampai di balik yang tampak (tak teramati).
Contohnya
memancing; Pada penelitian kuantitatif hanya akan menafsirkan bahwa memancing
adalah kegiatan mencari ikan. Sedangkan penelitian kualitatif bukan hanya
melihat memancing sebagai pekerjaan mencari ikan, melainkan mencari alasan
mengapa ia memancing, untuk apa ia memancing dan sebagainya (Sugitono, 2013:11)
Hubungan
peneliti dengan yang diteliti
Penelitian kuantitatif percaya bahwa kebenaran itu di
luar dirinya (independen), karena itu hubungan antara peneliti dengan yang
diteliti harus dijaga jaraknya (terpisah). Sementara penelitian kualitatif
meyakini bahwa kebenaran itu terikat oleh konteks, karena itu interaksi yang
baik dengan sumber data mesti dibangun, bahkan secara mendalam. Keyakinan
inilah yang menempatkan peneliti sebagai human instrument dan sekaligus key
instrument dalam berbagai teknik pengumpulan data.
- Perbedaan dari sisi proses penelitian
Dari
sisi proses, perbedaan penelitian kualitatif dengan kuantitatif juga dapat
dilihat dengan jelas. Beberapa perbedaan dari sisi proses dapat dijelaskan
sebagai berikut. Titik berangkat penelitian.
Penelitian
kuantitatif berangkat dari pengetahuan yang jelas (teoritis) dan sudah pasti.
Karenanya penelitian ini sering juga dikenal dengan pengujian teori. Seorang
peneliti kuantitatif bukan saja harus memahami persoalan yang akan diteliti
dalam bentuk rumusan masalah, melainkan juga harus menguasai teori-teori
tertentu yang terkait dengan persoalan (masalah) yang akan diteliti. Dengan
kata lain, seorang peneliti kuantitatif ibaratkan seorang pekerja bangunan yang
bukan saja sudah siap dengan konsep bangunan yang akan dikerjakannya, melainkan
juga sudah siap dengan seluruh peralatan dan perlengkapan kerjanya. Dan pada
akhirnya, hasil pekerjaan tersebut akan mengikuti konsep bangunan yang telah
dipikirkan dengan perlengkapan dan alat yang telah disiapkan sebelumnya.
Sementara penelitian kualitatif adalah sebaliknya.
Bogdan (dalam Sugiyono, 2013: 19) mengumpamakan peneliti kualitatif sebagaimana
orang yang mau piknik, yang baru tahu tempat tujuan piknik, tapi belum tahu
secara detil (pasti) apa-apa yang menarik di tempat itu. Ia baru tahu detilnya
setelah sampai di tempat piknik, setelah melihat secara langsung situasi dan
kondisi objek. Peneliti kualitatif juga dapat diibaratkan seperti orang asing
yang mau melihat pertunjukan wayang kulit. Ia belum tahu apa, mengapa dan
bagaimana wayang kulit itu. Ia baru tahu setelah melihat, mengamati dan
menganalisis dengan serius pertunjukan wayang kulit itu. Dari pengalaman inilah
ia dapat melaporkan dan mendeskripsikan apa dan bagaimana kesenian wayang kulit
itu. Deskripsi inilah yang akhirnya dapat menjadi konsep atau teori mengenai
bentuk, hakikat dan makna kesenian wayang kulit. Karena itulah penelitian
kualitatif disebut sebagai penelitian yang bermula dari lapangan dan berakhir
dengan menemukan teori atau konsep baru.
Cara
kerja penelitian
Sebagaimana
titik berangkat penelitiannya yang jelas, cara kerja dalam penelitian
kuantitatif pada hakikatnya adalah untuk membuktikan secara jelas dan pasti
mengenai aspek-aspek tertentu atau variabel, atau hubungan diantara variabel
tersebut dalam penelitian. Karena itu, sifat kepastian yang harus dipenuhi
dalam proses penelitian kuantitatif bukan saja menyangkut variabel (masalah
yang diteliti), melainkan pilihan strategi, metode, dan teknik yang digunakan.
Sifat matematis dengan uji statistik menjadi ciri utama dalam proses penelitian
kuantitatif. Dengan proses inilah peneliti kuantitatif dapat membuktikan
kebenaran asumsi teoritis (hipotesis) yang dibangunnya dalam sebuah penelitian.
Karena itulah, cara kerja dalam penelitian kuantitatif lebih dikenal dengan
pendekatan objektivitas dan positivistik.
Sementara
cara kerja dalam penelitian kualitatif lebih bersifat mengalir, berproses,
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi lapangan (konteks alamiah/naturalistik),
dan bersifat spesifik (khas). Penelitian kualitatif tidak menguji teori atau
hipotesis, melainkan mengamati, memahami dan menafsirkan realitas secara baik,
cermat, konprehenshif, dan mendetail hingga diperolehnya sebuah pemahaman atau tafsiran
yang baik dan sistematis mengenai realitas yang diteliti. Dengan kata lain,
tidak ada ukuran yang jelas dan pasti (matematis dan statistik) dalam
penelitian kualitatif. Yang ada adalah tafsiran subjektif peneliti dalam
memahami dan menafsirkan realitas yang diteliti. Mulai dari penentuan fokus
hingga pemilihan metode dan teknik adalah bersifat alamiah (natural). Karena
itu, penelitian kualitatif juga dikenal dengan pendekatan subjektif dan
naturalistik.
Titik
akhir penelitian
Sub
bahasan di atas sesungguhnya telah memberikan bayangan mengenai perbedaan titik
akhir (tujuan/ending) darikedua penelitian tersebut. Pada penelitian
kuantitatif, tujuan akhir atau ending yang harus didapatkan adalah pembuktian
mengenai variabel atau hubungan variabel yang telah diungkapkan sejak dari
rumusan masalah hingga hipotesis (dugaan teoritis). Penelitian dianggap selesai
jika telah mampu menjawab ada atau tidaknya hubungan variabel dalam penelitian,
terbukti atau tidaknya dugaan teoritis (hiptesis) yang telah dibangun selama
penelitian dijalankan melalui uji validitas dan reliabelitas data, dengan
pendekatan matematis dan statistik.
Dengan
kata lain, penelitian kuantitatif dianggap selesai jika pertanyaan dalam
rumusan masalah sudah terjawab dengan jelas berdasarkan teori yang digunakan,
hipotesis yang dibangun, langkah kerja yang sistematis (proses kerja
kuantitatif ), dan terbukti secara teoritis (uji statistik).
Sementara
pada penelitian kualitatif, penelitian dianggap berakhir (selesai) jika
persoalan yang menjadi fokus penelitian sudah dapat dijelaskan secara
sistematis dan konprehenshif, rinci dan mendalam. Dengan kata lain, penjelasan
naratif dan deskriptif yang detil, rinci, sistematis, argumentatif, jelas dan
mudah dipahami menjadi kekuatan hasil penelitian kualitatif. Karena itu, proses
pemilahan data dan informasi yang baik (mulai dari reduksi, display dan
verifikasi) hingga uraian yang baik dan sistematis menjadi bagian integral dan
tak terpisahkan dalam menentukan kualitas hasil penelitian kualitatif.
Apa yang menjadi jawaban dari pertanyaan penelitian,
baik utama (mayor research) maupun penjabaran (minor research) dapat dijelaskan
secara baik, detil, jelas dan konprehenshif menjadi ukuran berakhirnya
penelitian kualitatif. Dengan demikian, jawaban naratif dan deskriptif mengenai
fokus penelitian (mayor dan minor research) itulah yang menjadi titik akhir
(ending) dari sebuah penelitian kualitatif.
Pernyataan Aksiomatik Penelitian Kualitatif
Pernyataan
aksiomatik, adalah sebuah kongklusi pemahaman yang diungkapkan dalam bentuk
pernyataan mengenai paradigma dan karakteristik penelitian kualitatif.
Pernyataan aksiomatik ini diharapkan dapat menjadi panduan dalam memahami
hakikat paradigma dan karakteristik penelitian kualitatif.
Jelasnya, apa yang disebut sebagai paradigma penelitian
kualitatif adalah sekumpulan kepercayaan, konsep, cara pandang &
asumsi-asumsi terhadap realitas yang diteliti dan cara kerja penelitian yang
bersifat alamiah (naturalistic), subjektif dan menyeluruh (holistic). Paradigma
inilah yang menuntun cara kerja seorang peneliti dan sekaligus menjadi acuan
akhir (ending) dari sebuah penelitian yang dilakukan. Karena itu, paradigma itu
perlu dipahami dengan baik oleh setiap peneliti dengan cara antara lain
mengenal karakteristik atau ciri dari suatu penelitian yang akan dilakukan.
Kaitannya dengan penelitian kualitatif, maka karakteristik atau ciri atau sifat
penelitian kualitatif mutlak dikenal dan kuasai sebelum dan ketika melakukan
penelitian kualitatif di lapangan.
MASALAH
DAN FOKUS PENELITIAN
Meneliti
adalah mengungkap fakta. Melalui penelitian seseorang berupaya menemukan,
menjelaskan dan menguraikan suatu fakta, peristiwa dan atau realitas. Karena
itu, setiap penelitian yang baik semestinya berangkat dari realitas adanya
persoalan yang tampak, yang dengan dan karena persoalan itulah munculnya
keinginan/keharusan untuk dilakukan penelitian (Kaelan, 2012: 65). Artinya
bahwa, penelitian yang baik tidaklah berangkat dari suatu dugaan belaka,
angan-angan, hayalan atau halusinasi, apalagi mimpi. Penelitian yang baik mesti
berangkat dari realitas atau sesuatu yang nyata, jelas persoalannya, sehingga
diperlukan solusi atau jawaban yang jelas dan juga nyata melalui proses
penelitian ilmiah.
Terkait dengan realitas nyata sebagai titik berangkat sebuah penelitian
ilmiah, Immanuel Kant, seorang filosof Jerman yang hidup tahun 1724-1804 M,
telah mengingatkan adanya dua realitas dalam kehidupan ini, yakni realitas
phenomena dan realitas neumena. Realitas phenomena adalah realitas yang dapat
dibuktikan secara jelas, nyata dan kongkrit. Karenanya relitas ini menjadi
lahan kajian dunia ilmiah, termasuk penelitian. Sementara realitas neumena
adalah realitas yang abstrak dan tak dapat dibuktikan secara jelas, nyata dan
kongkrit oleh ilmu pengetahuan. Karenanya realitas ini tidak bisa didekati atau
dikaji secara ilmu pengetahuan ilmiah. Realitas neumena ini hanya dapat didekati dengan keyakinan
iman.
Dalam
konteks penelitian pun, realitas phenomena lah yang mesti menjadi titik
berangkat kajian. Bahkan realitas tersebut harus tampak dengan jelas
persoalannya. Bukan dugaan belaka, hayalan, angan-angan, halusinasi dan mimpi.
Sebagai titik berangkat sebuah penelitian, realitas ini
dapat dilihat dari hubungan antara dua faktor atau lebih. Dalam persoalan
kemanusiaan misalnya, bangsa Indonesia dikenal dengan masyarakatnya yang
agamis, relegius dan ramah yang mestinya dalam prakteknya juga mencerminkan
pandangan hidupnya yang bersumber pada nilai-nilai dan aturan keagamaan. Namun
dalam kenyataannya terdapat banyak penyimpangan perilaku hidup masyarakatnya
seperti korupsi, kolusi, nepotisme meraja lela, manipulasi, kekerasan dan
tindak kejahatan lainnya masih banyak terjadi. Realitas di atas memunculkan
persoalan, mengapa bisa terjadi keadaan yang demikian? Apa yang salah dengan
masyarakat bangsa yang demikian? Disinilah muncul pentanyaan dasar yang bisa
menjadi titik berangkat sebuah penelitian sosial keagamaan.
Masalah dan Fokus
Ada
dua istilah penting dalam sebuah penelitian, yang sesungguhnya menjadi penentu
(substansi) baik atau tidaknya sebuah penelitian, yakni masalah dan fokus.
Masalah (problem) sesungguhnya tidak sama dengan fokus (focused). Meskipun
dalam realitasnya, masalah dan fokus seringkali digunakan untuk mencirikan
suatu penelitian kuantitatif atau kualitatif. Artinya bahwa, untuk penelitian
kuantitatif, masalah dan rumusan masalah menjadi istilah yang khas, sebagaimana
fokus menjadi karakteristik pada penelitian kualitatif. Sederhananya, istilah
masalah dan rumusan masalah banyak digunakan oleh peneliti kuantitatif.
Sedangkan istilah fokus banyak digunakan untuk penelitian kualitatif.
Meskipun kedua istilah tersebut (masalah dan fokus)
memiliki makna yang berbeda, dan digunakan sebagai sebuah ciri penelitian
sebagaimana di atas, akan tetapi keduanya tidak bisa dipisahkan. Keduanya
senantiasa melengkapi satu sama lain. Karena itu, untuk memulai kajian ini,
penting difahami definisi kedua istilah ini dalam penelitian kualitatif.
Masalah
menurut Moleong (2006: 93) adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan
antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang menimbulkan tanda
tanya dan dengannya memerlukan upaya untuk mencari sesuatu jawaban. Dalam
definisi yang umum, apa yang disebut dengan masalah itu adalah ketika adanya
hubungan yang tidak wajar antara dua faktor: des sein (harapan) dengan das
sollen (kenyataan). Atau ketika didapat adanya ketidak-sesuaian hubungan antara
realitas dengan idealitas. Kesenjangan inilah yang lazimnya menjadi kata kunci
masalah untuk sebuah penelitian.
Sementara
fokus (focused) secara bahasa bermakna titik api (terang, jelas), pusat
perhatian (Echol & Shadily, 2000: 250). Fokus juga bisa dimaknai sebagai
sasaran, titik pusat, arah atau orientasi, dan pilihan. Dengan demikian, fokus
penelitian dapat dipahami sebagaimana makna asal kata tersebut, yakni: 1)
sebagai objek yang dipilih untuk dijadikan sasaran penelitian. 2) sebagai titik
pusat dimana penelitian akan diarahkan atau dilakukan. 3) sebagai arah atau
orientasi penelitian yang akan dilakukan. 4) sebagai pilihan aspek, orientasi,
atau objek dalam sebuah penelitian.
Karena
itu, fokuslah sesungguhnya yang akan mengarahkan seorang peneliti akan
mengamati apa, mengkaji apa dan melibatkan siapa. Bahkan menurut Moleong (2006:
115), seorang peneliti pasti memiliki orientasi dalam setiap penelitian yang
dilakukannya, baik teoritis maupun paradigmanya, baik karena pengetahuan maupun
dengan pengalamannya.
Fokus
dalam penelitian kualitatif bersifat terbuka, artinya tidak ada keharusan bagi
seorang peneliti untuk menganut suatu orientasi teori arau paradigma tertentu.
Fokus lebih ditentukan oleh pilihan subjektif seorang peneliti. Fokuslah yang
menjadi pembatas masalah dalam penelitian. Karena itu, menentukan fokus dan
merumuskannya menjadi titikberangkat bagi sebuah penelitian kualitatif.
Perumusan Masalah dalam Penelitian
Merumuskan
masalah apa yang akan diteliti merupakan pekerjaan utama dalam penelitian,
sebab ia menjadi titik berangkat sebuah penelitian dilakukan. Jelasnya sebuah
masalah dalam penelitian akan membantu bagi seorang peneliti untuk memilih
fokus apa yang akan dikaji. Dalam prakteknya, ada beberapa istilah yang terkait
dengan apa yang disebut sebagai masalah dalam penelitian kualitatif, yakni:
problematik, keistimewaan, keunikan, dan kekinian.
Problematik
bermakna adanya persoalan atau permasalahan dalam hubungan-hubungan faktor,
atau suatu keadaan dimana kenyataan tidak berwujud sebagaimana yang diharapkan.
Keadaan inilah yang umumnya digunakan dalam definisi masalah di atas, dimana
terjadinya situasi kesenjangan antara realitas (kenyataan-des sein) dengan
idealitas (harapan-das sollen), sehingga memerlukan jawaban (pencarian solusi)
terhadap situasi tersebut. Artinya, jika ada situasi dan kondisi yang
problematik seperti itu, maka itu disebut sebagai adanya masalah, dan dapat
dilakukan penelitian.
Keistimewaan
bermakna adanya situasi yang luar biasa, monumental dan mempunyai nilai lebih
dibandingkan dengan situasi pada umumnya. Sesuatu itu dianggap istimewa jika di
dalamnya terdapat nilai-nilai lebih dibandingkan dengan situasi dan kondisi
yang lazim. Karena itu, keistimewaan ini menjadi sebuah pertimbangan untuk
mengatakan sesuatu itu dapat disebut masalah, dan penting dilakukan penelitian.
Keunikan
(unik) bermakna adanya situasi dan kondisi yang tidak lazim, bahkan terkesan
tidak normal, karena sangat berbeda dengan realitas pada umumnya. Bahkan
sesuatu yang disebut unik ini memiliki sifat yang aneh, dan mengherankan.
Karena keunikan, keanehan dan ketidak-laziman inilah maka sesuatu itu bisa
disebut sebagai masalah, dan dapat dilakukan penelitian.
Kekinian
atau aktual bermakna situasi dan kondisi yang sedang berlangsung, yang sedang
menjadi perhatian dan daya tarik banyak orang. Dengan kata lain, sesuatu yang
bersifat kekinian biasanya dicirikan dengan sifat aktualitas (hangat
dibicarakan), diperhatikan banyak orang, bahkan sesuatu yang diperdebatkan
(kontroversi). Jika terdapat situasi dan kondisi kekinian seperti itu, maka itu
dapat disebut sebagai permasalahan dan dapat dilakukan penelitian.
Terkait
dengan perumusan masalah dalam penelitian, Kaelan (2012: 70-71) dalam bukunya
Metode Penelitian Kualitatif Interdisipliner menulis tiga bentuk yang lazim
digunakan berdasarkan level of explanation, yakni:
- Rumusan masalah yang bersifat deskriptif, yang memandu peneliti untuk mengungkapkan atau melukiskan situasi sosial, budaya dan keagamaan secara menyeluruh, dengan segala aspeknya.
- Rumusan masalah yang bersifat komparatif, yang memandu peneliti membandingkan suatu konteks sosial, budaya dan keagamaan tertentu dengan konteks sosial, budaya dan keagamaan lainnya.
- Rumusan masalah yang bersifat asosiatif atau hubungan, yang memandu peneliti untuk mengkonstruksi hubungan antar situasi sosial, budaya dan keagamaan satu dengan lainnya. Hubungan yang dimaksud dapat berupa hubungan simetris (setingkat-bersamaan), hubungan kausalitas (sebab akibat), ataupun hubungan resiprokal (saling mempengaruhi).PENDEKATAN DAN METODESecara bahasa, pendekatan berasal dari kata dekat yang dibubuhi dengan imbuhan pen dan an sehingga menjadi pen-dekat-an. Jika kata dekat diartikan sebagai sesuatu yang berada pada posisi yang tak berjarak, bahkan menyatu, maka pendekatan adalah setiap upaya yang dilakukan untuk menjadi sesuatu dalam posisi yang tak berjarak atau menyatu. Dengan kata lain pendekatan dapat diartikan sebagai upaya mendekati sesuatu dengan cara atau teknik tertentu, dan dengan maksud tertentu pula, supaya tidak ada jarak yang memisahkan antara satu aspek dengan aspek lainnya.Dalam kamus Bahasa Inggris, pendekatan disebut dengan approach yang berarti mendekati, mendatangi, tindakan permulaan, menemui, menjelang, jalan menuju, menghampiri (Echols & Shadily, 2000: 35). Dengan demikian approach atau pendekatan adalah setiap tindakan atau upaya yang ditempuh untuk mendekati, mendatangi, memulai, menemui, menjelang, menuju, atau menghampiri sesuatu yang dimaksudkan.Dalam konteks penelitian, approach atau pendekatan itu dapat dipahami sebagai upaya atau tindakan yang disiapkan dan dilakukan untuk memulai proses penelitian, dimana dengan upaya dan tindakan tersebut dapat membantu memudahkan peneliti dalam menjalankan proses penelitian yang dilakukan. Dengan makna tersebut dapat dipahamipendekatan bukanlah sesuatu yang hendak dihasilkan (tujuan) dari penelitian, melainkan upaya atau tindakan pendahuluan yang dipercaya dapat membantu memudahkan peneliti sampai pada pekerjaan (hasil) yang sesungguhnya dari penelitian yang akan dilakukan. Yang pasti, pilihan pendekatan akan menjadi dasar bagi pilihan tindakan (metode) lainnya dalam penelitian. Karena itu, pendekatan selalunya menjadi bagian pertama yang harus direncanakan dan dipilih oleh peneliti dalam menentukan metodologi (cara kerja) penelitian yang akan dilakukan.Sementara pengertain metode dapat ditemukan dalam banyak disiplin ilmu, di dunia pendidikan misalnya ada metode mengajar, metode belajar dan sebagainya (Hisyam Zaini, dkk, 2002). Dalam ilmu komunikasi ada metode menyampaikan pesan, metode berbicara (speaking method) dan sebagainya (Devito, 1997; Deddy Mulyana, 2001). Begitupun dalam penelitian, kita mengenal metode penelitian yang bermakna cara-cara yang ditempuh, dilakukan atau dilalui dalam penelitian. Ini sesuai dengan makna metode yang berasal dari dua kata, meta dan hodos. Meta bermakna melalui, hodos bermakna jalan yang dilalui atau cara yang ditempuh. Dengan demikian metode dapat diartikan sebagai cara atau jalan yang ditempuh. Dalam konteks penelitian, metode dapat dimaknai sebagai cara-cara yang dilakukan dalam menempuh (jalan) suatu penelitian.
Dengan
kata lain, apapun bentuknya, setiap penelitian pasti akan menggunakan cara-cara
tertentu yang akan ditempuh atau dilakukan dalam proses penelitiannya, baik
sebagai tahapan, proses, maupun tujuan akhir. Sebagai tahapan, metode dalam
penelitian bermakna cara-cara tertentu yang terkait dengan tahapan dalam
penelitian (a.l. tahapan pra lapangan, lapangan hingga pasca lapangan). Sebagai
proses, metode dalam penelitian bermakna cara-cara tertentu yang terkait dengan
proses penelitian dari awal hingga akhir (a.l. merencanakan, memilih fokus,
mengumpulkan data, menganalisis dan menulis laporan/selesai). Sebagai hasil,
metode dalam penelitian bermakna cara-cara tertentu yang terkait dengan tujuan
penelitian untuk mendeskripsikan, menguji coba (eksperimen), menjelajah dan
menemukan lebih lanjut (eksploratif) atau memperjelas bahkan memprediksi
(eksplanatif), dan atau menemukan pemecahan masalah (problem solving) dan
sebagainya.
Ringkasnya,
sebuah penelitian dikerjakan dengan cara-cara tertentu yang dihendaki oleh
peneliti, mulai dari menentukan pendekatan penelitian (lihat pilihannya dalam
ragam pendekatan dalam penelitian), kemudian menetapkan pilihan metode (lihat
juga pilihannya dalam pembahasan ragam metode dalam penelitian), hingga
kegiatan teknis yang dilaksanakan dalam penelitian (lihat pilihannya dalam
pembahasan Teknik Pengumpulan Data).
Pendekatan dalam Penelitian
Dalam
konteks bicara pendekatan dalam penelitian, ada banyak istilah yang sering
digunakan secara beragam pada banyak sumber tulisan mengenai metodologi
penelitian, diantaranya jenis, ragam dan bentuk penelitian. Penggunaan istilah
tersebut apabila dikaitkan dengan pilihan pendekatannya akan sangat
membingungkan bagi peneliti pemula. Sebagai contoh pendekatan kualitatif, yang
terkadang kita temukan dengan menggunakan istilah jenis penelitian kualitatif.
Terkadang disebut sebagai ragam penelitian kualitatif. Dan terkadang juga
bentuk penelitian kualitatif.
Semua
istilah itu sesungguhnya beda, namun tidak mudah menjelaskan perbedaan
masing-masingnya, apalagi jika sudah dilekatkan pada pilihan kualitatif atau
kuantitatif atau kombinatif. Sebab kebanyakan dalam penjelasannya sama saja apa
yang diistilahkan dengan pendekatan kualitatif dengan apa yang disebut jenis
penelitian kualitatif, atau bentuk penelitian kualitatif, atau ragam penelitian
kualitatif. Yang pasti; jenis, bentuk dan ragam penelitian tidaklah sama dengan
pendekatan. Karena itu dalam tulisan ini hanya digunakan secara konsisten
istilah pendekatan sebagaimana makna yang diinginkan dalam definisi di depan
tadi.
Ragam Pendekatan dalam Penelitian
Sama halnya
dengan keragaman istilah yang sering digunakan oleh banyak penulis metodologi
penelitian, ada banyak pendekatan dalam penelitian. Prof. Burhan Bungin
misalnya menulis dalam bukunya Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi bahwa
berdasarkan pendekatan, ada sepuluh macam penelitian, yang meliputi
longitudinal, cross-sectional, kualitatif, kuantitatif, grounded, survey, studi
kasus, assessment, evaluasi dan aksi. Penjelasan lebih lanjut terhadap sepuluh
macam penelitian dan pendekatan dalam penelitian dimaksud, sila rujuk tulisan
Bungin (2013: 28-32). Dengan kata lain, sepuluh macam penelitian tersebut sama
pula artinya dengan sepuluh pendekatan dalam penelitian, dimana dua diantaranya
akan dibahas secara spesifik dalam kajian ini, termasuk kombinasi keduanya.
- Pendekatan KualitatifPendekatan kualitatif adalah cara kerja penelitian yang menekankan pada aspek pendalaman data demi mendapatkan kualitas dari hasil suatu penelitian. Dengan kata lain, pendekatan kualitatif (qualitative approach) adalah suatu mekanisme kerja penelitian yang mengandalkan uraian deskriptif kata, atau kalimat, yang disusun secara cermat dan sistematis mulai dari menghimpun data hingga menafsirkan dan melaporkan hasil penelitian. Karena itu menurut Prof. Burhan Bungin, pendekatan kualitatif adalah proses kerja penelitian yang sasarannya terbatas, namun kedalaman datanya tak terbatas. Semakin dalam dan berkualitas data yang diperoleh atau dikumpulkan maka semakin berkualitas hasil penelitian tersebut (Bungin, 2013: 29).Menurut Kaelan (2012: 10-16), pendekatan kualitatif dalam penelitian dicirikan dengan kesadaran bahwa dunia dengan berbagai persoalan sosial bersifat nyata, dinamis dan bersifat multidimensional, karena tidak mungkin dapat didekati dengan batasan-batasan yang bersifat eksakta (pasti dan matematis). Lebih lanjut menurutnya, manusia pada hakikatnya lebih banyak berkaitan dengan kualitas, yang oleh karenanya pendekatan kualitatif adalah bersifat alamiah (natural), kontekstual, mengutamakan perspektif emic, bersifat deskriptif dan berorientasi proses, mengutamakan data langsung dan purposive, dengan analisis induktif yang berlangsung selama proses penelitian, dimana penelitinya berperan sebagai alat utamanya (key instrument).
Sementara
menurut Moleong (2006: 31), pendekatan kualitatif adalah mekanisme kerja
penelitian yang berasumsi bahwa subject matter suatu ilmu sosial adalah amat
berbeda dengan subject matter dari ilmu fisik/alamiah dan mempersyaratkan
tujuan yang berbeda untuk inkuiri dan seperangkat metode penyelidikan yang
berbeda pula. Cara kerjanya bersifat induktif, yang berisi nilai-nilai
subjektif, holistik dan berorientasi pada proses. Karena itu menurutnya,
pendekatan kualitatif bertujuan untuk memahami fenomena sosial melalui gambaran
yang holistik dan memperbanyak pemahaman mendalam tentang suatu objek yang
diteliti.
Merencanakan
penelitian dengan pendekatan kualitatif sesungguhnya membawa peneliti pada
rencana kerja penelitian yang bersifat deskriptif, naratif melalui uraian kata,
naturalistik/ alamiah, holistik, kontekstual, mendalam, interpretif dan
subjektif, dengan logika induktif dan berbagai ciri kerja lainnya pada
penelitian kualitatif.
Jelasnya,
pendekatan kualitatif adalah mekanisme kerja penelitian yang berpedoman
penilaian subjektif nonstatistik atau nonmatematis, dimana ukuran nilai yang
digunakan dalam penelitian ini bukanlah angka-angka atau skor, melainkan
katagorisasi nilai atau kualitasnya. Secara hasil, pendekatan kualitatif
memberikan panduan yang sangat spesifik dan rinci terhadap hasil penelitian, ia
bersifat subjektif dan transferability. Karenanya tidak mungkin adanya
generalisiasi dalam penelitian kualitatif.
- Pendekatan Kuantiatatif
Jika
penelitian kualitatif menitik-beratkan pada pendalaman data sebagai aspek yang
dipentingkan, maka penelitian kuantitatif lebih mementingkan pada kemampuan
merekam data sebanyak-banyaknya dari populasi yang luas, untuk kemudiaan
dianalisis dengan menggunakan rumus-rumus statistik dan komputer (Bungin, 2013:
29). Berdasarkan perbedaan kedua penelitian tersebut, dapat difahami beberapa hal
yang menjadi ciri pendekatan penelitian kuantitatif, diantaranya titik tekan
penelitian, objek penelitian, dan cara menganalisis data.
Dari
sisi titik tekan penelitian, pendekatan kuantitatif memberikan fokus
penelitiannya kepada keluasan populasi dan sampel penelitiannya dengan
mengandalkan data yang sebanyak-banyaknya dari populasi dan sampel yang luas
itu. Artinya, semakin besar jumlah populasi dan sampel yang dikaji akan semakin
baik dalam penelitian kuantitatif. Karena itu, penelitian kuantitatif dikenal
sebagai pendekatan populasi dan atau sampling yang digunakan untuk
menggeneralisasi hasil penelitiannya.
Dari
sisi objek penelitiannya, populasi atau sampel dalam penelitian kuantitatif
dapat ditentukan dengan jelas sebelum penelitian dilakukan. Bahkan sebuah
kemestian untuk menentukan besaran dan jumlah populasi dan atau sampel yang
akan dijadikan objek penelitian. Karena itu, objek yang akan diteliti pada
penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif mesti jelas (siapa dan
besaran jumlahnya), termasuk perangkat-perangkat penelitiannya seperti
instrumen pengumpulan data dan sebagainya. Singkatnya, dengan pendekatan
kuantitatif, penelitian dijalankan sesuai dengan rencana dan kelengkapan alat
apa yang telah disiapkan sebelumnya dengan matang dan terencana secara
sistematis. Karena itu penelitian kuantitatif juga dikenal sebagai pendekatan
penelitian yang terstruktur dan objektif (berdasarkan alat yang terverifikasi).
Dari
sisi cara menganalisis, penelitian dengan pendekatan kuantitatif mengandalkan
cara kerja matematis, statistika dan komputerisasi. Artinya bahwa, semua data
yang dihasilkan dalam penelitian dikerjakan sebagai kumpulan angka, dan
penilaian matematis, yang dapat dihitung secara statistical. Dalam proses
penghitungan atau analisis, pendekatan penelitian kuantitatif juga menggunakan
rumus-rumus statistik yang sifatnya baku, termasuk dalam cara kerja di
komputerisasi semacam SPSS dan sebagainya. Karena itu, dari sisi ini penelitian
kuantitatif disebut sebagai pendekatan penelitian yang objektif, penelitian
yang cara kerja dan hasilnya dapat diuji dan diverifikasi secara sama oleh
siapapun karena menggunakan teknik dan rumusan statistik yang jelas (baku).
Karena itulah Moleong (2006: 55-56) menyimpulkan maksud penelitian kuantitatif
sebagai bersifat generalisasi, prediksi dan penjelasan kausalitas. Dimana dari
sisi pendekatannya dimulai dengan hipotesis dan teori, dengan cara manipulasi
dan control, bersifat deduktif, analisis komponensial, eksperimentasi,
menggunakan indikator numerical dan sebagainya.
Dengan
demikian jelas bahwa pendekatan kuantitatif sangat berbeda dengan pendekatan
kualitatif, baik dari sisi bentuk penelitian, paradigma berpikirnya, cara
kerja, titik perhatian, memandang data, hingga proses analisis dan tujuan
penelitiannya. Karena itu pendekatan kuantitatif menjadi satu-satunya
pendekatan penelitian yang selalu dibandingkan secara via a vis dengan
pendekatan kualitatif dalam sejarah ilmu pengetahuan ilmiah. Bahkan sampai pada
pertentangan yang dahsyat diantara keduanya (lihat Deddy Mulyana, 2003). Namun
demikian, tentu tidak saatnya lagi kedua pendekatan ini harus dipertentangkan
sebagaimana dalam sejarahnya. Sebab pada hakikatnya, kedua pendekatan ini
sesungguhnya saling menguatkan, memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Meskipun memiliki perbedaan paradigma dan cara kerja yang jelas,
sebagian besar pakar justru memandang kedua pendekatan ini dapat digunakan
secara bersamaan dalam satu penelitian dalam bentuk kombinatif.
- Pendekatan Kombinatif
Secara
bahasa apa yang disebut dengan pendekatan kombinatif dalam tulisan ini adalah
penggabungan dua pendekatan dalam satu penelitian. Dalam konteks ini pendekatan
yang dimaksud adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang digunakan
secara bersamaan dalam suatu penelitian. Terkait dengan penggabungan pendekatan
kualitatif dan kuantitatif dalam penelitian, ada beberapa pendapat para ahli
yang setuju dan tidak setuju adanya penggabungan ini.
Pendapat
yang setuju mengatakan bahwa, pendekatan kualitatif dan kuantitatif pada
hakikatnya memang dapat digunakan secara bersamaan dalam satu penelitian, yang
penting jelas tempat (posisi metode & data) dan penggunaan masing-masing
(Brannen, 2005). Misalnya untuk data bidang/ aspek 1 digunakan pendekatan kualitatif,
data bidang/ aspek 2 digunakan pendekatan kuantitatif. Begitupun dalam
menentukan sumber data, pengumpulan data dan analisis data yang juga ditentukan
secara jelas tempat dan penggunaannya. Atau, kombinasi kedua pendekatan
tersebut dilakukan berdasarkan tahapan kerja. Contoh pengumpulan data awal yang
menggunakan nilai atau kata (kualitatif) selanjutnya akan dikonversi ke dalam
angka (kuantitatif) atau sebaliknya. Atau, data-data yang menggunakan angka
atau skor akan dibahas dan dianalisis dengan pendekatan kuantitatif, dan
data-data yang disimbolkan dengan nilai atau kata akan dianalisis dengan
pendekatan kualitatif.
Singkat
kata, mereka yang berpendapat bahwa pendekatan kuantitatif dan kualitatif dapat
digunakan secara bersamaan dalam satu penelitian (kombinatif) mensyaratkan
tempat dan penggunaan yang jelas dalam penelitian. Selain itu, kombinasi kedua
pendekatan itu dalam satu penelitian juga dapat dilakukan dengan cara konversi
sebagaimana penjelasan di atas.
Sementara
pendapat yang mengatakan bahwa pendekatan kualitatif dan kuantitatif tidak
dapat digunakan secara bersamaan dalam satu penelitian (kombinatif) berargumen
bahwa kedua pendekatan tersebut memiliki perbedaan yang substantif, mulai dari
prinsip hingga cara kerjanya. Karenanya tidak mungkin dapat digunakan secara
bersama-sama (kombinasi) dalam suatu penelitian.
Metode dalam Penelitian
Metode
dalam penelitian selalunya dibicarakan dalam klaster tersendiri, seperti metode
deskripsi, metode eksperimen dan sebagainya. Sebagai sebuah cara atau ilmu
tentang cara, metode dalam penelitian menjadi sebuah pilihan cara kerja yang
akan dilakukan/diterapkan oleh setiap peneliti. Metode deskripsi artinya cara
kerja penelitian yang dilakukan untuk maksud melukiskan, atau menggambarkan,
atau menjelaskan suatu keadaan (yang diteliti) seperti apa adanya, sesuai
dengan situasi dan kondisi ketika penelitian dilakukan. Sebagai satu cara kerja
penelitian, maka metode deskripsi dilakukan untuk menjelaskan selengkap mungkin
realitas objek yang diteliti.
Jika
pendekatan bermakna sebagai upaya kerja mendekati apa yang hendak dikerjakan
dalam penelitian, maka metode lebih terarah pada pilihan cara dan tindakan
tertentu yang akan dilakukan di lapangan. Artinya, pilihan cara kerja (metode)
baru dapat ditetapkan apabila diyakini keberadaan peneliti sudah benar-benar
dekat (built in) dengan apa yang akan diteliti. Karena itu, sudah semestinya
pilihan pendekatan dan metode harus singkron (sesuai).
Ragam Metode dalam Penelitian
Sama
seperti perbincangan mengenai pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang
seringkali ditemukan perbedaan dalam penggunaan istilahnya. Dalam konteks
metode pun demikian. Dalam banyak literatur, seringkali kita menemukan istilah
metode digunakan dalam konteks yang sama dengan pendekatan dan teknik, bahkan
strategi. Sebagai contoh, cara kerja penelitian yang dimaksudkan untuk
menggambarkan keadaan seperti apa adanya (deskriptif) seringkali disebut
sebagai pendekatan pada satu literatur, pada literatur yang lain bisa disebut
sebagai metode deskriptif, atau teknik deskriptif, atau bahkan strategi
deskriptif. Dengan tidak bermaksud mengabaikan perbedaan penggunaan istilah
yang beragam itu, penulis hanya ingin menggunakan istilah yang konsisten antara
pendekatan (sebagaimana di atas) dengan metode dalam penelitian, termasuk
ketika sampai pada perbincangan teknik penelitian.
Dengan
demikian maka, perbincangan metode penelitian yang dimaksudkan dalam tulisan
ini meliputi deskriptif, eksperimen, eksploratif, dan eksplanatif. Ini bukan
berarti bahwa empat metode itu sebagai satu-satunya pilahan yang mutlak dalam
penelitian. Masih banyak kemungkinan pilahan lainnya yang dapat diberikan
klasifikasi tersendiri sebagai metode dalam penelitian sebagaimana ditemukan
dalam literatur Metodologi Penelitian.
Dalam
banyak referensi kita temukan beberapa metode penelitian, sesuai dengan pilahan
dan klasifikasi yang diberikan oleh pakar masing-masing. Diantara pilahan yang
disebut metode penelitian oleh banyak ahli a.l. metode historis, metode
korelasional, metode survey, dan sebagainya. Pada dasarnya pilahan metode dalam
penelitian bergantung pada dua hal: 1) kedudukan penelitian, tujuan dan cara
kerjanya; 2) metode penelitian selalunya menyesuaikan dengan jenis, model,
bentuk dan pendekatan penelitian yang dilakukan. Artinya bahwa, untuk melihat
kesesuaian metode yang dipilih dalam sebuah rencana penelitian mesti
memperhatikan kesesuaiannya dengan kedua hal tersebut.
Meskipun
ada beragam kemungkinan pilahan metode dalam penelitian, tulisan ini hanya akan
membincangkan secara khusus empat metode saja, yakni deskripsi, eksperimen,
eksplorasi dan eksplanasi.
- Metode Deskriptif
Metode
deskriptif yang penulis gunakan dalam konteks ini pada dasarnya seringkali
digunakan dalam banyak versi, antara lain penelitian deskriptif. Karena itu
deskriptif juga digunakan untuk menyebutkan pendekatan (pendekatan deskriptif),
juga model penelitian (model deskriptif), atau jenis penelitian (jenis
deskriptif), teknik penelitian (teknik deskriptif), dan metode itu sendiri
(metode deskriptif). Artinya, deskriptif bisa saja dijelaskan sebagai satu
karakter penelitian tersendiri, yang bersesuaian sejak penentuan jenis atau
model penelitian, pendekatan hingga metode sebagai deskriptif. Singkat cerita,
para ahli memang belum ada kesepakatan tentang pengertian metode deskriptif itu
(Jalaluddin Rakhmat, 2005: 25). Akan tetapi menurutnya, deskriptif dapat
diartikan sebagai sebuah penelitian yang dilakukan untuk melukiskan variabel
demi variabel, satu demi satu, dengan mengumpulkan data secara univarian, yang
digunakan untuk mencari teori-teori tentatif, bukan menguji teori.
Secara
bahasa, deskriptif adalah cara kerja yang sifatnya menggambarkan, melukiskan,
meringkaskan berbagai kondisi, situasi, atau berbagai variabel yang diamati.
Dalam konteks penelitian, metode deskriptif adalah cara kerja penelitian yang
dimaksudkan untuk menggambarkan, melukiskan, atau memaparkan keadaan suatu
objek (realitas atau fenomena) secara apa adanya, sesuai dengan situasi dan
kondisi pada saat penelitian itu dilakukan.
Dengan
demikian, penelitian yang menggunakan metode deskriptif adalah penelitian yang
dimaksudkan untuk melukiskan, menggambarkan, atau memaparkan keadaan objek yang
diteliti sebagaimana apa adanya, sesuai dengan situasi dan kondisi ketika
penelitian tersebut dilakukan. Dengan metode ini, seorang peneliti hanya perlu
menggambarkan realitas objek yang diteliti secara baik, utuh, jelas dan sesuai
dengan fakta yang tampak (dilihat dan didengar). Tidak mengada-ada, apalagi
memanipulasi variabel sebagaimana pada metode eksperimen.
- Metode Eksperimen
Berbeda
dengan deskriptif, metode eksperimen memerlukan cara kerja yang bersifat
manipulatif. Artinya, ada variabel penelitian yang dimanipulasi untuk menguji
sebuah teori atau konsep yang dijalankan. Sebab itu, metode eksperimen
ditujukan untuk meneliti hubungan sebab akibat dengan memanipulasikan satu atau
lebih variabel pada satu (atau lebih) kelompok eksperimental, dan membandingkan
hasilnya dengan kelompok kontrol yang tidak mengalami manipulasi (Jalaluddin
Rakhmat, 2005: 32).
Sebagai
sebuah metode dalam penelitian, eksperimen ditandai dengan tiga hal;
manipulasi, observasi dan kontrol. Manipulasi adalah mengubah secara sistematis
keadaan tertentu. Observasi adalah mengamati dan mengukur hasil manipulasi.
Sedangkan kontrol adalah kegiatan mengendalikan kondisi-kondisi penelitian
ketika berlangsungnya manipulasi. Kontrol ini merupakan kunci dalam metode
penelitian eksperimental, sebab, tanpa kontrol, manipulasi dan observasi akan
menghasilkan data yang confounding (meragukan).
Dengan
karakteristik yang demikian, metode eksperimen pada umumnya digunakan dalam
penelitian kuantitatif. Meskipun sesungguhnya pada penelitian kualitatif,
eksperimen juga bisa diterapkan.
- Metode Eksploratif
Sebelum
bicara soal metode eksploratif, ada baiknya dipahami terlebih dahulu makna kata
eksplorasi itu. Menurut bahasa, eksplorasi bermakna penjelajahan atau
pencarian, atau tindakan mencari atau melakukan penjelajahan dengan tujuan
menemukan sesuatu; misalnya daerah tak dikenal, termasuk antariksa
(penjelajahan angkasa), minyak bumi (eksplorasi minyak bumi), gas alam,
batubara, mineral, gua, air, ataupun informasi. Pengertian eksplorasi di “Abad
Informasi dan Spiritual” saat ini, juga meliputi tindakan pencarian akan
pengetahuan yang tidak umum atau pencarian akan pengertian
metafisika-spiritual; misalnya tentang kesadaran (consciousness), cyberspace
atau noosphere.
- Metode Eksplanatif
Metode
eskplanatif adalah salah satu cara kerja penelitian yang lebih spesifik dari
metode deskriptif. Sebagaimana pengertiannya, penelitian pada tingkat
eksplanasi adalah tingkat penjelasan. Jadi penelitian menurut tingkat
eksplanasi adalah penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan
variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan
variabel yang lain.
Dalam konteks penelitian, metode eksplanasi adalah cara
kerja penelitian yang lebih bersifat spesifik, dalam bentuk penjabaran dan
penjelasan aspek-aspek yang lebih detil dari variabel/fokus yang diteliti. Jika
metode deskripsi dianggap sebagai metode penelitian yang paling sederhana, maka
eksplanasi merupakan metode lanjutan dan lebih rumit, karena ia tidak sekedar
deskriptif, melainkan lebih rinci menjelaskan aspek/variabel serta hubungan
antar aspek/variabel dalam penelitian.
DATA DAN SUMBER DATA
- Data dalam penelitian.
Jika
melihat dalam beberapa buku metodologi penelitian, maka tidak banyak kita
mendapati adanya definisi yang jelas dan rinci mengenai data dalam penelitian.
Hal ini kemungkinan disebabkan dua paktor: pertama, kedudukan data yang begitu
penting dan substansi dalam penelitian, sehingga banyak penulis buku metodologi
mungkin beranggapan bahwa setiap peneliti pasti sudah memahami dengan baik dan
jelas menganai apa itu data. Karena itu tidak lagi perlu memberikan definisi
secara khusus dan rinci mengenai data dalam buku-buku metodologi penelitian;
kedua, pentingnya kedudukan data dipandang sebagai sesuatu yang tak terpisah
(melekat) dalam pekerjaan penelitian. Karena itu, definisi data dianggap
menjadi bagian dari penjelasan panjang dan rinci mengenai penelitian dan
metodologi itu sendiri. Dengan begitu, data dan definisinya tidak perlu ditulis
secara khusus dan rinci dalam buku-buku metodologi penelitian.
Meskipun
kedua kemungkinan di atas hanyalah sebuah dugaan penulis, yang pasti tidak
mudah menemukan definisi yang rinci mengenai data, sebagaimana sumber data.
Perbincangan mengenai sumber data begitu rinci diuraikan dalam banyak buku
metodologi penelitian. Sukarnya mencari rujukan mengenai definisi data pada
satu sisi, dan pada sisi lain begitu pentingnya kedudukan data dalam
penelitian, maka penulis berupaya memberikan beberapa penjelasan seputar
definisi tersebut, berdasarkan pengetahuan dan pengalaman penulis, berdasarkan
istilah bahasa atau sedikit pendapat ahli yang penulis dapatkan.
Data
merupakan bentuk jamak dari datum, yang dalam bahasa latin bermakna “sesuatu
yang diberikan”. Menurut kamus Inggris – Indonesia, data berasal dari kata
datum dan berarti fakta (Echols & Sahdily, 2000). Menurut Webster New World
Dictionary, data adalah things known or assumed, yang berarti bahwa data itu
sesuatu yang diketahui atau dianggap. Atau bahan baku informasi, simbol yang
mewakili kuantitas, fakta, tindakan, benda, dan sebagainya.
Ada
juga yang mengatakan data sebagai keterangan atau bukti mengenai suatu
kenyataan yang masih mentah, masih berdiri sendiri, belum diorganisasikan, dan
belum diolah, atau kumpulan informasi yang diperoleh dari suatu pengamatan,
yang berupa lambang, sifat, dan sekumpulan fakta dari sebuah kejadian.
Menurut
Moleong (2006: 158), data adalah kata-kata atau tindakan yang relevan dengan
penelitian. Atau, bahan keterangan tentang sesuatu objek penelitian yang berupa
informasi dan fakta (Bungin, 2013: 123). Meskipun dalam penjelasannya ia
membedakan penekanan makna informasi dan fakta dalam data. Sementara menurut
Kaelan (2012: 73) data adalah makna yang terkandung dalam objek material
penelitian yang bersifat kompleks, ganda dan holistik. Spradley (1980)
menyebutnya sebagai social situation, yang meliputi agama, budaya, dan
lain-lain yang terdiri dari place, actor dan activity.
Dalam
penggunaan sehari-hari data berarti suatu pernyataan yang diterima secara apa
adanya. Pernyataan ini adalah hasil pengukuran atau pengamatan suatu variabel
yang bentuknya dapat berupa angka, kata-kata, atau citra (image).
Dari
semua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa data adalah segala bentuk
informasi, fakta dan realita yang terkait atau relevan dengan apa yang
dikaji/diteliti. Data dalam konteks ini bisa berupa kata-kata, lambang, simbol
ataupun situasi dan kondisi riel yang terkait dengan penelitian yang dilakukan.
- Sumber data dalam penelitian
Berbeda
dengan data, ada banyak definisi sumber data dapat ditemukan dalam buku-buku
metodologi penelitian. Menurut Kaelan (2012: 74), sumber data itu adalah mereka
yang disebut narasumber, informan, partisipan, teman dan guru dalam penelitian.
Sedangkan menurut Satori (2009), sumber data bisa berupa benda, orang, maupun
nilai, atau pihak yang dipandang mengetahui tentang social situation dalam
objek material penelitian (sumber informasi).
Karena
itulah Lofland dan Lofland (1984) memilah sumber data kepada utama dan
tambahan. Sumber data utama menurutnya adalah semua bentuk kata-kata dan
tindakan. Sedangkan sumber data tambahan adalah berupa dokumen tertulis, foto,
rekaman dan lain-lain.
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa sumber data dalam penelitian adalah orang,
benda, objek yang dapat memberikan informasi, fakta, data, dan realitas yang
terkait atau relevan dengan apa yang dikaji atau diteliti.
Dari
definisi kedua istilah tersebut (data dan sumber data), maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa, data adalah segala bentuk informasi, fakta dan realitas yang
terkait dengan apa yang diteliti atau dikaji. Sedangkan sumber data adalah
orang, benda, atau objek yang dapat memberikan data, informasi, fakta dan
realitas yang terkait/relevan dengan apa yang dikaji atau diteliti.
Jadi,
data dan sumber data dalam sebuah penelitian adalah satu paket. Data tidak
mungkin dipisahkan dengan sumber data. Pemahaman yang benar terhadap data akan
memudahkan dalam menemukan sumber data. Sebaliknya pemilihan sumber data yang
tepat akan menentukan kebenaran data yang dihasilkan dalam penelitian.
Dengan
kata lain, keliru dalam memilih sumber data sama artinya dengan bertanya atau
meminta informasi kepada orang yang salah, atau bahkan tidak mengerti dengan
informasi yang diminta. Karena itu, pemahaman yang baik dan benar mengenai data
dan sumber data adalah sangat penting dalam penelitian.
Klasifikasi Data
Data
dalam penelitian sesungguhnya dapat diklasifikasikan menjadi primer dan
skunder. Karena itu, berikut ini akan dijelaskan masing-masing klasifikasi data
primer dan data skunder itu.
Data
primer adalah segala informasi, fakta, dan realitas yang terkait atau relevan
dengan penelitian, dimana kaitan atau relevansinya sangat jelas, bahkan secara
langsung. Disebut sebagai data utama (primer), karena data tersebut menjadi
penentu utama berhasil atau tidaknya sebuah penelitian. Artinya, hanya dengan
didapatkannya data tersebut sebuah penelitian dapat dikatakan berhasil
dikerjakan. Dari data itulah pertanyaan utama penelitian dapat dijawab. Dan
dari data itu pula, penelitian tersebut dapat dikembangkan menjadi lebih detil,
mendalam dan rinci. Data yang memiliki karakteristik seperti inilah yang
disebut dengan data utama (primer). Bungin (2013: 128) mendefinisilan data
primer sebagai data yang diambil dari sumber primer atau sumber pertama di
lapangan.
Sementara
data skunder adalah segala informasi, fakta dan realitas yang juga terkait atau
relevan dengan penelitian, namun tidak secara langsung, atau tidak begitu jelas
relevansi. Bahkan data skunder ini lebih bersifat kulitnya saja, yang tidak
mampu menggambarkan substansi terdalam dari informasi, fakta dan realitas yang
dikaji atau diteliti. Sebagai data pendukung (skunder), informasi ini memang
tidak menentukan (tidak substantif), akan tetapi data ini bisa memperjelas
gambaran sebuah realitas penelitian.
Sebaliknya,
tampa didapatkan data pendukung (skunder) ini sesungguhnya substansi penelitian
sudah bisa didapatkan hanya dengan data primer. Akan tetapi dengan
didapatkannya data skunder, akan turut membantu semakin lengkap dan jelasnya
hasil penelitian. Oleh itu, ia diklasifikasikan sebagai data pendukung
(skunder) dalam penelitian. Bungin (2013: 128) menyebutnya sebagai data yang
diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder. Data sekunder ini menurutnya
terbagi kedalam dua bentuk; pertama, internal data, yang tersedia tertulis pada
sumber data sekunder; kedua, eksternal data, yang diperoleh dari sumber luar
seperti data sensus atau data statistik.
Klasifikasi Sumber Data
Untuk
mengkaji klasifikasi sumber data, ada baiknya kita mulai dengan pilahan yang
diberikan oleh Lofland dan Lofland (1984) yang mengklasifikasikan sumber data
kepada utama dan tambahan.
- Sumber Data Utama (primer)
Sumber
data utama yang dimaksudkan Lofland dan lofland adalah sumber utama yang dapat
memberikan informasi, fakta dan gambaran peristiwa yang diinginkan dalam
penelitian. atau sumber pertama dimana sebuah data dihasilkan (Bungin, 2013:
129). Dalam penelitian kualitatif, sumber data utama itu adalah kata-kata dan
tindakan orang yang diamati atau diwawancarai.
Dalam
proses penelitian, sumber data utama dihimpun melalui catatan tertulis, atau
melalui perekaman video/ audio tape, pengambilan foto atau film. Pencatatan
sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan berperan-serta merupakan
hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan bertanya (Moleong,
2006: 157).
Hampir
sama dengan pola klasifikasi data utama, klasifikasi sumber data utama bermakna
sebagai kata-kata atau tindakan orang yang berkedudukan sebagai penentu
data/informasi bagi suatu penelitian. Artinya, orang (kata-kata dan
tindakannya) inilah yang bisa memberikan informasi, fakta dan data yang terkait
dengan penelitian yang dilakukan. Jika penelitian terkait dengan sebuah
peristiwa, maka sumber data utamanya adalah orang yang terlibat secara langsung
dalam peristiwa tersebut. Hanya perkataan dan tindakan orang itulah yang mampu
menjelaskan bagaimana sebuah peristiwa itu terjadi. Karena itulah ia dinamakan
sebagai sumber data utama dan pertama dalam penelitian.
- Sumber Data Tambahan (sekunder).
Sementara
sumber data tambahan adalah segala bentuk dokumen, baik dalam bentuk tertulis
maupun foto. Atau sumber data kedua sesudah sumber data primer (Bungin, 2013:
129). Meskipun disebut sebagai sumber kedua (tambahan), dokumen tidak bisa
diabaikan dalam suatu penelitian, terutama dokumen tertulis seperti buku,
majalah ilmiah, arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi (Moleong, 2006: 159).
Sumber
data berupa buku yang dimaksud termasuk Disertasi, Tesis dan Skripsi yang mampu
memberikan gambaran mengenai keadaan seseorang atau masyarakat tempat
kajian/penelitian dilakukan. Selain itu tentu saja majalah ilmiah, termasuk
jurnal ilmiah yang memuat hasil kajian dan penelitian yang dapat memberikan
informasi awal untuk sebuah penelitian yang dilakukan.
Termasuk
sumber data tambahan yang tidak bisa diabaikan dalam penelitian kualitatif
adalah dokumen arsip, baik milik perorangan (pribadi) maupun dokumen sebuah
institusi yang bersifat resmi kelembagaan. Dokumen-dokumen ini memiliki arti
penting bagi seorang peneliti kualitatif, terutama yang terkait dengan
data-data umum, data-data kependudukan, monografi dan sebagainya.
Teknik Penentuan Sumber Data
Secara
umum, sumber data dan penentuan sumber data dalam penelitian sering dikenal
dengan sampling. Sampling merupakan perwakilan dari jumlah keseluruhan objek
yang berpeluang menjadi sumber data, yang disebut dengan populasi. Karena itu,
populasi dan sampling menjadi istilah yang paling akrab digunakan dalam
penelitian umumnya, terutama kuantitatif.
Sementara
untuk penelitian kualitatif, istilah populasi dan sampling seringkali
digantikan dengan sebutan sumber data. Secara umum, teknik penentuan sumber data
dalam penelitian dapat diklasifikasikan sebagai probability sampling dan non
probability sampling. Jika probalility sampling merupakan klasifikasi teknik
penentuan sumber data dalam penelitian kuantitatif, maka non probability
sampling digunakan untuk klasifikasi teknik penentuan sumber data penelitian
kualitatif. Pada intinya, non probability sampling (penelitian kualitatif )
memiliki perbedaan yang jelas dan tegas dengan probability sampling (pada
penelitian kuantitatif ).
Jika
Probability Sampling memberi kesempatan kepada semua elemen populasi untuk
menjadi sampel, karena itu ia kerap dikaitkan dengan penelitian Kuantitatif,
maka Nonprobability Sampling tidak memberi setiap anggota populasi kesempatan
untuk dipilih, karena itu ia kerap dikaitkan dengan penelitian Kualitatif.
Non
Probability Sampling yang umumnya digunakan sebagai teknik penentuan sumber
data dalam penelitian kualitatif, yang terdiri atas: (1) Convenience Sampling;
(2) Quota Sampling; (3) Purposive Sampling; (4) Snowball Sampling; (5) Deviant
Case Sampling; dan (6) Sequential Sampling.
- Convenience SamplingConvenience Sampling disebut juga Haphazard atau Accidental Sampling. Convenience Sampling sebagai metode sampling bisa berakibat pada sampel yang tidak efektif (tidak menggambarkan populasi) dan tidak direkomendasikan.Convenience Sampling adalah sampel yang dipilih secara convenience (nyaman) karena sifatnya yang mudah dan tidak menyulitkan peneliti. Contoh dari Convenience Sampling adalah sebuah surat kabar bertanya pada pembaca lewat kolom kuesioner di surat kabar tersebut. Tidak semua orang yang baca koran punya minat pada masalah di dalam kuesioner, atau punya waktu buat menggunting kuesioner dan mengirimkannya lewat pos kendati gratis.
- Qouta Sampling
Quota
Sampling adalah upaya memperbaiki kelemahan Convenience Sampling. Dalam Quota
Sampling, peneliti awalnya mengidentifikasi kategori-kategori yang relevan dari
sejumlah orang (misalnya laki – prempuan atau < 30 tahun, 30 – 60 tahun,
> 60 tahun), lalu memutuskan seberapa banyak dibutuhkan dari setiap kategori
untuk dijadikan sampel. Sebab itu, jumlah orang dikategori sampel yang beragam
itu fix.
- Purposive Sampling
Purposive
Sampling juga disebut Judgmental Sampling. Purposive
Sampling digunakan dalam situasi dimana seorang ahli menggunakan penilaiannya
dalam memilih responden dengan tujuan tertentu di dalam benaknya. Dengan
Purposive Sampling, peneliti tidak pernah tahu apakah responden yang dipilih
mewakili populasi. Metode ini kerap digunakan dalam Exploratory Research atau
dalam Field Research.
Purposive
Sampling signifikan digunakan dalam 3 situasi. Pertama, peneliti menggunakan
teknik purposive sampling guna memilih responden unik yang akan memberi
informasi penting. Kedua, peneliti menggunakan Purposive Sampling untuk memilih
responden yang sulit dicapai, untuk itu, peneliti cenderung subyektif (misalnya
menentukan sampel berdasarkan katagorisasi atau karakteristik umum yang
ditentukan sendiri oleh peneliti). Ketiga, tatkala peneliti ingin
mengidentifikasi jenis responden tertentu untuk diadakan wawancara mendalam.
Tujuan penelitian bukan hendak melakukan generalisasi atas populasi yang lebih
besar, tetapi lebih pada kehendak untuk memperoleh informasi yang mendalam
tentang sesuatu hal.
- Snowball Sampling
Snowball
Sampling juga disebut Network Sampling, Chain Referral Sampling atau
Reputational Sampling. Snowball Sampling adalah metode yang digunakan untuk
mengidentifikasi dan mengambil sampel lewat suatu jaringan. Ia didasarkan pada
analogi bola salju, yang dimulai dalam ukuran kecil, tetapi seiring proses,
jumlahnya membesar. Snowball Sampling adalah teknik multi tahap. Ia dimulai
dengan sedikit orang dan membesar sehubungan pergerakan penelitian. Snowball
Sampling dapat dilakukan dengan membuat sosiogram, yaitu suatu diagram
lingkaran yang dihubungkan dengan garis. Snowball Sampling kerap digunakan
bersamaan dengan Purposive Sampling.
- Deviant Case Sampling
Deviant
Case Sampling juga disebut Extreme Case Sampling. Deviant Case Sampling
digunakan kala peneliti mencari responden yang berbeda dari pola-pola dominan
yang berkembang. Sama dengan Purposive Sampling, Deviant Case Sampling
digunakan saat peneliti menggunakan teknik yang beragam untuk menempatkan
responden dengan karakteristik tertentu. Deviant Case Sampling beda dengan
Purposive Sampling karena tujuannya mencari hal yang unik, khusus, tidak biasa,
bukan mewakili seluruhnya.
- Sequential Sampling
Sequential
Sampling mirip dengan Purposive Sampling dengan satu perbedaan. Dalam Purposive
Sampling, peneliti coba menemukan sebanyak mungkin responden yang relevan
dengan masalah penelitian, hingga suatu saat uang, tenaga, dan jiwa peneliti
mulai “menjerit.” Dalam Sequential Sampling, peneliti terus mengumpulkan responden
hingga jumlah informasi baru atau keragaman responden yang baru terpenuhi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar